8. Ilmu Amek Undoh

1177 Kata
Aksa mengucek matanya. Seketika menyadari kalau dunia sudah mulai terang. Semburat merah sudah terlihat dari ufuk timur. Ia bahkan hanya merasa tidur sejenak dan tiba tiba malam sudah berlalu. Badanya terasa sakit semua. Tak seperti saat tidur di atas tikar di rumah Kakek Monggo. Karena di rumah Kakek monggo, ada anyaman jerami yang ditumpuk di bawah tikar. Sedangkan di sini hanya batu yang dingin. Membuat punggungnya nyeri dan seperti masuk angin. Aksa segera beranjak melangkah menuju sungai. Mencuci mukanya dan seketika rasa dingin dari air sungai membangunkan bulu kudu di tubuhnya. Ah, rasanya ia ingin bergelut dengan selimut miliknya di rumah. Pagi ini, Aksa dan Kakek Monggo hanya mengambil beberapa buah pisang dan kembali melanjutkan perjalanan. Berjalan menelusuri sungai tersebut dan sesekali memetik buah yang tumbuh di pinggiran sungai. "Kita tak kembali ke jalan setapak yang kemarin kek?" Tanya Aksa mulai tampak bingung. "Tidak, sungai ini mengalir menuju danau." Jawab kakek Monggo menjelaskan. Penjelasan itu membuat aksa tertegun. "Kalau begitu, aku bisa berangkat ke kerajaan kambalang menelusuri sungai ini bukan?" Seru Aksa berpendapat seolah tengah menemukan jalan pintas. "Tidak bisa. Kamu akan tersesat." Sanggah kakek Monggo dengan yakin. "Kenapa begitu kek?" Sahut Aksa merasa seolah pemikirannya dipatahkan. "Sungai ini, bukanlah satu satunya sungai yang airnya mengalir menuju Danau. Ada banyak sekali sungai serupa yang akan membuatmu bingung dengan arah ujungnya." jawab Monggo menjelaskan. Aksa mengangguk mencoba untuk memahaminya. "Beda kalau kamu berjalan mengikuti arus yang mengalir, karena tujuannya cuma satu arah, yaitu danau di depan rumahku." Jelas kakek Monggo membuat Aksa paham akan hal tersebut. "Sepertinya akan sulit." Gumam Aksa pelan. "Tak ada yang sulit jika ada niat dan keinginan nak," Sambung kakek Monggo mengingatkan. Dan Aksa hanya terdiam setuju. Dirinya memang harus meningkatkan semangat dan keberaniannya. Dia harus mengingat janjinya kepada sang Mama. Aksa kembali memperhatikan Jalanan yang ia lalui. Dan benar saja ada beberapa sungai yang bercabang dan membentuk satu arus yang sama. Semakin ia berjalan cukup lama, ia lagi lagi menemui banyak anak sungai yang pastinya akan membuatnya lupa dengan awal sungai yang ia lalui. Bahkan ada juga sungai yang arusnya searah namun berpisah dengan yang lain. Aksa tetap paham kalau muaranya tetaplah di danau yang berada di dekat rumah kakek Monggo. Tepat pada tengah hari Aksa sudah mulai merengek pada kakek Monggo untuk memintanya istirahat sejenak. "Kalau kau sering istirahat, kau tak akan segera sampai ke tempat tujuanmu." Tegas Kakek Monggo pada Aksa. Cucu dari temannya yang menurutnya pintar namun lemah itu. Berkali kali Aksa menghembuskan nafas pasrah dengan jawaban Kakek Monggo. Ia berjalan gontai di bawah terik Matahari yang menyengat. Kalau begini ia akan lebih memilih berjalan di tengah hutan yang rindang. Nafas Aksa memburu, jantungnya berdetak sangat cepet. Ia bisa mati kalau saja memiliki penyakit jantung. Namun pada Akhirnya, kakek Monggo tetap tak tega pada Aksa. "Baiklah. Kita istirahat sebentar saja." Katanya saat menemukan sebuah pohon yang lebih tinggi dan bisa di gunakan untuk tempat berteduh dari panasnya terik matahari. Aksa yang tak berkata kata lagi, langsung memilih tempat duduk dan menyenderkan punggungnya di pepohonan. "Kau harus belajar ilmu pernafasan." Ucap kakek Monggo kemudian. "Untuk apa kek? Apa Aksa harus menyelam di dasar danau?" Jawab Aksa penasaran. "Bukan, tapi untuk menguasai ilmu Amek Undoh." Jawab kakek Monggo yang mendapatkan perhatian penuh oleh Aksa. "Ilmu Amek Undoh?" Beo Aksa tak mengerti. "Itu adalah ilmu agar kau bisa mengambil buah kelapa tanpa memanjat, ataupun mengambil buah pisang tanpa merusak pohonnya. Dan juga mencabut ketela tanpa mengeluarkan tenaga." "Wah," seru Aksa kagum. Ia ingin sekali bisa memiliki ilmu tersebut. "Tapi apa hubungannya dengan latihan pernafasan?" Lanjut Aksa masih