Raline, maaf karena aku yang memintamu untuk menjadi istri pengganti, aku terkesan egois ya menyuruhmu untuk menikah dengan pria yang tidak kau inginkan, tetapi aku melakukan ini semua karena aku percaya hanya kau yang bisa menjadi ibu terbaik untuk Zio. Aku tidak mempercayai Wanita lain yang membesarkan putraku. Aku rasa umurku sudah tidak bertahan lama, kelak saat aku pergi tetaplah menjadi ibu untuk Zio, jangan pernah terlintas di benakmu untuk meninggalkannya. Kau dan Xavin harus tetap Bersama untuk membesarkan Zio. Aku yakin kalian adalah partner hidup yang hebat.
Raline, maaf karena aku yang berpura-pura tidak peka atas perasaanmu, sebenarnya aku tahu kalau kau mencintai Xavin, lalu saat aku menikah dengannya kau berusaha melupakan Xavin, bahkan aku pun tahu kalau salah satu alasan kau pindah ke New York adalah karena kau yang berusaha menjauh dari aku dan Xavin, maaf karena aku menginginkan apa yang kau inginkan. Sekarang aku berikan Xavin untukmu, kau bisa memilikinya tanpa berbagi dengan Wanita lain.
Ra … Mungkin sekarang Xavin memang belum mencintaimu, tapi aku yakin suatu saat nanti dia akan mencintaimu, lebih dari dia mencintaiku, karena kau pantas dicintai, Raline, kau Wanita yang hebat. Aku beruntung dan bangga memiliki adik sepertimu.
Untuk Xavin, ikhlaskan aku jika napasku sudah tidak berembus lagi, tetaplah pertahankan hubunganmu dengan Raline, besarkan anak kita dengan sepenuh hati. Aku mencintaimu.
Sampai jumpa.
-G
Raline menahan sesaknya membaca surat terakhir yang ditulis oleh Grace. Ia telah kehilangan sosok kakak yang ia cintai dan sayangi, yang membuat Raline benar-benar menyesal adalah ia tidak datang di saat Grace memintanya untuk datang di saat terakhir hidupnya. Sekarang yang bisa Raline rasakan hanya penyesalan dan kesedihan, tetapi Raline berjanji pada dirinya sendiri kalau ia akan menjadi ibu terbaik untuk Zio, ia akan menjalani Amanah terakhirnya ini untuk menebus penyesalan Raline.
Xavin memperhatikan Raline dengan tatapan sendu, baru kali ini Xavin melihat Wanita itu bersedih, selama ini yang ia lihat Raline dengan sifat arogannya, di balik itu semua ternyata Raline tetaplah perempuan yang memiliki hati perasa.
Xavin mendekatkan dirinya kepada Raline dan mengelus punggung Wanita itu untuk menenangkannya, tiba-tiba muncul pertanyaan dalam benak Xavin. “Ra, apa benar kalau kau mencintaiku seperti yang tertulis dalam surat itu?” tanya Xavin. Selama ini ia tidak tahu tentang perasaan Raline, yang ia tahu mereka adalah musuh, karena setiap mereka Bersama yang ada hanya perdebatan, bahkan aura ramah itu tidak ada, tetapi di balik itu semua ternyata Raline menyimpan rasa untuknya.
Raline mengembuskan napas pelan, lalu menoleh ke arah Xavin. “Apa penting bahas itu sekarang, Xav?”
Xavin mengangguk. “Kalau kau mencintaiku, berarti tugas kau adalah membuat aku mencintaimu. Sekarang kita adalah suami istri, hanya kita tanpa orang lain, berarti sudah seharusnya kita saling mencintai, kan?”
Raline menatap matanya Xavin yang kini sedang menatapnya. “Apa kau yakin?” Raline terkekeh pelan. “Aku bahkan tidak yakin bisa membuatmu mencintaiku atau tidak, karena yang aku tahu kalau kau benar-benar mencintai Grace, dan mungkin di hatimu nama Grace tidak akan pernah tergantikan.”
Xavin meraih tangan Grace lalu menggenggamnya lembut. “Aku memang mencintai Grace, tetapi sekarang hanya kau yang ada di sisiku. Aku akan menempatkan Grace di ruang hati aku terdalam, dia punya ruang tersendiri, sedangkan kau, aku akan berusaha menempatkanmu di seluruh hidup dan hatiku.”
“Kau benar-benar Xavin? Sejak kapan Xavin bisa berbicara seperti ini?” ujar Raline dengan menampakkan wajah menggelikan.
Xavin mendelik kesal. “Kau ini ya benar-benar menyebalkan. Aku serius dengan apa yang aku katakan. Secepatnya kita akan pindah ke New York, di sini banyak kenanganku Bersama Grace, aku akan meninggalkannya agar aku tidak terbayang-bayang Grace lagi, lalu kita akan hidup Bersama di New York, aku akan mengurus kantor pusat di sana.”
Lagi-lagi Raline terkejut dengan ucapan Xavin yang tiba-tiba ingin pindah ke New York. Namun, tentu saja Raline senang, karena Wanita itu sudah jatuh cinta dengan kota yang membesarkan namanya tersebut. “Kau serius? Berarti aku bisa memulai karirku sebagai model, kan?”
Xavin langsung menggeleng. “Kau milikku, dan aku tidak mau berbagi milikku kepada orang lain, yang bisa menikmati tubuhmu hanya aku, aku tidak suka laki-laki lain menatapmu seperti singa yang kelaparan, atau orang itu akan aku bunuh dengan tanganku sendiri.” Xavin tidak main-main dengan ucapannya, ia akan semakin posesif dengan Raline, karena ini adalah salah satu risiko memiliki istri yang cantik yang banyak disukai oleh para pria.
Raline berdiri dari tempatnya, lalu menambil bantal dan melemparkan kepada suaminya itu. “Kau benar-benar menyebalkan Xavin, kau pria yang aku benci, aku membencimu.”
“Bukankah kau benci itu singkatan dari benar-benar cinta?”
Raline semakin kesal dan ia langsung keluar dari kamarnya dan tanpa sadar Xavin menampilkan seulas senyuman.
***
Raline melihat Zio yang kini duduk di atas karpet ruang TV seorang diri, bahkan ia mengabaikan mainan yang ada di hadapannya, entah apa yang dipikirkan oleh bocah tiga tahun itu, sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu. Raline pun langsung menghampiri Zio dan duduk di sebelahnya. “Zio, kenapa kau melamun? Apa yang sedang kau pikirkan?”
Zio menjawab dengan suara pelan, namun masih terdengar oleh Raline. “Aku kangen mommy, kenapa mommy secepat ini meninggalkanku? Apa karena aku nakal jadi mommy meninggalkanku?” Banyak pertanyaan yang muncul dalam benak Zio, ia masih belum benar-benar paham apa itu kematian.
Dengan penuh kelembutan ia mengelus kepala keponakannya yang sekarang menjadi anak sambungnya itu. “Dalam hidup ada yang namanya takdir, takdir dari setiap makhluk hidup sudah ditentukan oleh Tuhan, termasuk kematian, mau sekuat apa pun kita ingin bertahan, kalau kata Tuhan itu saatnya kita pergi ya kita akan pergi tanpa bisa dicegah, mau sebanyak apa pun uang yang kita miliki itu tidak akan bisa membeli nyawa. Jadi, mommy yang meninggalkan Zio bukan karena Zio nakal tapi itu memang takdir mommynya Zio, yang harus Zio lakukan adalah mendoakan mommy agar mommy Bahagia di surga. Dan Zio harus jadi anak yang baik biar nanti ketemu mommy di surga.”
Zio mengangguk dan menatap Raline dengan tatapan sendu, setidaknya ia sekarang bersyukur karena memiliki ibu pengganti yang menyayanginya. “Apa Mommy Ra tidak akan meninggalkanku dengan cepat? Apa mommy akan menyaksikan bagaimana aku dewasa? Apa mommy akan menyayangiku sebaik Mommy Grace menyayangiku? Apa Mommy Ra akan tetap Bersama Daddy?”
Raline mengangguk. “Tentu saja. Zio tidak perlu takut, meskipun tidak ada Mommy Grace, tetapi masih ada Mommy Raline.” Alasan Raline bertahan dengan Xavin bukan karena ia menginginkan hidup Bersama pria itu, tetapi ia hanya ingin menjalankan Amanah terakhir Grace agar menjaga dan mencintai putranya. Lagipula, ia tidak ingin melihat Zio tambah bersedih kalau tidak ada dirinya di hidup Zio.
Tanpa disadari sedari tadi Xavin memperhatikan dan mendengarkan interaksi antara Raline dan Zio, sekarang ia tahu kalau Raline tidak seburuk yang ia pikir, dalam diri Raline ia memiliki sifat keibuan dan ia yakin kalau Raline bisa menjadi ibu terbaik untuk Zio. Apa yang Grace pilihkan memang tidak salah.
***