Xavin benar-benar marah, ia marah karena Raline diperlakukan seperti itu oleh karyawannya sendiri, ia tidak suka apa yang menjadi miliknya diganggu oleh orang lain, bukan karena Xavin mencintai Raline, sehingga ia tidak mau siapa pun mengganggunya, tapi lebih kepada Xavin tidak suka jika sesuatu yang telah resmi menjadi miliknya berusaha diganggu atau direbut oleh orang lain, ia sama sekali tidak suka. Jika hal itu telah menjadi miliknya, maka dengan sebisa mungkin ia akan terus menjaga dan tidak akan membiarkan siapa pun mengusiknya. Dan kali ini kemarahan Xavin bukan hanya pada laki-laki tadi, ia juga marah pada Raline, ia membiarkan dirinya untuk diganggu oleh pria b******n tadi. Sorot matanya begitu tajam, ia marah, kesal, dan rasanya sekarang ingin membuat Raline mendesah di bawahnya dengan kasar.
“Raline! Aku tidak suka jika kau diganggu seperti oleh pria lain, yang hanya boleh mengganggumu hanya aku, kau tidak boleh keluar rumah tanpa seizin aku atau tanpa aku yang temani, jika kau keluar rumah kau jangan berdandan, dan jangan pernah mengenakan pakaian terbuka. Aku tidak pria berengsek di luar sana menatap kau seperti singa yang kelaparan. Kau paham?” ujar Xavin dengan emosi yang membuncah, uratnya sudah tercetak jelas, dan tangannya terkepal. “Besok, aku akan menjemput Zio di rumah ibu, kau bisa merawat dan menjaganya, agar kau tidak kesepian jika berada di rumah.”
Raline tidak suka dikekang, selama ini hidupnya bebas, sekarang untuk keluar rumah pun harus atas izin suaminya, benar-benar menyebalkan, kalau tahu hidupnya akan semenderita ini jika Bersama Xavin ia lebih baik menolak keinginan Grace untuk menikahkan mereka. Grace benci jika hidupnya terus diatur, ia tidak ingin hidup dengan penuh larangan, ia benci ketika ia harus hidup dengan seperti itu. “Xavin, kau ini sangat egois, kau membuat hidupku seperti hidup di penjara, aku tidak bisa hidup seperti yang kau mau, kalau kau tetap memaksa aku seperti itu, lebih baik kita berpisah, Xav. Aku tidak mau kau terus-terusan mengekangku, terlalu banyak larangan, yang pertama aku tidak bisa Kembali ke New York, yang kedua aku tidak bisa mengenakan pakaian sesuai yang aku mau, dan sekarang kau minta aku untuk tetap berada di rumah. Kau sudah tidak waras hah?” kesal Ralin dengan semua peraturan yang dibuat oleh pria yang tidak memiliki hati ini, ia tidak suka kalau hidup dalam penjara yang menyebalkan seperti ini, ia ingin bebas dan melakukan sesuai apa yang ia mau.
Xavin tetap menggeleng. Pria yang begitu keras kepala dan pada akhirnya Raline hanya akan tetap menurut dengan pria yang telah sah menjadi suaminya, andai saja ia bisa memutar Kembali waktu, ia tidak ingin menikah dengan Xavin dan ia akan memakai seribu alasan agar menolak keinginan Grace untuk menikahkan mereka. “Apa yang sudah menjadi milikku dan sampai pun akan terus menjadi milikku, Ra, termasuk kau. Karena kau telah bersedia menjadi istriku, maka sampai kapan pun kau akan tetap menjadi istriku.”
Raline mengembuskan napasnya. Hidup menjadi istri Xavin yang terkekang? Bukan kehidupan seperti itu yang Raline impikan, ia benar-benar tidak menginginkan kehidupan yang seperti itu. “Xav, tapi jangan kekang aku. Aku ingin bebas, biarkan aku tetap melakukan apa yang aku mau, yang terpenting aku tidak pernah lupa akan tanggung jawabku sebagai istri kau dan mommynya Zio. Aku tidak akan pernah lupa hal itu.”
