Perkenalan itu terjadi begitu saja, tetapi entah mengapa membuat Jake menjadi kepikiran dengan ucapan Tomi sebelumnya. Tentang dia yang harus menaruh perasaannya kepada gadis lain untuk melupakan Sarah.
Namun, bukannya menuruti perkataan sang teman sekelas, Jake malah menawarkan sebuah ajakan pulang bersama sebagai bentuk kesopanan kepada Sandra.
"Rumahmu di mana, Sandra? Ayo, pulang bersama." Jake tersenyum simpul dengan tangan yang kembali terulur. Sandra terlihat salah tingkah, dan membuat Jake yang tidak peka menjadi kebingungan. "Em, San? Kau mau pulang? Hari sudah semakin sore, loh."
Dan berkat suara Jake yang terdengar sedikit lebih nyaring itu, Sandra pun kembali mengalihkan perhatiannya kepada sang pemuda. "Ah, baiklah."
Berawal dari perkenalan singkat, lalu berakhir dengan pulang bersama karena kebetulan rumah Sandra searah dengan jalan pulang Jake. Jake sendiri hanya tidak tahu saja, jika saat ini, Sandra sedang berusaha mengontrol detak jantungnya yang tidak terkendali.
Sebuah tingkah laku yang wajar dialami oleh seorang gadis yang secara kebetulan diajak pulang oleh seseorang yang sudah disukainya sejak lama. Ya, benar, Sandra diam-diam menaruh rasa kepada Jake.
Gadis berambut lurus sepunggung itu tak menampik kebahagiaan yang saat ini tengah ia rasakan, saat tahu jika Jake dalam keadaan sadar 100% sedang berjalan bersamanya di sampingnya kini. Apalagi fakta bahwa pemuda itulah yang mengajaknya pulang bersama seperti ini.
Walau terkesan canggung, karena baru kenal beberapa menit yang lalu—menurut pandangan Jake, dia pun berinisiatif memulai topik pembicaraan dengan Sandra.
"San, sebenarnya aku baru ingat jika aku sering mendengar suaramu di klub penyiar dan ada banyak sekali penghargaan yang bertuliskan namamu." Jake berusaha mengingat-ingat sesuatu, rasanya apa yang dulu pernah dilihatnya itu memang nama Sandra yang ini. "Atau aku salah dengar, ya?"
"Em, benar kok," ucap Sandra pelan. "Aku anggota dari klub penyiar dan terkadang aku mengikuti lomba untuk mewakili sekolah ini."
Jake tercengang, ternyata dugannya benar. Dia ini adalah Sandra yang itu. "Benarkah? Itu hebat!"
Lalu secara perlahan, topik pembicaraan di antara keduanya pun berlangsung begitu saja. Mulai dari pembicaraan ringan sampai topik di mana Jake yang mengeluh dengan setiap mata pelajaran di kelasnya yang dirasa sangat tidak masuk akal.
Sandra yang awalnya malu-malu mengekspresikan diri, mendadak tertawa kecil di setiap gurauan yang disampaikan oleh pemuda di sampingnya. Padahal jika itu adalah orang lain, belum tentu dia akan tertawa seperti ini.
Jake cukup terhibur saat melihat tawa sang gadis, itu berarti caranya membuat sang gadis tertawa sudah cukup berhasil. Lalu, entah mengapa Jake malah teringat dengan ucapan Tomi tentang dia yang harus mencari gadis lain sebagi pelampiasan. Bukankah itu tidak masuk akal? Jake tidak bisa menjadikan gadis lain tameng untuk perasaannya kepada Sarah.
Tanpa disangka oleh Jake, Sandra mendadak menahan tangannya, membuat langkah pemuda itu terhenti. Sambil menundukkan kepala, Sandra berucap lirih, "Jake ... sebenarnya ... aku sangat menyukaimu. Sejak lama."
Ungkapan perasaan itu benar-benar mengejutkan Jake. Yang terjadi setelahnya hanyalah hening. Jake tak tahu harus berkata apa dan Sandra terlihat seperti ingin menangis karena merasa malu dengan pengakuannya sendiri.
Jake lagi-lagi memikirkan ucapan Tomi. Bagaimana jika dia mencoba saran teman sebangkunya itu? Tak ada ruginya jika dia menuruti saran itu, bukan?
Jake berdeham pelan, sebelum melangkah mendekati Sandra. Sebelumnya gadis itu sudah melepaskan pegangannya pada seragam putih Jake, dan kedua tangan putih pucat itu sedang meremas tas selempang yang dikenakan olehnya.
