Setelah berhasil menguasai ilmu Amek Undoh pemberian kakek Monggo, keesokan harinya Aksa kembali mempraktekan kekuatannya tersebut. Ia menjadi lebih lihai untuk mengambil buah buahan lainya. Sedangkan kakek Monggo membiarkan cucu temanya itu untuk melakukan apa saja.
Siang ini, kakek Monggo ingin pergi ke suatu tempat dan meninggalkan Aksa di rumahnya sendirian. Hal ini sudah pernah ia lakukan dan ia hanya berpesan kepada Aksa agar tidak pergi kemanapun. Setidaknya Aksa tidak pergi jauh dari rumah.
Tidak melakukan apapun dan hanya sendirian di dalam rumah tentu saja adalah hal yang membuat Aksa bosan. Aksa kembali ke danau untuk sekedar mencari angin. Setidaknya ia berharap bisa merenungkan keadaanya sekarang. Mengambil buah kelapa pun tak lagi menjadi hal yang menyenangkan. Sejak tadi pagi ia sudah meminum 3 buah kelapa hijau. Dan sekarang ia tak menginginkannya lagi.
Sesaat Aksa mengingat sesuatu saat menatap pohon kelapa yang dulu pernah dipanjatnya. Aksa mulai mendekat dan perlahan mencari sesuatu pada batang pohon kelapa yang pernah ia pahat sebelumnya. Dan sesuai dugaannya. Sebuah kabel yang berwarna transparan menjalar ke atas.
Sejenak Aksa terdiam sebelum memutuskan untuk memanjat pohon kelapa tersebut untuk menelusuri asal kabel itu. Aksa begitu penasaran. Mengapa di tempat seperti ini terdapat kabel yang setahu Aksa itu hanya ada di jaman yang sudah modern.
Rasa penasaran Aksa yang tinggi, membuatnya rela memanjat pohon sampai setinggi ini. Ia bahkan tak berpikir bagaimana ia turun nanti. Aksa semakin yakin kalau kabel yang sekarang ia pegang, ujungnya ada di puncak pohon yang tingginya masih beberapa meter lagi dari posisi Aksa berada.
Dengan sisa sisa tenaga yang Aksa punya, akhirnya ia berhasil mendekati pucuk meskipun beberapa kali hampir terpleset. Karena pohon kelapa yang tak bercabang, membuat Aksa kesusahan saat ingin melihat ujung pohon tersebut. Banyak dahan keras yang tak bisa ia lalui.
S*al, kenapa juga ia tak membawa golok atau semacamnya. Aksa berusaha lebih namun nihil. Ia menarik kabel tersebut namun sayangnya kabel itu tertarik dengan mudah. Kemungkinan putus atau itu hanya kabel yang disangkutkan pada dahan pohon.
Aksa berdecak sebal. Merasa usahanya sia sia. Ia bahkan berniat turun sebelum melihat sekelebat benda yang tampaknya berkilap di atasnya. Aksa berusaha memutar posisi. Meski kesulitan ia berpikir. Dengan pandangan yang minim dari celah celah dahan, ia mengulurkan tangannya ke atas untuk mengambil benda tersebut.
Dan berhasil. Aksa menemukan sebuah benda pipih berwarna biru. Benda yang mengkilap dan Aksa jelas tahu apa nama benda itu.
Sebuah Sel Surya yang sering sekali ia gunakan saat menyusun Panel Surya.
Sel surya adalah perangkat elektronik yang menangkap sinar matahari dan mengubahnya langsung ke listrik. Ukurannya kira-kira sebesar telapak tangan orang dewasa, berbentuk segi delapan, dan berwarna hitam kebiruan. Dalam cara kerja panel surya, sel surya sangat berperan penting.
Aksa mencoba untuk menaikkan kepalanya. Mencari sesuatu yang ia yakini pasti ada yang lebih dari sekedar Sel Surya. Dan benar saja. Di sana terdapat beberapa panel surya yang tersusun melingkar di ujung pohon. Diikat dengan besi besi tipis yang sepertinya memiliki kualitas yang bagus. Entah sejak kapan benda-benda tersebut berada di tempat ini. Yang Aksa tahu pasti sudah sangat lama.
Sekuat tenaga, Aksa berusaha agar ia mampu melihat dengan bebas ujung pohon tersebut. Jantungnya berdetak sangat cepat. Nafasnya pun mulai memburu karena sangat pegal menahan tubuhnya di sana.
Aksa tetap tak mau menyerah. Ia berusaha untuk membuang dahan dahan kering sebisanya. Dan itu sedikit memudahkannya untuk melihat lebih tinggi. Dan benar saja ada beberapa buah baterai yang Aksa yakin itu untuk menampung daya listrik yang di hasilkan oleh panel Surya di depanya. Baterai itu tersusun dengan sangat tersembunyi di bawah pohon. Berlapiskan bahan plastik yang akan melindunginya dari panas maupun air hujan. Sungguh Aksa dibuat sangat penasaran. Siapa yang sebenarnya meletakkan alat tersebut.
Aksa memutuskan untuk segera memperbaiki letak kabel dan menyusunya dengan benar. Merangkai alat seperti ini bukanlah hal yang sulit baginya.
Tak butuh waktu yang lama, Aksa kembali turun dan mengatur kembali kabel tersebut agar bisa ia gunakan. Dan pastinya membuat kabel tersebut tak di curigai oleh siapapun.
Aksa kembali menelusuri kabel tersebut yang ujungnya berakhir di akar pohon. Menjalar pendek seperti akar yang tak berguna. Sebelumnya, Aksa bahkan tak menyadari kalau itu adalah sebuah kabel.
Aksa memanfaatkan waktu untuk membersihkan dahan pohon kelapa kering dengan menyeretnya. Lalu mengumpulkan di samping rumah kakek Monggo. Ia akan membuat alasan nanti.
Aksa kembali ke kamar dan mencari sesuatu yang ia bawa sebelumnya. Sebuah kabel yang kecil berwarna transparan. Aksa berniat pergi keluar untuk menyambungkan kabel tersebut dengan kabel yang ada di bawah pohon kelapa.
Aksa bertindak dengan sangat cepat. Membuat sambungan kabel tersembunyi dan mengarahkan pada kamarnya. Berhasil. Aksa tersenyum sangat puas. Seketika Aksa menyadari kalau ia telah menghabiskan waktunya untuk memasang listrik di kamarnya. Ia bahkan lupa makan siang. Dan sekarang ia sangat kelaparan.
Aksa berjalan menuju meja yang terdapat nasi dan beberapa lauk sisa sarapannya tadi pagi. Belum juga Aksa menyuap makanannya, kakek Monggo sudah datang membawa sesuatu yang di bungkus dengan daun jati.
"Hari sudah sore kau baru makan siang?" Tanpa salam dan tanpa basa basi Kakek Monggo segera menyita perhatian Aksa.
"Kakek?"
"Apa yang kau lakukan sampai lupa makan ha?"
"Tak ada kek." Jawab Aksa ragu membuat Kakek Monggo menyadari kalau Aksa sedang menyembunyikan sesuatu.
"Kau ini, di tinggal pergi bukannya melakukan hal bermanfaat malah tidur saja." Sela kakek Monggo merasa tebakannya adalah benar.
Aksa hanya menggaruk tengkuknya sambil menunjukkan deretan giginya yang putih. Dia tak ingin berdebat dan memberitahu tentang panel surya itu pada kakek Monggo. Alasannya karena ia sendiri belum mencoba menggunakan alat tersebut dan yang ke dua ia tak mau repot menjelaskan pada kakek Monggo tentang Panel surya dan cara kerjanya.
Aksa kembali mengunyah makanannya dan lagi lagi ucapan kakek Monggo menghentikan pergerakannya.
"Ini!" Ucap kakek Monggo menyerahkan apa yang ia bawa tadi. "Makanlah!" Tambahnya lagi membuat Aksa segera menerima barang tersebut.
Aksa membuka daun jati yang di buat sedemikian rupa hanya menggunakan kayu kecil atau lidi untuk menjepitnya. Dan banyak makanan bisa ditampungnya. Beberapa buah pisang dan makanan yang dibungkus daun pisang. Aksa langsung memakannya tanpa ragu.
" Dari mana kakek mendapatkan makanan ini?"
"Dari rumah teman yang sedang mengadakan acara pernikahan."
"Wah, kakek pergi kondangan dan tak mengajakku."
"Aku bukan pergi ke kondangan nak, tapi ke pernikahan anak dari temanku."
"Baiklah," Aksa bahkan tak mau berdebat dan menjelaskan apa itu kondangan. Ia lebih senang untuk menikmati makananya dan mengisi perutnya yang lapar.
Dan kakek Monggo pun tak menanyai hal lain pada Aksa. Hanya diam dan pergi ke bale tempat ia tidur untuk sekedar meluruskan punggungnya.
"Malam ini aku harus pergi ke Desa Tarung untuk menemui seseorang." Ucap kakek Monggo tiba tiba.
"Apa Aksa akan ikut?" Ucap Aksa seolah ingin sekali ikut. Padahal ia ingin tinggal di rumah karena selain ia lelah, ia ingin mencoba listrik penemuannya.
"Aku akan pulang setelah 2 malam di sana. Dan hari berikutnya, kau harus menyiapkan dirimu untuk berangkat ke kerajaan Kambalang."
Aksa mengangguk. Ia memang harus secepatnya melakukan perjalanan tersebut.
Dan seperti yang ia inginkan. Kakek Monggo akan meninggalkannya pergi untuk 2 malam. Ia bisa berkonsentrasi untuk menemukan hal hal baru di rumah ini. Dan mempersiapkan barang yang akan ia bawa nantinya.