Sedari tadi Raline hanya diam, ia tidak berbicara satu kalimat pun sejak turun dari taksi hingga sampai di rumah mereka yang ada di New York. Wanita itu sama sekali tidak mood mengeluarkan suara karena ia masih kesal dengan Xavin yang membela ibunya, padahal jelas-jleas ibunya yang lebih dulu memancing emosinya, memang Raline itu patung? Memangnya Raline tidak punya hati? Memangnya Raline sesabara itu jika ada orang yang menghinanya? Raline Cuma manusia biasa, ia juga bisa marah dan kesal ketika ada orang yang meremehkannya, ketik ada orang yang menghinanya, apalagi menghina profesinya, Angela yang lebih dulu selalu memojokkan Raline, terus Raline harus diam saja dan berusaha sabar menghadapi mertua yang menyebalkan seperti itu? Maaf, Raline bukan malaikat yang hatinya bisa sesabar itu. Sekali lagi, Raline hanya manusia biasa.
Sedikit informasi rumah yang dibeli Xavin berada di tengah kota, sangat trategis dengan pusat perbelanjaan, tidak jauh dari tempat sekolah jika nanti Zio sudah mulai masuk sekolah. Rumahnya bagus dan mewah, jujur saja Raline menyukai rumah ini, ini adalah salah satu rumah impiannya. Di sini ia akan memulai hidup baru tanpa bayang-bayang Grace lagi, semua tempat tempat di rumah ini adalah miliknya, bukan lagi milik Grace, setidaknya Raline Bahagia ketika Xavin memutuskan untuk pindah ke New York dan memulai lembaran baru Bersama dirinya, walau ada Angela di antara mereka. Namun, meskipun ia menyukai rumah ini Raline sama sekali tidak ingin berkomentar apa-apa bahkan ia tidak menunjukkan rasa antusiasnya.
Setelah selesai menata pakaian dirinya, Xavin, dan Zio, ia pun bergegas untuk mandi, ia ingin berendam dengan waktu yang cukup lama, tidak peduli kalau nanti ia akan sakit atau bagaimana, yang jelas saat ini hatinya masih sakit benar-benar sakit, yang ia inginkan hanya mendinginkan badan dan kepalnya. Raline benar-benar tidak menangis, itu semua karena ia sudah Lelah dan muak dengan keadaan yang ia jalani saja, status istri yang tidak benar-benar menjadi seorang istri, ia marah dan kecewa jika mengetahui kalau suaminya masih mencintai istrinya yang telah meninggal, ia marah pada dirinya sendiri yang benar-benar tidak membenci Xavin. Raline benci sama keadaannya sekarang, ia tidak bisa memiliki rumah tangga seperti impiannya, ia ingin membangun rumah tangga seperti layaknya suraga yang selalu menjadi ekspektasinya sejak kecil, sekarang ia terjebak pada takdir yang benar-benar menyebalkan.
Raline berenedam sejak jam 4 sore, dan sekarang sudah jam 10 malam, itu artinya Raline sudah beredan di bathtub selema 6 jam, tetapi belum ada tanda-tanda kalau ia ingin keluar dari kamar mandi, ia masih betah dengan posisi itu meskipun kulit telapak kaki dan telapak tangannya sudah mengeriput dan melunak karena terlalu lama berendam. Sebenarnya Raline ini sejak kecil tidak bisa kena air yang terlalu lama ia akan mudah terkena sakit, ia tidak bisa-bisa hujan-hujanan maka ia akan langsung demam, pernah sekali saat SD ia main hujan-hujanan di sekolah Bersama teman-temannya, Raline jadi sakit seminggu. Apalagi saat ini ia sengaja berendam berjam-jam, bisa-bisa nanti jika Raline jatuh sakit, ia sama sekali tidak memperhatikan tubuhnya sendiri. Wajah Raline sudah terlihat pucat dan ia merasakan hangat pada kening dan wajahnya meskipun ia berada di dalam air, tetapi Raline sama sekali tidak peduli, tidak peduli kalau dirinya nanti benar-benar sakit.
Xavin yang sedang tertidur merasakan tenggorokannya kering dan haus, ia pun beranjak dari dari dapur untuk mengambil air putih. Lampu rumah ini sudah padam, tetapi ia tidak melihat tanda-tanda keberadaan Raline. Ia pun langsung Kembali ke kamarnya dan yang ia lihat hanya Zio yang tidur di ranjang. Ke mana Raline? Namun, ia mendengar suara air dari dalam kamar mandi, Xavin yakin pasti Raline ada di sana, ia pun segera menggedor-gedor pintu kamar mandi dan memanggil nama Raline, tetapi sama sekali tidak ada sahutan.
“Raline, aku tahu kau ada di dalam, buka pintunya dan keluar ini sudah malam, jangan berendam terlalu lama,” ujar Xavin dengan suara yang meninggi tetapi Raline sama sekali tidak menjawabnya, padahal ia bisa mendengar dengan jelas suara suaminya itu. “Raline, buka atau aku dobrak pintunya?” Lagi-lagi tidak ada jawaban, akhirnya Xavin pun langsung mendobrak pintu itu dengan mengerahkan seluruh tenaganya.
