Aksa menyisakan sedikit makanannya untuk persediaan ketika ia lapar di malam hari. Sebenarnya dirinya bisa saja memasak Mie ataupun makanan instan lainya yang ia bawa. Namun semua itu sudah ia siapkan untuk bekalnya saat melakukan perjalanan ke kerajaan Kambalang.
Sepeninggal kakek Monggo, Aksa tak lagi merasa bosan karena ia sudah memiliki rencana untuk melakukan hal yang ia tunggu tunggu.
Pertama yang Aksa lakukan adalah membenahi apa saja yang ia butuhkan agar bisa menghasilkan aliran listrik yang ia butuhkan. Lalu memastikan Aliran listrik mengalir dengan sempurna melalui kabel kabelnya.
Sebenarnya Aksa masih belum yakin, karena panel surya di pasang hanya sebentar sebelum sore. Kemungkinan belum banyak cahaya yang di tangkap oleh panel tersebut. Namun setidaknya Aksa mencoba terlebih dahulu.
Namun, tak di duga bahwa lampu yang ia sambungkan dengan aliran listrik itu bisa menerangi kamarnya.
Pertama, tujuan Aksa memang membuat ruangan gelap itu menjadi terang. Selanjutnya ia akan memikirkan untuk membongkar isi tasnya dan memastikan kalau semua alatnya bisa berfungsi dengan baik.
Aksa ingin sekali membawa semua barang dan alat alat penelitiannya kemari. Namun ia hanya akan membawa alat dan barang barang yang ia butuhkan untuk berpetualang saja.
Aksa mulai mengecek satu persatu peralatannya seperti pesawat drone miliknya yang ukuranya tak lebih besar dari kakinya. Lalu sebuah robot serangga pengintai miliknya. Semuanya ia coba dan masih berfungsi dengan sangat bagus.
Satu hal yang membuatnya hampir menyerah. Yaitu mengaktifkan signale hp agar mampu terhubung dengan dunianya. Ia masih belum menemukan cara tersebut.
Aksa kembali menyusun semua barang Baranya setelah memberikan banyak sekali baterai cadangan. Akan tetapi ia masih membutuhkan banyak energi matahari untuk baterai yang lain. Mungkin besok dirinya bisa melakukanya kembali. Berharap saja besok siang udaranya sangatlah panas.
Aksa melihat jam tangan miliknya. Hampir tengah malam dan ia merasa lapar. Aksa memilih untuk keluar kamar dan mencari pisang yang ia tinggalkan di meja tadi sore. Dengan mudah ia menemukanya karena senter yang ia pegang tak perlu membuatnya susah susah meraba kegelapan.
Setelah menuntaskan rasa laparnya, ia memutuskan untuk kembali mendekati pohon kelapa di luar rumah.
Aksa kembali penasaran karena ada empat pohon yang tinggi di sisi rumah. Satu persatu ia memeriksa pohon pohon tersebut untuk menemukan hal aneh yang kemungkinan saja terjadi. Sebenarnya bukan aneh sih. Tapi mencurigakan.
Dan benar saja. Ia bisa menemukan kabel yang terputus di setiap akar pohon. Pertama pohon durian yang belum berbuah. Dan pohon pete yang sedang menunjukkan tanda tanda akan berbuah. Lalu yang terakhir adalah pohon mahoni. Semua pohon itu tinggi. Namun setidaknya semua pohon itu memiliki cabang yang akan memudahkannya untuk memanjat ke atas. Namun karena sudah malam, Aksa lebih memilih satu kabel dari ketiga kabel yang baru ia temui untuk ia sambung ke kabelnya. Ia menyambungkannya ke kamar melalui celah kecil dari kayu yang merupakan dinding kamarnya. Seperti sebelumnya. aksa pikir itu sama dengan kabel dari Panel surya. Namun bukan. Ia masih perlu menelitinya untuk besok pagi.
Dan sekarang ia memutuskan untuk kembali tidur dan mematikan cahaya yang menerangi kamarnya.
***
Keesokan harinya, Aksa terbangun tepat pukul enam pagi sesuai jam yang ada di jam tangan miliknya. Aksa tak pernah memakai jam tangan miliknya karena ia tahu kalau itu akan membuat kecurigaan pada orang yang memakainya.
Aksa kembali mengumpulkan kesadarannya dan segera bergegas menuju samping rumah untuk membasuh muka dengan gentong yang kakek monggo namai Padasan.
