Terpesona

1006 Kata
"Saya mohon, Tuan. Jangan sakiti saya lagi." "Kamu tenang, tenang dulu ya. Saya gak akan menyakiti kamu." Pria itu meyakinkan Cassandra sambil mengambil teh hangat di nakas yang berada tepat di samping ranjang kasur, yang dia pinta dari pelayan hotel beberapa saat yang lalu. "Ini, minumlah. Setidaknya supaya kamu punya sedikit tenaga. Silahkan di minum," ujar pria itu yang berdiri dengan kedua lututnya di hadapan Cassandra yang hanya berjarak sekitar tiga langkah darinya. Cassandra terdiam, wajahnya masih menunduk, matanya terus mengeluarkan butiran butiran bening hingga membasahi selimut tebal yang masih melingkar di tubuhnya itu. "Oke. Enggak masalah kalau kamu terganggu dengan adanya saya. Tapi saya yakinkan saya gak melakukan apa pun sama kamu, hanya saja semalam kamu pingsan saat berada di koridor dan saya segera membawa kamu kesini," ujar pria itu jujur, membela diri agar tak di tuding melakukan hal kotor pada Cassandra. Pria itu perlahan berdiri, meletakkan kembali secangkir teh hangat di atas nakas, lalu berbalik badan dan berjalan meninggalkan Cassandra yang masih tak bersuara. Tiba tiba langkah pria itu terhenti saat ia mendengar suara yang sepertinya sedang berbicara padanya. "Terima kasih untuk kebaikan anda, Tuan." Cassandra bersuara lirih, menganggkat kepalanya sembari menatap pria yang telah membantunya itu dengan takut takut. Pria itu berbalik badan dan melemparkan senyum pada perempuan yang tak dikenalinya. Ia juga tak menyangka jika perempuan yang ada di hadapannya, mampu membuatnya merasa penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya. Tapi ia tak ingin banyak bertanya mengingat, wajah Cassandra yang sepertinya masih sangat terpukul. "Hmm ... no problem, lagian sudah kewajiban saya untuk menolong sesama," sahutnya ramah. "Oh, satu lagi jangan panggil saya Tuan. Panggil saja William." William hanya menganggukkan kepalanya perlahan. Sementara Cassandra meraih gelas yang berada di atas nakas, kemudian meneguknya secara perlahan, membiarkan laki laki yang bernama William itu mematung di tempatnya. Hangatnya air teh yang membasahi kerongkongannya sedikit membuat perasaan Cassandra menjadi tenang. Setidaknya, saat ini dia sudah tidak berada bersama laki laki tua bajiingan yang telah merenggut kesuciaannya dengan cara paksa. "Emm..." William berdehem. "Kalau boleh tahu ... nama kamu?" tanyanya yang sedari tadi belum merubah posisinya, berdiri tepat di ujung ranjang dan tak sedikit pun memalingkan pandangannya dari perempuan cantik yang berhasil mencuri perhatiannya sejak semalaman ini. Cassandra tampak berfikir sesaat, ada keraguan di dalam hatinya untuk menyebutkan namanya pada William. Ya, meski pun tanpa ragu William telah memperkenalkan dirinya. Melihat perubahan ekspresi di raut wajah perempuan itu, William buru buru mengalihkan pembicaraan. "Ah, kalau begitu, saya a-" "Cassandra," jawabnya menerobos ucapan William yang belum selesai. "Baik, Cassandra. Saya telah siapkan kamu baju ganti dan sarapan. Setelah ini kamu bisa membersihkan diri terlebih dahulu dan nanti-" Bicaranya terhenti saat suara Cassandra yang kembali mendominasi. "Aku cuma ingin pulang," ujar Cassandra sembari meletakkan cangkir yang masih menyisakan sedikit teh hangat. William mengerutkan dahinya, meski pun begitu William tak ingin melarang apa pun keinginan Cassandra saat itu. "Oke, kalau kamu mau pulang biar saya yang mengantar." William tidak berniat buruk, dia hanya peduli dan kasihan pada Cassandra yang masih terlihat lemah. Cassandra menggelengkan kepalanya sambil tertunduk, kemudian matanya tertuju pada high hells yang berada di ujung sofa dan tas selempangnya yang juga terletak