Setelah pintu terbuka dan ia bisa melihat dengan jelas wajah Raline yang sudah pucat dan hanya diam saja dengan tatapan kosong. Xavin menggeram kesal karena melihat tingkah Raline yang seperti ini, Xavin pun langsung mengangkat tubuh istrinya dan ia bawa ke ranjang. Raline tidak merespons apa-apa, ia hanya diam tak bersuara. Sang suami langsung mengambil handuk untuk mengeringkan tubub dan rambut Raline, kemudian ia mengambil baju yang hangat dan tebal ia pakaikan ke tubuh Raline.
Setelah selesai Xavin menempelkan tangannya ke kening Raline dan ia bisa merasakan kalau suhu Raline sangat panas. “Ra, jangan seperti ini lagi ya, kau menyakiti diri sendiri. Sekarang aku bikinkan teh, kau tunggu di sini.” Xavin pun langsung ke dapur untuk membuatkan teh hangat untuk sang istri, ia khawatir dengan kondisi Raline yang seperti ini, ia tidak mau terjadi apa-apa dengan sang istri.
Setelah selesai dengan tehnya, Xavin Kembali ke kamar dan memberikan ke Raline, tetapi Wanita itu menolak, ia tidak ingin meminumnya. “Ra, minum ya, biar panasmu turun, jangan buat aku khawatir.”
Mendengar kata khawatir, Raline langsung menoleh ke arah Xavin. “Bahkan kau tidak menyayangiku untuk apa kau peduli dengan kondisiku?” Raline benar-benar miris jika mengingat kejadian tadi sore yang Xavin lebih membela ibunya yang jelas-jelas salah, sedangkan Raline disuruh diam, padahal jelas-jelas Raline yang tidak menistakan.
“Ra, aku minta maaf. Maaf karena aku yang melukai hatimu, sekarang minum tehnya ya, aku tidak mau kau semakin sakit.” Xavin pun langsung mengarahkan teh itu ke mulut Raline dan mau tidak mau Raline pun membuka mulutnya.
Tanpa disadari air mata Raline menetes, ia sudah tidak bisa membendung air matanya. Dan Xavin pun langsung memeluk istrinya, dan membelai lembut rambutnya. “Aku minta maaf karena aku tidak bisa membelamu di hadapan ibu, maafkan aku yang justru membela ibu, dan maaf aku yang melukai hatimu. Kau tahu kan, aku orang yang punya ego tinggi, tapi demi kau, aku rela mengatakan kata maaf.” Ada rasa sesak yang Xavin rasakan ketika ia melihat Raline sakit dan menangis seperti ini karena dirinya, Ia pun melepaskan pelukannya dan menyeka air mata Raline. “Jangan menangis lagi ya.” Ia mengecup kedua mata Raline secara bergantian.
Malam ini Xavin terlihat perhatian dan manis sekali, tidak ada tatapan dingin seperti biasanya, kini Xavin bisa menunjukkan sisi lainnya di hadapan Raline. “Aku bukan istri dan menantu yang baik, aku minta maaf, aku minta maaf karena aku tidak bisa seperti Grace, aku minta maar karena—”
Xavin pun langsung memegang bibir Raline. “Kau itu istri yang baik, kau masih bertahan di saat aku yang berkali-kali membuat terluka dan menangis. Kau itu memiliki hati yang rapuh dan sensitive di balik egomu yang tinggi. Aku tahu itu, Ra.”
“Xav, aku menginginkanmu malam ini,” ujar Raline tiba-tiba.
Xavin menghela napas pelan. “Bukannya kau tidak mau melakukannya sebelum aku mencintaimu. Dan juga sekarang kau lagi sakit.”
Raline langsung beranjak dari tempatnya dan ia mengajak Xavin ke kamar sebelah karena di sini ada Zio, tidak mungkin mereka melakukannya di sini.
“Aku yang memimpin, aku mau menunjukkan betapa hebatnya seorang Raline di atas ranjang meskipun sedang sakit seperti ini,” ujar Raline dengan seringainya.
“Katanya kau tidak mau—”
Raline mengerucutkan bibirnya. “Kalau aku tidak memberikannya bagaimana bisa kau bisa mencintaiku? Bagaimana hubungan kita harmonis? Bukankah dalam rumah tangga yang dibutuhkan adalah berhubungan intim agar suami dan istri bisa lengket? Aku juga tidak mau kalau kau jajan di luar.”
Xavin terkekeh pelan. “Sekarang istriku sudah paham.”
Xavin pun langsung mematikan lampu kamar hanya ada lampu tidur yang menjadi penerang, setelah itu terjadi penyatuan malam yang Panjang di antara keduanya, tentu saja Raline yang memimpin meskipun keadaannya kurang sehat.
***