Jake kemudian menundukkan badan, berusaha menyejajarkan tingginya dengan sang gadis yang terbilang mungil ini. Ketika dia sengaja menurunkan wajahnya dan menatap kedua bola mata berwarna hijau, Jake pun tersenyum manis.
"Bagaimana kalau kita mulai pelan-pelan? Aku ingin membangun perasaanku dulu padamu, San." Ucapan Jake bagaikan mimpi yang menjadi nyata di sore hari, Sandra bahkan hampir kehilangan keseimbangannya saat tahu Jake begitu dekat dengan wajahnya.
"A-aku ... aku...." Gadis itu seperti kehabisan kata-kata. Jake mengiyakan pernyataan cintanya? Demi apa ini terjadi?
Di tengah-tengah detak jantung Sandra yang tak beraturan, seorang pemuda datang secara tiba-tiba dari arah depan. Entah sejak kapan pemuda itu sudah berdiri tak jauh dari mereka.
Jake sepertinya mengenali pemuda itu. "Yo, Vin!"
Dan berawal dari situlah pertemuan Sandra dengan sang pemuda bertampang datar. Pangeran es yang diidamkan oleh semua gadis.
Melvin bergumam pelan, tak sedikit pun dia melirik ke arah gadis yang saat ini sedang bersama sahabatnya, Jake. "Hei, aku bosan sekali. Keluargaku pergi ke Hong Kong dan aku tinggal sendirian di rumah. Kau ke rumahku malam ini, kita main game sampai pagi. Nanti kupesankan makanan."
Jake tampak menimbang-nimbang ajakan Melvin. Game dan makanan adalah sebuah ide yang bagus, pikirnya. Di sana dia bisa makan dan bermain sepuasnya, jadi dia tak perlu memakan mi instan untuk malam ini!
"Baiklah, aku ikut!" jawab Jake dengan semangat. "Eh, tapi apa kau mau ikut juga, San?" tanya Jake sambil menoleh kepada sang gadis.
Tanpa suara, Sandra menggeleng cepat. Keluar malam apalagi ke rumah laki-laki sama saja dengan bunuh diri. "Aku tidak bisa ikut," ungkapnya sambil tersenyum kecil.
Jake kemudian tersadar pada satu hal. "Oh, ya! Kalian berdua belum kenalan, kan?" tanyanya sambil memandang Sandra dan Melvin secara bergantian. "Sebaiknya kenalan dulu!"
"Sandra, dia ini Melvin Brunner! Idola para wanita di sekolah kita. Dan Melvin ... dia ini Sandra!"
Demi menghargai teman baik Jake, Sandra pun melangkah, menipiskan jarak dengan Melvin lalu mengulurkan tangan. "Em, aku Sandra Keith," ucapnya malu-malu, sambil tersenyum manis. "Salam kenal, Vin...."
Sedangkan pemuda yang mendapat uluran tangan itu terlihat bergeming. Seperti tak ada niat untuk menyambut uluran tangan dari Sandra yang bertindak sebagai bentuk persahabatan.
Pemuda itu hanya bergumam tidak jelas sebelum akhirnya berbalik dan melangkah pergi. "Kutunggu kau ke rumahku, Jake."
Setelah berucap hal itu, Melvin pun menjauh dengan punggung tegapnya. Meninggalkan Sandra mematung di tempat dengan tangan yang terjulur tanpa ada seorang pun menyambutnya.
"Astaga! Melvin itu benar-benar!" geram Jake. "Sandra, jangan masukkan kelakuannya tadi dalam hati, yah. Dia memang orangnya seperti itu!"
Sandra menarik kembali tangannya yang terasa dingin. Ini tak terlalu memalukan, tapi tetap saja dia merasa tak enak. Apa tadi dia berbuat salah?
Setelah berbicara sedikit dan saling memberitahukan nomor telepon, Jake dan Sandra pun berpisah di tengah jalan.
"Sampai jumpa, Sandra! Akan aku hubungi nanti malam!" teriak Jake nyaring sambil melambaikan tangan penuh semangat. Lalu setelah itu, Sandra yang sudah ditunggu oleh sopir pribadinya pun segera masuk ke dalam mobil yang membawanya menjauh dari sekitar sekolahan.
Meninggalkan Jake yang memandang nomor telepon Sandra yang ada di ponselnya. Apakah ini bagus sebagai permulaan?