Rasa lelah mulai menguasai tubuh Cassandra. Sambil mengendari mobil miliknya, tujuan utama Cassandra saat ini bukanlah kontrakannya.
Untuk sementara waktu, Cassandra tidak akan kembali ke rumah kontrakannya. Selain karena kejadian beberapa waktu lalu saat dirinya nyaris di lecehkan oleh pemabuk yang merupakan warga sekitar, dia juga ingin menghindar dari pengawasan William.
Cassandra yakin, setelah William bangun dan membaca pesannya. Laki laki itu pasti tidak akan melepaskan Cassandra begitu saja. Dia akan memerintahkan para pengawalnya untuk mengintai Cassandra. Untuk itu, dia akan menutup semua celah bagi William agar tak kembali mengganggunya.
Mobil yang dikendarai Cassandra telah terparkir rapi di dalam pekarangan sebuah rumah yang berukuran tidak terlalu besar dan tidak pula terlalu kecil.
Cukup dua kali Cassandra mengetuk pintu dan langsung terbuka dari dalam. Seorang perempuan yang berusia sepantaran Cassandra terlihat masih menggunakan baju tidur dan rambut yang berantakan. Sepertinya, baru bangun dari tidurnya.
"Woy lah, masih tidur aja kamu. Sudah siang ini, hampir jam sepuluh, Yosa." Melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Baru tidur jam empat subuh tahu enggak? Nih lihat, sudah kayak mata panda." Menunjuk matanya sendiri. Lalu berjalan ke dalam. "Kunci lagi pintunya," titah perempuan bernama Yosa pada Cassandra.
Cassandra menganggukkan kepalanya, lalu segera menutup pintu dan menguncinya sesuai permintaan sahabatnya itu.
Langkah Cassandra mengikuti pergerakan Yosa hingga ke dalam kamar. "Masih belum kelar skripsinya?" tanya Cassandra melihat tumpukan buku buku pedoman dan beberapa kertas yang berserakan di mana mana, pun dengan laptop yang masih menyala di iringi suara musik K-Pop kesukaan sahabat baiknya itu menggema keseluruh kamar.
"Revisi terus. Dosen bimbingan aku Pak Bayu, tahu sendiri lah gimana detailnya dia. Enggak boleh ada yang salah sedikit saja. Kepala rasa mau pecah, ini sudah ketiga kalinya aku revisi." Yosa benar benar terlihat stres untuk menyelesaikan skripsinya tepaf waktu. Karena dia ingin mengejar karir di sebuah perusahaan di Singapura yang telah menawarkan kontrak kerja untuknya.
"Fighting, Sis." Mengangkat kedua tangannya ke atas memberi semangat pada sahabat baiknya itu. "Haaah... Aku mau tidur dulu deh." Cassandra membanting tubuhnya di atas kasur yang berukuran tidak terlalu besar yang hanya cukup di tempati dua orang.
"Baru pulang kerja?" tanya Yosa.
"Umh..." Cassandra menganggukkan kepalanya. Dia tidak perlu menyembunyikan apa pun pada Yosa. Hanya Yosa satu satunya orang yang tahu bagaimana caranya bekerja selama enam bulan terakhir. Yosa pula yang selalu menerimanya dengan tulus. Meski pun dia tahu bahwa Cassandra bekerja sebagai perempuan malam yang hina.
Yosa menoleh ke samping, menatap Cassandra yang baru saja ingin memejamkan matanya. "Enggak capek gini terus? Enggak mau lanjutin kuliah dan lanjutin mimpi kamu?" tanyanya dengan serius. Yosa ingin melihat sahabat baiknya itu menjalani kehidupan yang layak. Apa lagi, Cassandra merupakan mahasiswa yang berprestasi.
Cassandra membuka kembali matanya, menatap langit langit kamar yang di penuhi dengan lampu hias malam berbentuk bintang. "Sudah terlambat. Aku sudah terlanjur masuk ke dalam jurang yang sangat dalam. Rasanya, sulit untuk keluar lagi. Mungkin, malaikat saja sudah enggak sudi lagi membantuku."
"Jangan putus asa, Cassie. Aku yakin kamu bisa keluar dari jurang itu. Asalkan kamu percaya, pasti ada jalan."