Ia melihat sekeliling rumah yang masih sepi. Pukul enam pagi masih belum ada cahaya matahari di sini. Atau entah Aksa yang tak tahu di mana letak arah timur. Aksa memilih memakan Roti dari pada keluar rumah untuk membeli makanan, meskipun kakek Monggo telah meninggalkan beberapa uang logam sebelum dirinya pergi. Ya, di sini masih menggunakan koin logam yang bahkan Aksa tak pernah melihat sebelumnya. Sebuah koin yang bentuknya bahkan tidak bundar sempurna malah lebih ke persegi enam dan tengahnya ada lubang seperti donat.
Aksa bergegas menuju empat pohon di sisi rumah yang lain untuk meneliti kembali apa yang ditemukan tadi malam.
Aksa memanjat satu persatu pohon tersebut. Ada penangkal petir di pohon durian. Dan Aksa kembali dikejutkan saat memanjat pohon mahoni yang rindang. Sebuah besi yang menjulang tinggi yang Aksa yakin kalau itu tak akan terlihat jika dari bawah. Aksa kembali mengamati. Terlihat silau karena memang letaknya sangat tinggi. Ada sebuah antena kecil yang ia tahu sebagai penangkap signale. Lagi lagi Aksa bersorak senang. Tak sia sia dirinya memanjat satu persatu pohon tersebut. Semua ia perbaiki dan ia hubungkan dengan kabel. Untung saja ia membawa semua alat alat yang ia butuhkan untuk memperkuat signale Hp miliknya.
Setelah kembali ke kamar, ia mengecek kembali handphone pintar miliknya. Bahkan pesan yang kemarin ia kirim ke ibunya masih dalam status gagal kirim. Aksa melakukan panggilan ke mamanya dan tak bisa terhubung. Ia hampir putus asa sebelum ia mencoba panggilan ke handphone miliknya yang lain. Dan berdering. Ia bisa melakukan panggilan dalam rumah tersebut.
Aksa memandang dengan seksama pada ke tiga handphone yang ia bawa. Banyak sekali pertanyaan yang ingin ia ajukan untuk mendapatkan jawaban. Namun ia sendiri tak tahu harus bertanya kepada siapa.
Lagian, siapa yang memasang alat alat moderen di tempat kuno seperti ini. Jangankan signale hp dan panel surya. Cermin saja tak ada yang tahu.
Argh, Aksa benar-benar pusing saat memikirkannya. Ia mengaktifkan semua ponselnya dan berniat akan meninggalkan satu untuk kakek Monggo. Itu akan sangat berguna waktu perjalananya nanti. Jika ia ingat.
Aksa mengamati lagi ruangan yang hanya ada satu tempat tidur dan juga satu Almari usang yang besar. Almari itu terlihat sudah berumur namun memiliki gaya estetik tersendiri dengan ukiran-ukiran yang terlihat mahal. Aksa mencoba mendekati Almari tersebut dan membukanya. Tak ada hal yang menarik. Ada setumpuk pakaian bersih yang Aksa tahu kalau ia memakainya ia akan terlihat seperti pendekar. Lalu di sap bawah ada tatanan gelas yang terbuat dari bambu dari ukuran kecil sampai ukuran besar. Lalu bagian bawahnya lagi, banyak tumpukan piring yang terbuat dari tanah liat. Beberapa gentong dengan 3 ukuran berbeda.
Aksa akan menutup pintu sebelum ia melihat sekelebat benda yang tersembunyi di dalam gentong kecil. Aksa mengambilnya dan mendapati sebuah solder. Lagi lagi Aksa berpikir keras. Ia memastikan kalau yang membuat Panel surya dan Antena di atas pohon pernah tinggal di ruangan ini. Namun kenapa Kakek Monggo tak menjelaskan apapun padanya. Apa kakek Monggo tak tahu apa apa dengan semua ini?
Ia benar benar membutuhkan banyak waktu untuk mengetahui apa saja yang ada di rumah ini. Rumah dengan ke empat sisi dan kakek Monggo selalu menyebutkan bawa ke empat sisi rumahnya adalah depan rumah.
Aksa beranjak dari kamarnya. Ia memeriksa semua pintu rumah yang lagi lagi membuatnya terperangah. Kedua pintu yang belum ia buka sama sama menyimpan kesimpulan yang berbeda. Pintu sebelah kanan yang ia buka memperlihatkan sebuah hutan tanpa danau. Tak ada pohon rindang. Hanya sebuah kandang ayam yang tampak jelas di depannya.
Lalu di sisi lain ada sebuah jalanan setapak yang di ujungnya terlihat sebuah kedai makan yang terlihat ramai. Aksa kembali menutup pintu rumah dan duduk di dekat meja ruangan. Ia mengedarkan pandanganya ke semua arah. Ini benar benar membuatnya berpikir keras.
Ia sudah tak sabar menunggu kepulangan Kakek Monggo dan menanyakan semua hal yang ada di tempat ini. Beserta penemuan-penemuan yang ia dapatkan.