Xavin mendekatkan bibirnya ke telinga Raline, lalu ia berbisik. “Kau harus menuruti semua perkataanku, tanpa terkecuali, jangan pernah membantah apa pun itu.” Lalu Xavin mendorong Raline ke ranjang. “Sekarang akan aku buat kau mendesah di bawahku.”
Raline menggigit bibir bawahnya, lalu menatap Xavin dengan tatapan penuh tanya. “Xav, aku ingin bertanya, apa kau mencintaiku?”
Xavin terdiam sejenak, lalu ia menggeleng. “Tidak, tentu saja aku hanya mencintai Grace, kau sekarang memang istriku, tapi bagiku kau hanya Wanita yang menjadi pemuas nafsku, ah lebih tepatnya kita adalah partner di ranjang, aku puas dan kau puas, kita sama-sama terpuaskan.”
Raline langsung mendorong Xavin, lalu menampar pria itu. “Persetan dengan keinginan Grace yang ingin kita menikah, tetapi sekarang aku muak, aku benci, aku tidak ingin lagi menjadi istri seorang Xavin, aku akan segera menggugatmu!” Raline pun beranjak dari tempatnya dan ia segera mengemasi semua barang-barangnya menggunakan koper besar.
Xavin berusaha menahan Raline, dan merebut Kembali koper tersebut, tetapi Raline tidak mau kalah, ia pun merebut Kembali koper tersebut dan menatap Xavin dengan tajam. “Lantas apa yang membuat aku harus bertahan? Kau ingin aku hidup dengan apa yang kau inginkan, dan aku tidak bisa hidup dengan pria yang tidak mencintaiku, aku tidak bisa menghabiskan seluruh sisa hidupku dengan seseorang yang hanya menganggapku sebagai partner ranjang. Aku butuh suami yang mencintaiku, dan aku ingin punya kehidupan seperti keluarga pada umumnya, bukan kehidupan seperti ini yang aku inginkan,” ujar Raline dengan menggebu-gebu, ia bukan Wanita yang tidak takut mengatakan apa pun yang ia inginkan. “Untuk masalah Zio, aku akan tetap menjaga dan merawatkan karena ia adalah keponakanku, kau tidak perlu khawatir. Mungkin aku akan membawanya ke New York, biarkan aku yang mengurusnya di sana.”
Xavin tidak lagi menghalangi Raline yang mengemasi pakaiannya. “Ra, apa kau mencintaiku?” tanya Xavin kali ini tidak ada amarah lagi yang terdengar.
Ralin menghentikan aktivitasnya sejenak lalu ia menggeleng. “Tidak, aku tidak mencintaimu.” Kali ini Ralin membohongi dirinya sendiri, jelas saja ia mencintai Xavin, tetapi ia tida ingin Xavin merasa menang dan semakin besar kepala, dan lagi pula ia akan belajar move on dari pria yang tidak bisa membalas perasaannya ini. “Lebih baik kau fokus pada kesembuhan Grace, buat istri yang kau cintai itu kembali sembuh, agar kau, Grace, dan Zio bisa Kembali hidup Bahagia.”
Setelah selesai mengemasi barang-barangnya itu, ia langsung keluar rumah tanpa diantar atau dihalangi lagi oleh Xavin. Raline berusaha tetap terlihat kuat dan tegar, padahal dalam hatinya ia hancur, ia tidak menangis bukan karena ia tidak hancur mendengar ucapan Xavin yang begitu menyakitkan, ia hanya berusaha agar dirinya tidak terlihat lemah di hadapan Xavin.
Dan Xavin masih termenung di kamarnya, ia memikirkan apakah dengan membiarkan Raline pergi dari hidupnya adalah keputusan yang tepat? Kemudian mata Xavin terarah kepada foto pernikahan dirinya dengan Raline yang berada di atas meja, mereka saling menatap dengan senyuman, seperti ada semburat cinta dari keduanya yang tanpa mereka sadari.
Sesaat setelah itu Xavin Kembali berpikir, tidak seharusnya ia membiarkan Raline pergi dari sisinya, akhirnya Xavin langsung berlari keluar rumah untuk menahan Raline agar tidak pergi, dan sialnya Raline telah menghilang.
“Sial,” umpat Xavin dengan perasaan kesal.
***