Cassandra tersenyum mencemooh dirinya sendiri. Dia saja bahkan membenci dirinya yang kotor itu. Apalagi setelah berhubungan dengan William, dia semakin merasa hina dan begitu kotor. Rasanya, hanya neraka yang pantas untuknya. Walau pun hati kecilnya selalu berharap bisa menjadi penghuni surga. "Jalannya sudah buntu, Yosa Prawidya." Menekankan nama panjang Yosa. Seolah dia ingin menyadarkan siapa dirinya kini.
"Hei, nih ya aku beri tahu kamu. Sebagai penggemar para Idol Kpop. Aku kutip salah satu kata kata member idol yang bener bener bisa buat kamu termotivasi."
Cassandra menaikkan sudut alisnya, menoleh pada Yosa, kegilaan sahabatnya pada idol Kpop memang tidak perlu di ragukan lagi. Contohnya saja saat ini, dia bahkan memilih untuk mengutip salah satu kalimat dari member Idol Kpop dari pada yang lain.
"Kalau jalan sudah buntu, ayo kita buat jalan baru." Menirukannya dengan cara pengucapan orang korea. "Artinya, masih ada banyak cara untuk terlepas dari pekerjaan kamu ini, Cassie."
Sebenarnya, kutipan yang di ucapkan oleh Yosa membuat Cassandra sukses berpikir keras. Dia bahkan mengulangi ucapan Yosa dalam hati. Sepertinya, Yosa berhasil membangkitkan sedikit semangat Cassandra.
"Tapi, aku enggak tahu harus pakai cara apa. Madam enggak akan mungkin melepaskan aku begitu saja. Dia benar benar mengerikan, Yosa." Cassandra menggelengkan kepalanya. Wanita paruh baya itu akan menjelma menjadi monster jika salah satu anak asuhnya berpikir untuk mengakhiri pekerjaan haram itu.
"Aku punya ide gila, Cassie." Yosa menatap serius pada Cassandra. Lalu naik ke atas kasur dan duduk tepat di samping Cassandra.
"Apa?"
"Kamu nikah."
Tubuh Cassandra beringsut duduk, tangannya refleks memukul paha Yosa yang tertutupi celana tidur panjang. "Ngaco deh kamu."
"Aku serius, Cassie." Mata Yosa tak menunjukkan sedikit pun tanda tanda guyonan. "Hanya dengan menikah, kamu mungkin bisa bebas dari pekerjaan ini. Aku rasa, perempuan tua itu enggak akan pernah mau terlibat dengan urusan sakral seperti itu."
"Hei... Usiaku masih dua puluh satu. Lagi pula, mana ada laki laki yang mau punya calon istri seperti aku yang kotor ini." Lagi lagi Cassandra menganggap rendah dirinya sendiri.
"Kita ini manusia, Sis. Bukannya malaikat yang enggak berdosa. Semua manusia enggak ada yang suci. Jadi, stop benci diri kamu sendiri. Aku yakin, ada seorang laki laki yang pasti bisa menerima kekurangan dan kesalahan kamu di masa lalu. Kamu hanya perlu mencarinya."
"Semua laki laki sama saja. Cuma butuh kepuasan dari tubuh perempuan."
"Jangan seperti itu, Cassie. Setidaknya, ayah kita satu bagian kecil dari sekumpulan laki laki baik, dan ibu adalah perempuan yang Tuhan ciptakan untuk menyempurnakan kebaikan dari seorang ayah."
Tidak ada lagi yang bisa Cassandra perbuat selain diam. Jika sudah berbicara soal orang tua, hati Cassandra luluh begitu saja. Sebagai seorang sahabat baik, Yosa tahu betul apa yang menjadi kelemahan untuk meluluhkan hati seorang Cassandra.
Cassandra kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur. "Sudah lah, aku ngantuk, Yosa. Jangan ajak aku bicara lagi." Lalu memejamkan paksa matanya dan menutup wajahnya dengan bantal.
Yosa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis, tak heran lagi dengan sikap Cassandra yang selalu mengalihkan pembicaraan dengan cara memaksa tidur.
'Apa aku harus melakukan yang katakan Yosa untuk bisa keluar dari jurang ini, Tuhan? Apa masih ada laki laki yang benar benar tulus bisa menerima kekuranganku ini, Tuhan?' batin Cassandra.