penasaran. "Karena saat kau melakukanya, maka kau harus menahan nafas jika ingin berhasil." Jawab kakek Monggo yang di angguki oleh Aksa. "Oleh sebab itu kau harus semangat berjalan tanpa henti. Jangan terus mengeluh." Ucapan kakek Monggo seketika membuat Aksa langsung berdiri dari duduk santainya. "Ayo lanjutkan perjalanan kek!" Seru Aksa melupakan rasa lelah yang tadi sempat menderanya. Kakek Monggo tersenyum dan kembali melanjutkan perjalanan. Menapaki pinggiran sungai yang dari tadi tak kunjung bertemu muaranya. Dalam perjalanan, Aksa tak mengeluh lapar karena di pinggir Sungai banyak sekali buah buahan matang yang bisa ia makan. Mulai dari pisang, jambu,mangga, dan yang lainya. Dan saat senja sudah mulai berganti malam, mereka melihat luasnya danau yang bening. Aksa tahu itu danau yang ia tuju. Memang tak langsung tampak rumah kakek Monggo. Namun dengan melihat danau tersebut, Aksa yakin kalau sebentar lagi ia akan pulang ke rumah kakek Monggo. Tak butuh waktu yang lama sampai Aksa menemukan rumah kakek Monggo. Tak kurang dari 1 jam untuk menelusuri tepi danau. Dan Akhirnya Aksa bisa merasakan istirahat yang sesungguhnya. "Istirahatlah, tengah malam nanti, kau harus bangun dan belajar ilmu Amek Undoh di dekat danau." "Jam 12 malam?" "Apa itu jam 12?" pertanyaan Kakek Monggo membuat Aksa teringat kalau di sini tak ada jam dinding apalagi jam tangan. "Maksudku, kenapa harus tengah malam kek?" Ucap Aksa kemudian. "Karena di saat seperti itu, kau bisa dengan mudah menguasai ilmu tersebut." Jawaban Monggo masih belum bisa dicerna oleh otak Aksa. Namun tak ada lagi bantahan. Aksa hanya mengiyakan dan menurut. Yang terpenting sekarang dia ingin istirahat dengan nyaman. Melepaskan rasa lelah yang sepertinya sudah berkumpul di tubuhnya. Ah, sungguh kenikmatan. Bisa istirahat saat tubuh sedang dalam mode lelah tingkat terlemah. Tak butuh waktu yang lama untuk Aksa terlelap dalam tidurnya. Dan kegiatan ternyaman itu kembali terusik karena waktu. Aksa rasanya ingin mengumpat pada waktu yang bergerak terlalu cepat. Rasanya baru saja dirinya memejamkan mata. Tentu saja itu karena suara kakek Monggo dengan jelas memanggil namanya berulang kali. Dan Aksa benar benar butuh waktu untuk mengumpulkan kembali raganya, agar benar benar terlepas dari rasa kantuk yang sepertinya telah mengikatnya. Kini Aksa mengikuti kakek Monggo menuju Danau. Menuruti perintah yang meminta Aksa duduk bersila tepat di bawah pohon kelapa yang kemarin ia panjat. Entah apa yang Aksa rasakan. Ia merasa dirinya mendapat sebuah sengatan seperti aliran listrik yang hilang dalam sekejap. Ia segera menengadahkan tangannya seperti ingin menggapai buah kelapa yang seolah tingginya tak melebihi tubuhnya. Satu detik, dua detik, Aksa menahan nafas dan berhitung. Satu menit dan ia menghembuskan nafasnya pasrah. Tak ada buah yang tertangkap. Aksa lantas mengepalkan tangannya gemas. Namun seketika sebuah kelapa jatuh dari ketinggian tepat di depannya. Sedikit menyerempet dahinya yang terasa sedikit sakit. "Kau hanya perlu lebih memusatkan pikiranmu. Dan berilah aba aba pada pikiranmu saat kau memetik buah tersebut." Kakek Monggo meminta Aksa untuk mencobanya lagi. Tak ada lagi sengatan seperti sebelumnya. Mungkin itu adalah sebuah kekuatan yang ditransfer oleh kakek Monggo kedalam tubuhnya. Aksa mencoba kembali untuk memusatkan pikirannya. Dan melakukan arahan kakek Monggo sampai dirinya benar benar berhasil untuk mendapatkan 2 buah kelapa yang jatuh tepat di tangannya. Betapa bahagianya saat ia berhasil melakukan hal yang mustahil terjadi di tempatnya berasal. "Bisa nggak ya, aku melakukan ini di mini market deket rumahku?" Gumam Aksa yang kemudian menganggap dirinya berlebihan. Jangan berpikir pulang sebelum tujuanmu tercapai Aksa. Aksa sangat senang karena waktu yang dibutuhkan untuk belajar malam ini tidak lah lama. Sebelum sepertiga malam datang, kakek Monggo sudah menyuruhnya untuk kembali tidur. Hal tersebut yang membuat Aksa bersorak dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN