Setelah kejadian beberapa saat yang lalu, kini Fey telah tersadar akan apa yang telah dilakukannya. Berbagai kalimat umpatan dan kutukan dilayangkannya pada dirinya sendiri.
Dilain sisi ia juga merutuki perbuatan Orland yang dengan seenaknya menyuntikkan cairan yang membuat seluruh tubuhnya terasa terbakar mendambakan sebuah sentuhan. Sungguh itu sangat memalukan dan menjijikkan baginya. Ia kini tak ubahnya seperti jalang yang telah menggoda seorang pria untuk meniduri tubuhnya, menjamahnya. Sungguh ia merasa muak dan jijik pada dirinya sendiri.
Untuk yang kedua kalinya tubuhnya dijamah oleh seorang lelaki b******k yang telah merengut kesuciannya dengan paksa. Parahnya ia malah ikut serta menikmati segala sentuhan yang diberikan lelaki biadab itu. Mengapa Tuhan tidak turut serta merengut kehidupannya? Mengapa ia masih diberikan kehidupan dan menjalani segala penderitaan ini? Mengapa?
Karena ia lebih memilih mati dari pada hidup jika hanya untuk menjadi pemuas nafsu dari lelaki b***t yang telah mengurungnya kini. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan Fey, jika saja lelaki biadab itu tidak mengancam Fey dengan dalih akan mencelakai keluarganya, maka ia tidak akan segan untuk melakukan aksi bunuh diri lagi, sampai Tuhan mengijinkankannya untuk kembali ke sisi-Nya.
Lagi-lagi pintu kamar tempat Fey dirawat terbuka dan munculah sesosok dokter berusia paruh baya yang memeriksa kondisi Fey. Setelah selesai memeriksa kondisi Fey, dokter tersebut tampak membicarakan sesuatu dengan sesosok lain yang juga ikut serta masuk keruangan Fey. Samar-samar Fey mendengar kalau dirinya sudah diperbolehkan untuk pulang.
Dilain sisi ia merasa lega tidak lagi mencium bau obat-obatan yang membuatnya muak.
Tapi disisi lain ia merasa enggan untuk pulang. Karena sudah dapat dipastikan, bahwa ia tidak akan dipulangkan kembali ke rumahnya, melainkan ia akan dibawa dan dikurung di rumah lelaki biadab itu.
Tak lama kemudian suster datang dan membereskan segala peralatan medis yang melingkupi Fey, hingga Fey kini telah terlepas dari segala macam peralatan medis yang terasa menyiksanya.
"Anda sungguh beruntung, memiliki seorang suami yang tampan dan begitu perhatian pada anda." suster yang tengah membantu membereskan segala peralatan medis Fey secara tiba-tiba berkata dan membuat Fey mengernyitkan sebelah alisnya bingung.
Setelah mencerna perkataan suster tadi, Fey hanya bisa tersenyum sinis saat mendengarkan ucapan suster tersebut yang seakan memuji tingkah laku Arnold sebagai seorang suami idaman.
"Anda tahu, saat anda tidak sadarkan diri suami anda selalu menemani anda dan menanyakan kondisi anda. Sungguh suami yang perhatian."
Cih, suami? Jika boleh memilih, Fey lebih memilih tidak menikah dari pada harus memiliki suami semacam dia. Suster ini tidak tahu saja perlakuan b***t apa saja yang telah dilakukannya. Tentu saja dia selalu menemani Fey, itu semua dilakukannya karena dia takut jika Fey sampai melarikan diri atau pun mencoba bunuh diri lagi seperti waktu itu. Semua perlakuan baiknya di luar hanyalah sebuah intrik untuk menjebak Fey dalam kukungannya.
Fey hanya diam tak menanggapi perkataan suster tersebut, ia hanya bisa memasang wajah datar hingga suster tersebut keluar dari ruang rawatnya.
Akhirnya inilah saat bagi Fey untuk pulang dan sialnya seseorang yang akan menuntun Fey selama perjalanan keluar dari rumah sakit adalah lelaki biadab itu, Arnold Greyson.
Senyum miring terukir di sudut bibir Arnold saat mendapati tatapan tajam dan menusuk yang sengaja dilayangkan Fey kepada Arnold.
Arnold kembali membalas tatapan tajam Fey dengan kilat mata jenaka yang akhirnya membuat Fey memalingkan wajahnya ke lain sisi disertai dengan dengusan kesal.
"Jangan tampilkan ekspresi seperti itu sugar, karena itu hanya akan semakin menantangku untuk berbuat lebih padamu."
"Ayo pulang!" Arnold segera mengapit pinggang ramping Fey dalam kukungan lengannya.
Sebisa mungkin Fey mencoba melepaskan tangan Arnold yang melingkari pinggangnya dengan erat, tapi itu semua malah semakin membuat Arnold lebih mengeratkan pegangan tangannya pada pinggang Fey.
"Lepaskan tanganmu b******k!"
"Jangan memberontak, atau aku akan menciummu dengan kasar saat ini juga." Fey berhenti memberontak mendengar ancaman Arnold, bagaimana mungkin ia tidak berhenti memberontak jika saat ini mereka tengah berada di lorong rumah sakit yang ramai dengan orang-orang yang berlalu lalang.
Saat berbicara pada Fey jarak antara wajah Arnold dengan Fey begitu dekat, bahkan kedua hidung mancung mereka kini telah bersentuhan.
"Bagus! Jika saja ini bukan di rumah sakit, sudah kupastikan kau akan menjeritkan namaku di bawah kukunganku."
Arnold mencium sekilas bibir pucat Fey yang tetap terlihat menggiurkan bagi Arnold, sebelum kemudian menuntun kembali Fey kearah mobilnya di parkir dan melajukannya menuju kediaman pribadinya.
***
Ketika sampai di kediaman Arnold, Fey kembali dibawa menuju kamar yang sebelumnya ditempati Fey. Arnold terus menuntun Fey ke arah kamarnya, hingga ketika telah sampai di kamar Fey. Arnold segera mengunci dan mencium kasar bibir pucat Fey, sedangkan Fey yang tidak siap dengan serangan tiba-tiba terus memberontak dan memukul-mukul d**a bidang Arnold.
Suara ketukan pada pintu kamar Fey tetap tak mampu menghentikan Arnold dari kegiatannya yang tengah mencumbui Fey dengan ganas. Arnold terus mencium bibir Fey hingga membengkak dan secara perlahan ciumannya mulai turun ke leher jenjang Fey yang putih mulus.
Memberikan beberapa jejak berupa kiss mark yang tidak akan hilang selama beberapa hari.
Ketika tangan Arnold hendak berniat menyingkap blouse yang dikenakan Fey, lagi-lagi suara ketukan pintu yang semakin intens kini telah berhasil menghentikan kegiatan Arnold yang telah berada di atas Fey.
Dengan kesal Arnold pergi dari atas Fey dan membuka pintu kamar Fey dengan kasar, berniat mengumpat siapa saja yang telah mengganggu kegiatan yang hendak dilakukannya.
"Apa yang kau lakukan!" Arnold berkata dengan nada yang tajam menusuk, ditambah suara bassnya yang agak serak akibat tuntutan gairah yang belum dituntaskannya tadi membuatnya semakin emosi dan terlihat menakutkan.
"Maafkan saya Tuan, saya hanya ingin menyampaikan bahwa barang yang akan kita kirim ke-Indonesia mengalami hambatan dan nyaris tertangkap pihak berwajib yang sedang melakukan operasi di sana. Bahkan salah satu orang kita ada yang telah tertangkap dan tengah diintrogasi oleh pihak berwajib."
"Apa? Bagaimana bisa," Arnold mengusap rambutnya frustasi.
Sesekali anak buah Arnold melirik pada Arnold lebih tepatnya ke arah di sekitar area lehernya yang tampak jelas adanya bekas cakaran memanjang, bahkan sampai ada yang berdarah. Itu semua adalah perbuatan yang dilakukan oleh Fey sebagai bentuk perlawanannya atas perlakuan b***t yang dilakukan Arnold padanya.
"Pergilah, aku sendiri yang akan segera mengatasinya." Setelah berkata seperti itu anak buah Arnold segera beranjak pergi dari hadapan Arnold. Kemudian Arnold mengambil kunci dari saku celananya dan mengunci pintu kamar Fey untuk menghindari risiko agar Fey tidak kabur dari rumahnya.
Lalu Arnold segera menuju ke markas rahasianya untuk mengatasi masalah yang baru saja didapatinya.