William duduk di sudut kasur hanya menggunakan celana dalam saja. Wajahnya terlihat tidak bersahabat. Ya, baru saja dia mendapat telpon dari ibunda tercinta. Pertanyaan demi pertanyaan harus dia jawab sebaik mungkin untuk menghindari kecemasan pada sang ibu.
Alasan di balik ekspresinya saat ini, bukan karena panggilan yang berlangsung. Demi apa pun, dia tidak pernah akan terganggu dengan panggilan dari perempuan yang telah bertaruh nyawa melahirkannya itu. Dia akan selalu happy mendengar suara dari ibunya, entah itu berupa pujian atau pun cacian. Tapi, satu hal yang perlu di ketahui. Selama hidupnya, William tidak pernah mendapat cacian, hujatan, atau makian dari kedua orang tuanya.
Sudah hampir dua jam sejak kepergian Cassandra dari sana, wajah William semakin tak enak di pandang. Dia merasa ada yang aneh pada tubuhnya. Seperti ... hasrat yang masih terpendam baik di tubuhnya.
"Aneh. Seharusnya aku akan merasa bersemangat di pagi hari setelah melakukannya semalam. Tapi ... kenapa rasanya jadi beda gini?" gumannya sambil mengelus dagunya sendiri.
William menundukkan kepalanya, dia melihat sesuatu di balik celananya sudah mengeras sempurna. "Ini kenapa lagi?" Memukul pelan target utamanya. "Si dedek masih bangun terus dari tadi? Heran..."
Pikiran William mulai bekerja dengan baik. Dia mencoba mengingat ingat kembali kejadian sebelum dirinya tak sadarkan diri. "Beneran sudah 'tempur' semalam?" tanyanya sendiri dengan kedua bola mata yang memutar.
Sekali lagi William berusaha keras memutar memori di otaknya. Berharap jika ada titik terang dari pertanyaannya itu. Tapi, sayang sekali dia tidak mendapatkannya. Ingatannya langsung terhenti setelah kejadian dirinya membuka setengah dress yang dikenakan Cassandra dan menciiuminya dengan rakus.
"Apa aku terlalu mabuk semalam? Sampai enggak bisa ingat semuanya? Argh... Sialan!" umpatnya kesal.
William menghubungi Joe untuk di minta membawakan beberapa pakaian kerja untuk dia kenakan. Pasalnya, siang nanti William akan ada pertemuan penting dengan rekan bisnisnya.
Menunggu Joe datang, William bergegas membersihkan diri. Di dalam kamar mandi, mau tidak mau William melampiaskan hasratnya dengan caranya sendiri. Jika tidak, efek yang di rasakan adalah, kepalanya akan sakit dan semua pekerjaan menjadi tidak beres.
Tiba tiba saja William mengingat sesuatu. Segera dia keluar dari dalam kamar mandi, dan menghubungi Joe kembali.
Dengan gusar William mondar mandir di depan pintu kamar, menunggu kedatangan sekretaris sekaligus kaki tangannya itu.
"Tuan muda," sapa Joe setelah berhasil masuk ke dalam kamar.
"Mana yang aku pinta tadi?" tanya William tak sabaran.
"Ini, Tuan muda." Mengangsurkan satu tas jinjing dari tangannya.
"Nyalakan sekarang juga. Buka cctv kamar ini." Berjalan ke arah sofa lalu duduk di sana dengan wajah penasaran.
Beginilah William, dia akan selalu memasang cctv tersembunyi di dalam kamar hotel setiap kali dia berciinta dengan perempuan perempuan sewaannya. Bukannya apa apa, hanya untuk berjaga jaga jika ada sesuatu yang tidak di inginkan, dan William bisa menyimpan rekaman tersebut sebagai barang buktinya.
"Baik, Tuan muda." Dengan lincah jari jari Joe langsung bergerak di atas keyboard MacBook berlogo apel kroak itu.
Tak perlu menunggu lama, video sudah mulai bergerak.
"Percepat saat perempuan itu ada di sini," titah William tak melepaskan sedikit pun pandangannya dari layar MacBook.
Joe sudah berhasil melakukan tugasnya. Lalu, dia memperbaiki posisi MacBook itu tepat di hadapan Tuan mudanya, tanpa berniat ingin melihat isi rekaman tersebut.