di atas meja tak jauh dari sofa itu. Sambil menyeimbangkan tubuhnya, Cassandra berjalan ke arah sofa melewati William yang masih berdiri di ujung ranjang tanpa menghiraukannya, tangan kiri Cassandra meraih sepatu berhak itu lalu beralih dengan tangan kanan yanga menyandang tasnya. Baru saja Cassandra melangkahkan kakinya ke arah pintu, tiba tiba kepalanya terasa sangat sakit di susul rasa nyeri di bagian pangkal paha, membuatnya sedikit kesulitan untuk melanjutkan langkahnya dan nyaris terjatuh. Beruntung dengan sigap tangan William menopang bahu Cassandra hingga membuat perempuan itu terselamatkan kembali. Entah sejak kapan Cassandra dan William bertatapan, sampai akhirnya kesadaran Cassandra kembali dan segera berdiri melepaskan tangan William yang masih menopang bahunya. William yang ikut tersadar segera mundur satu langkah dari hadapan Cassandra dan segera meminta maaf pada Cassandra. "Maaf." "Untuk apa?" tanya Cassandra yang berdiri dengan menahan satu tangannya pada pintu kamar hotel itu. William menggaruk tengkuknya yang tak gatal untuk menghilangkan rasa canggungnya pada wanita yang telah berhasil mencuri perhatiannya itu. "Emm... itu, tadi aku gak sengaja nyentuh kamu." William tampak kikuk. Bibir Cassandra menipis, sepertinya dia sedikit terhibur melihat ekspresi William yang salah tingkah. "Kenapa? Apa yang lucu?" tanya Cassandra mengerutkan dahinya, dan menoleh ke sekitarnya untuk mencari kelucuan yang tengah di tertawakan oleh perempuan berwajah pucat itu. Cassandra menggelengkan kepala cepat sambil mengibaskan tangan kanannya, lalu berniat membuka pintu kamar hotel. Tapi, langkahnya terhenti saat menyadari jika benda pipih miliknya tidak berada di dalam tasnya. Saat Cassandra ingin berbalik badan, kejadiaan memalukan kembali terjadi. Bruk... Lagi, tubuh Cassandra menabrak, kali ini ia d**a William yang menjadi korbannya. William yang telah terlebih dahulu berdiri di belakang Cassandra terlihat tengah memegang handphone milik Cassandra dan berniat untuk memberikannya pada perempuan cantik bertubuh sexi itu. Aroma alami yang menguar dari tubuh atletis pria itu mampu membuat Cassandra membatu di tempat. Entah kenapa kali ini Cassandra merasa terbuai dengan aroma maskulin pria dan ingin berlama lama untuk menikmatinya. Matanya yang terpejam membuat pikiran nakalnya membawanya merasakan sensasi yang berbeda. "Hei," sapa William sambil memiringkan wajahnya untuk memastikan jika Cassandra baik baik saja. Cassandra tersadar dari lamunannya lalu menatap William yang menyisakan jarak hanya sepuluh senti dari wajahnya, lalu memundurkan wajahnya perlahan dengan tangannya yang mencoba mencari dinding di belakangnya untuk berpegang. "Maaf, aku harus kembali." Menundukkan kepalanya. "Ini, milikmu kan?" William menyodorkan ponsel berwarna hitam milik Cassandra. Setelah mengambil alih kembali ponsel miliknya. Cassandra dengan cepat membuka pintu kamar. Karena terlalu gugup bercampur malu. Akhirnya Cassandra segera kabur dari hadapan William tanpa mengucapkan sepatah kata pun. "Hei, tunggu... Semalam ada yang-" William menghentikan ucapannya sambil menggedikkan kedua bahunya bersamaan saat melihat punggung perempuan itu telah menghilang di balik belokan koridor hotel itu. "Cassandra..." kata William mengangguk angguk samar. "Cassandra... Namanya secantik wajahnya. Senyumnya seperti memiliki magnet tersendiri. Aku penasaran apa yang sudah terjadi sebenarnya padamu. Apa kamu perempuan malam? Atau kamu korban dari keserakahan seseorang?" guman William sembari menutup pintu kamarnya. "Aku akan mencari tahu siapa kamu sebenarnya." Tersenyum menyeringai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN