4. Asal Pohon Ajaib

1129 Kata
Irhea terkejut mendengar perintah Mattis. Dia melebarkan matanya tidak percaya. “Tidak. Kepala Akademi, aku tidak mencuri ini. Aku hanya—“ “Hanya apa?! Apa kau tahu, pohon ini adalah sesuatu yang sangat berharga. Jangankan untuk mengambil daunnya, bahkan guru-guru akademi pun tidak diizinkan untuk melihat dengan bebas!” geram Mattis sambil menatap tajam. Irhea menelan ludahnya dengan gugup. Punggungnya meremang melihat amarah Mattis, sungguh pria yang menakutkan. Dia menunduk lalu mencoba menjelaskan. “Kepala Akademi, aku tidak bermaksud untuk mencuri. Jika aku mencuri, aku tidak mungkin berani membawa daun ini ke sini,” ucapnya dengan lirih. Apa yang Irhea katakan memang masuk akal. Mattis menutup matanya sejenak lalu menghela napas panjang. Sebelumnya dia terlalu terkejut dengan kemunculan daun itu sehingga pikirannya kurang rasional. Sekarang dia harus berpikir dengan benar. “Jadi, apa yang terjadi? Kau bukan murid senior. Jadi, bagaimana kau bisa sampai masuk ke pemakaman?” “Sejujurnya aku tidak tahu apa yang terjadi. Ketika aku berada di perpustakaan, tiba-tiba aku merasakan panggilan yang aneh. Naluriku seolah menyuruhku untuk pergi ke pemakaman,” ungkap Irhea dengan jujur. Mattis menjadi terkejut mendengar penjelasan itu. Apa yang dimaksud oleh Irhea pasti adalah panggilan jiwa. Panggilan jiwa tidak akan terjadi dengan tiba-tiba, itu tidak mungkin terjadi tanpa sebab. Pasti ada pencetusnya. Meskipun begitu, dia tidak langsung percaya begitu saja. Siapa yang tahu seandainya gadis itu sedang mencoba mencari alasan? Dia sendiri memang bukan orang yang akan percaya dengan mudah. “Jadi kau memutuskan untuk mengikuti panggilan itu?” tanya Mattis dengan pelan. “Benar.” Irhea langsung mengangguk. “Aku mengikuti panggilan itu sampai akhirnya tiba di pusat pemakaman. Kupikir ada seseorang yang sengaja memanggilku. Namun, ternyata di pusat lingkaran hutan beringin itu hanya ada pohon aneh ini. Jadi, aku ingin menanyakan tentang pohon itu.” Mattis masih merasa skeptis dengan penjelasan itu. “Kau tahu? Ini adalah sebuah pelanggaran. Bahkan jika apa yang kau katakan adalah benar, seseorang yang mencuri sesuatu dari makam leluhur tetaplah bersalah.” “Baiklah. Jika aku memang bersalah, aku siap dihukum,” balas Irhea setelah beberapa saat. “Namun, aku masih ingin tahu tentang pohon ini. Apa pohon ini sangat berarti?” “Tentu saja. Kau memetik daunnya dan itu adalah hal yang tidak termaafkan!” ujar Mattis dengan tegas. “Jika ini sangat berarti, kenapa kau membiarkannya mati?” tanya Irhea dengan kepala terangkat. Dia akhirnya menatap Mattis tanpa rasa takut. “Pohon itu sudah layu. Tidak lama lagi itu pasti akan mati.” Mattis terkejut mendengar ini. Dia menatap Irhea dengan mata menyipit. “Apakah yang kau katakan ini benar?” “Kepala Akademi bisa memeriksa sendiri. Aku tidak berani berbohong,” balas Irhea dengan sungguh-sungguh. Bagaimanapun juga dia harus mencari tahu tentang pohon itu. Dia juga harus bermain trik agar Mattis tidak menghukumnya. Kedua mata Mattis tertutup. Dia menerawang jauh ke kedalaman makam leluhur. Akhirnya sekarang dia bisa melihat dengan jelas bagaimana kondisi pohon ajaib itu. Benar apa kata Irhea, pohon itu memang sudah layu. Saat itu juga dia mulai merasa khawatir. Dia juga merasa bersalah mengetahui bahwa pohon itu menjadi layu. Bagaimana dia bisa membiarkan pohon itu layu? Bagaimana dia bisa seceroboh itu? “Kepala Akademi, aku sama sekali tidak berbohong,” ucap Irhea sekali lagi. Dia berusaha meyakinkan Mattis, agar pria itu tidak benar-benar menghukumnya. “Aku juga merasakan sesuatu yang aneh dengan pohon itu,” imbuhnya kemudian. “Aneh bagaimana?” tanya