Dengan sangat teliti William melihat dengan jelas apa yang telah terjadi semalam di dalam kamar itu. Awalnya semua sesuai harapan William, tapi ... keanehan mulai dia rasakan ketika melihat dirinya ambruk begitu saja di atas kasur.
William masih tak terlalu curiga, dia terus mengamati dengan baik selama rekaman di putar. Tapi, setelah beberapa menit berlalu, alangkah terkejutnya dia saat melihat Cassandra yang pada akhirnya melepaskan seluruh pakaiannya dan menyisakan celana dalam saja.
"Apa yang sebenarnya terjadi ini? Apa aku di permainkannya?" Terdengar suara William yang mulai menggeram.
"Joe, putar ulang," titahnya lagi.
Joe kembali menggerakkan tangannya, kali ini tidak beranjak sebelum Tuan mudanya memberi instruksi.
"Stop." Suara William nyaris membuat tangan Joe refleks memukul. Sekretari William itu paling tidak bisa di kejutkan. "Perbesar," sambungnya.
Fokus utama William pada tangan Cassandra yang berada di atas gelas. Posisinya William sedang memeluk Cassandra sambil menciumi leher jenjang perempuan sewaannya.
"Kamu lihat itu, Joe? Itu seperti botol kecil kan?"
"Benar, Tuan muda." Joe langsung memperbesar kembali gambar. "Sulit untuk mengetahui botol apa itu. Terlalu buram, Tuan muda."
"Atau jangan jangan ... sejenis obat tidur?"
Joe mengerutkan dahinya, sebenarnya dia tidak tahu apa tujuan utama Tuan mudanya itu mengecek rekaman cctv di dalam kamarnya secara tiba tiba. "Maksud, Tuan muda? Apa Tuan muda melupakan sesuatu semalam?"
William tidak langsung menyahut. Dia masih memperhatikan dengan jelas layar monitor yang menampilkan gambar tangan Cassandra yang tengah memegang botol kecil. William masih tak menemukan jawaban apa pun, masih sangat jauh dari kata puas.
"Masih menyimpan file rekaman satu minggu yang lalu? Saat pertama kali aku membayarnya?"
"Masih, Tuan muda. Sebentar saya cek." Dengan hitungan detik Joe sudah berhasil membuka file yang menyimpan banyak rekaman cctv. Salah satunya kejadian minggu kemarin sesuai permintaan sang Tuan muda.
"Stop, stop. Itu dia..." Menunjuk ke layar. "Lihat itu, dia melakukan hal yang sama," kata William dengan wajah kesalnya.
"Shiiit!" teriak William sambil melempar bantal sofa ke sembarang tempat. 'Aku di bodohinya mentah mentah. Perempuan murahan, lihatlah... Kamu akan menanggung akibatnya, Cassandra,' batinnya.
"Apa harus saya menghubungi perempuan tua itu untuk menuntut ganti rugi, Tuan muda?" Yang di maksud Joe adalah, Madam. Sang mucikari yang telah menjual Cassandra dan meraup keuntungan banyak dari para perempuan perempuan yang terperangkap bujukannya.
Meski pun di kuasai emosi yang memuncak, tapi William tidak akan gegabah dalam mengambil keputusan. Dia belum bisa selesai sampai di sini. "Jangan, Joe. Biarkan perempuan ini masuk dalam perangkapku malam ini."
"Tapi, Tuan muda, ini su-"
"Aku bilang jangan!" bentak William dengan suara tegas. "Suruh beberapa orang untuk berjaga di depan pintu utama setelah dia tiba nanti. Pastikan juga agar mereka yang sedang memantau jangan sampai kehilangan jejak perempuan licik ini."
Sepertinya William benar benar marah. Dia sudah tak sabar untuk memberi pelajaran untuk Cassandra. Ini pertama kalinya William merasa di permainkan oleh perempuan. Biasanya, dialah yang mempermainkan perempuan dengan sesuka hatinya. Tidak bisa, dia tidak akan tinggal diam begitu saja.
Joe mengangguk patuh, tidak mungkin baginya untuk melanggar apa pun bentuk perintah yang di berikan William. "Baik, Tuan muda." Menutup kembali MacBook.