Mattis. “Pohon itu memiliki kekuatan magis yang sangat tersembunyi. Aku … aku adalah gadis yang lemah, cacat dan tidak bisa mempelajari sihir. Namun, ketika aku mendekati pohon itu, aku merasa seluruh vitalitasku meningkat. Aku bahkan bisa mendengar suara serangga sekalipun.” “Itu sedikit mengherankan,” komentar Despitu yang sejak tadi hanya diam. “Apa kau tidak sedang bermimpi? Aku tahu beberapa hal tentangmu,” ucapnya. Meskipun apa yang dikatakan Despitu memang realita, tetapi Irhea tetap merasa kesal. Ya, memangnya siapa yang tidak tahu kabar tentang Irhea yang lemah? Pasti Despitu juga tahu. “Kalian bisa mengujiku jika tidak percaya,” balas Irhea dengan yakin. “Ada berapa burung yang bertengger di pohon belakang kediaman ini?” tanya Mattis dengan hati-hati. Irhea langsung menajamkan indranya. Fokusnya langsung pergi ke halaman belakang kediaman. Yang dia tahu di sana ada dua pohon pinus yang belum begitu besar. Kedua matanya mulai tertutup sejenak. “Dua burung di pohon sisi timur dan lima burung di pohon sisi barat,” jawabnya kemudian. Mattis langsung dikejutkan dengan jawaban itu. Itu memang jawaban yang tepat. Rasanya tidak mungkin Irhea hanya menebak dengan asal. Kalaupun itu hanya menebak, jawabannya tidak akan setepat itu. “Kau benar.” Mattis akhirnya mengangguk pelan. Despitu bahkan lebih terkejut setelah Mattis membenarkan jawaban itu. Dibandingkan Mattis, dia lebih tahu banyak tentang Irhea. Wanita yang terkenal lemah dan bodoh itu, bagaimana bisa menjawab dengan benar? “Jadi, kau sama sekali tidak berbohong dengan panggilan jiwa itu? Maksdumu, pohon ini yang menarikmu ke sana?” tanya Despitu. Irhea langsung mengangguk. “Itu yang kumaksud. Aku adalah murid yang lemah. Aku tidak berani jika harus menyusup ke sana tanpa memiliki tujuan yang jelas.” Mattis menghela napas panjang. Dia menatap daun di tangannya dengan sendu. “Pohon ini adalah sesuatu yang seharusnya kujaga,” ucapnya yang kemudian duduk di kursi. “Kepala Akademi, memang pohon apa itu?” tanya Irhea dengan penasaran. Dia sangat ingin tahu dan bahkan menuntut dirinya sendiri untuk tahu. Pohon itu membuat kekuatan fisiknya menjadi sangat baik. Dia yakin, jika dia bisa memiliki pohon itu secara pribadi, mungkin dia akan bisa mempraktikkan sihir dengan baik seperti murid-murid akademi yang lain. Barangkali itu adalah jalannya untuk mulai bisa mengubah nasib. Tentu saja dia tidak ingin selamanya menjadi manusia yang lemah. Dia pasti akan berusaha menemukan pohon serupa untuk kepentingan diri sendiri. Sayangnya itu tidak semudah yang dia pikirkan. Mattis, yang merupakan kepala akademi itu menggeleng pelan. “Aku sendiri tidak tahu pasti apa nama pohon ini dan kegunaannya. Itu adalah peninggalan leluhur. Di masa lalu mereka memintaku untuk menjaga itu agar tetap hidup. Namun ….” Pria itu mendesah sedih. “Aku telah lalai. Seharusnya aku lebih memerhatikan pohon itu.” Irhea terdiam tanpa bisa berkata-kata. Mattis tidak tahu? Pria itu adalah satu-satunya orang yang paling hebat di akademi ini. Jika pria itu bahkan tidak tahu, lalu siapa yang mungkin tahu? Memikirkan hal itu membuat dia menjadi kecewa. Ke mana dia harus mencari tahu? Pohon itu mungkin tidak akan hidup lebih lama lagi. Dia bisa kehilangan kesempatan untuk memperbaiki kekuatan. “Leluhur mengatakan bahwa pohon itu adalah sebuah penghargaan dari ras pohon di hutan Burblack. Aku hanya tahu itu karena leluhur tidak mengatakan apa-apa lagi,” lanjut Mattis. “Ras pohon? Hutan Burblack?” Irhea merasakan adanya sedikit harapan. Kedua matanya mulai berbinar. “Tolong beri tahu aku di mana tempat itu,” pintanya dengan sungguh-sungguh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN