COLD WEDDING - EP04

1740 Kata
Seperti biasa, Arka kembali berkutat dengan dokumennya. Laki - laki tersebut mengecek satu per satu dengan teliti. Matanya menjamah kata per kata dalam laporan tersebut. Alisnya terangkat menandakan ada suatu hal yang tak beres. Arka memijat tengkuknya, dan kemudian memanggil sekertarisnya, Anya. "Anya, datang ke ruangan saya sekarang!" kata Arka. Tidak lama setelah panggilannya terhubung, pintu ruangan Arka terketuk. Wanita dengan rambut hitam, berpakaian rapi, mendekati Arka dengan sopan. "Permisi, Pak Arka memanggil saya?" Dengan kasar Arka melempar laporan didepan sekretarisnya. Mata elang Arka, mengintimidasi wanita yang berdiri di hadapannya. "Laporan seperti ini yang sampai ke tangan saya?" ujarnya, sambil mengangkat laporannya setinggi bahu. Pria itu menggoyangkan map yang dia pegang, berakhir membantingnya di atas meja. "Lihat pakai mata kamu. Apa yang saya minta, apa yang saya tidak minta, Anya." Anya menggigit bibirnya takut. Arka memang terkenal sangat kejam. Hanya kata 'maaf' yang mungkin bisa menjadi tameng penyelamat dirinya. "Mohon maaf Pak, atas kelalaian saya," ucap Anya sambil menundukan wajah, tak berani menatapnya. "Jika dalam setengah jam revisi tidak sampai ke tangan saya. Saya akan mengirim surat resign kamu." Anya yang mengerti ucapan Arka dengan takut mengambil dokumennya kembali. "Baik pak. Saya akan memperbaiki laporannya, saya mohon undur diri." ucap Anya sambil berlalu dari ruangan Arka. Memikirkan urusan kantor membuat kepala Arka hampir pecah. Belum lagi ditambah Alea yang setiap hari mengganggunya membuat Arka naik darah. Anya yang mendapat omel dari Arka, menghela napas setelah keluar dari ruangan Arka. "Sumpah pala nyut - nyut- an, kena omel dari Pak Arka." "Ya elo sih. Udah tau Pak Arka perfectionis, pakai acara nggak ngeh- sama apa yang dia minta," ujar pria berkacamata. "Ganteng sih ganteng, pedesnya buat nggak tahan." Begitu lah gambaran seorang Arka, pada karyawannya. Tampan, tapi ganas. Kalau tak ingin di hempas, harus siaga. Cukup cepat, Anya- sekretaris Arka untuk merevisi laporannya, tiga puluh menit sudah selesai. Anya, kembali menuju ke ruangan Arka dengan laporan baru. Dia menghela napas, menyiapkan mental sebaik - baiknya, dan kemudian mengetuk pelan pintu ruangan Arka. "Permisi pak, rekapan yang bapak minta sudah saya revisi," ucap Anya sambil menyerahkan dokumennya ke meja Arka. Arka mengambil dokumen tersebut. Dibacanya laporan tersebut tetapi masih tidak benar. Pria itu memejamkan mata dan bergerak membuka mata menatap tajam Anya. "Begini yang kamu sebut revisi?" lempar Arka ke meja dan bangkit dari kursinya. Anya yang takut hanya diam menunduk mendengarkan Arka. Dia meremas kedua tangannya sebagai mengurangi ketakutannya. "Astaga Anya, coba cek kembali data dua bulan yang lalu. Bandingkan rekapan datanya. Berikan hasilnya ke saya segera!" "Eng- ini masih salah, Pak?" "Kamu mau saya pecat?" Anya menggelengkan kepala. Dia menyengir, "Eh, nggak kok Pak. Iya- iya, saya perbaiki. Terimakasih, Pak." Saat hendak berbalik tubuh Anya tidak seimbang. Gadis itu mendadak oleng, dan mengakibatkan terjatuh. "Aaa!" jerit Anya. Untung dengan sigap Arka membantu menangkap tubuh gadis itu. Manik mata mereka bertemu. Alea yang kebetulan menyelonong masuk ke ruang kerja Arka terkejut. Wanita itu melongo, "Oh my baby, Arka!" Dengan kesal, Alea kemudian melempar paper bag ke lantai. Dia maju, mendekati Arka yang sedang memeluk Anya- posisinya, dan dengan satu tarikan melerainya. "Ih nggak ada yang boleh peluk Arka, selain aku!!" Anya dilerai dengan kasar, bahkan wanita itu di jambak membuat sekretaris Arka menjadi kesakitan meringis. "Aw- aw, sakit Bu Alea. Sakit, ampun!" Alea menghempas Anya dengan kasar. Dia menatap tidak suka kearah wanita itu. "Berani sekali kamu menggoda cowok orang. Nggak punya malu banget ya kamu." Anya terkaget, "Loh, saya nggak godain Pak Arka, Bu. Tadi hanya insiden saja, saya hampir jatuh, dan Pak Arka kebetulan bantu saya jadi saya nggak jatuh, Ibu." "No! Mana ada wanita yang menggoda itu mengaku. Kamu itu gatel banget jadi sekretaris Arka! Tau sendiri, nggak ada yang boleh deketin, Arka!" "Saya nggak deketin Arka, Bu Alea. Lagian Ibu juga bukan siapa - siapa Pak Arka, kenapa harus ngamuk - ngamuk sih!" ujar Anya- yang sudah terpancing emosi. "Alea cukup!" Arka geram mendengarkan perdebatan yang tak penting antara keduanya. Dia menatap tajam Anya, "Anya, kamu lebih baik kembali, dan untuk kamu Alea, kamu pergi dari sini. Ini kantor bukan tempat bermain!" Alea berdecih, "Kamu biarin karyawan penggoda ini begitu aja? Miris ya, kerja jaman sekarang nggak pakai otak tapi pakai tubuh!" Anya tidak terima di tuduh. "Enak saja Ibu kalau bilang. Saya, nggak seperti itu. Oke, kalau pun saya murahan, Ibu Alea sendiri apa? Mengejar cowok yang sudah tidak respon, nggak tau malu. Harusnya yang berkaca disini Ibu, bukan saya." Alea mengepalkan tangan. Dia akan melayangkan tamparan untuk wanita itu, namun... tangannya di cekal oleh tangan lainnya. Alea membelakan mata, dan menatap tidak percaya. Arka, menahan tangannya agar tidak menampar wanita itu. "Arka! Kamu-" "Saya sudah katakan, cukup Alea. Cukup! Ini kantor saya, saya berhak melakukan apapun termasuk meminta maaf!" Arka menghempaskan tangan Alea kasar. "Minta maaf." Alea terbelak, "Apa? Aku nggak salah! Kenapa aku harus minta maaf?!" "Minta maaf, Aleana Kenya," ujar Arka dengan penuh penekanan. Anya yang mendengarnya tersenyum licik. Dia merasa jika Arka berpihak padanya bukan wanita sombong tersebut. Alea, wanita itu berdecih melirik ke arah Anya. Sudah jelas terlihat, wanita itu mengolok dirinya. Dia tidak terima, dengan sekali tarikan, Alea menggapai rambut dan terus menjambaknya. "Dasar perempuan penggoda! Kamu pikir Arka belain kamu?! Jadi kamu besar kepala ha! Aku nggak bakal minta maaf sama kamu ya... nggak usah besar kepala!" "Astaga, sakit- aw sakit!" Arka yang geram melihat tingkah Alea, kemudian menarik tangan wanita itu untuk menjauh dari Anya. Ditariknya tangan mungil Alea keluar ruangannya. Banyak karyawan Arka yang melihat pria itu menarik paksa Alea. Merasa menjadi pusat perhatian, Alea menepis tangan Arka dengan kasar. "Kamu mau bikin malu aku didepan karyawan kamu?!" "Kamu sendiri yang membuat diri kamu malu Alea." "I'm not!" "Yes, you are." Wanita itu masih tidak percaya. Arka mempermalukannya didepan banyak orang untuk membela sekertarisnya. Matanya berkaca - kaca. Ditatapnya wajah dingin Arka. Tak adapun rasa bersalah diwajahnya. Sakit, kecewa, marah. "Oke, kamu bisa lakuin apapun yang kamu mau. I hate you, Arka!" Alea mendorong tubuh Arka dengan kesal. Dia segera pergi keluar dari kantor Arka dengan mata yang berkaca - kaca. Arka yang melihat Alea hanya diam. Dia kembali masuk ke dalam rungannya. Anya tersenyum melihat Alea yang di usir. Anya terdiam, dan berdehem. Arka menatap Anya sejenak, dan santai mengatakannya. "Kamu saya pecat." Anya tergugup meresponnya. "Pak, saya-" "Saya tidak butuh karyawan tidak kompeten seperti kamu! Sekarang kamu angkat kaki dari kantor saya!'' Arka meninggalkan Anya yang mematung ditempat. *** Alea masih terdiam di dalam mobil. Tangan mungilnya, melampiaskan emosi memukul stir mobil. "Arka jahat! Jahat! Bisa - bisanya, belain wanita jahat itu di bandingkan aku." Wanita itu memukul stir kencang. Dia merasa tidak suka, dan kesal. Mobilnya dia hidupkan, dan kemudian pergi dari sana. Menempuh tiga puluh menit, dia akhirnya sampai di mansion- nya. Dengan kesal, wanita itu meng- hempaskan tubuhnya di sofa. Dia menyusupkan kepalnya di bantal sofa dengan kaki yang menggocang kencang. Edgar, yang baru saja turun melihat wanita itu mengerutkan kening. "Tumben udah sampai di sini. Biasanya keluyuran ngapelin Arka mulu." Alea mendengus kesal. Tak ada angin, tak ada hujan, wanita itu menangis kencang. "Hua... Arka jahat! Hiks hiks." Edgar duduk di sofa, dan mendengus. "Arka lagi? Kenapa sih? Tiap hari Arka mulu yang di bahas, bosen." Alea merubah posisi menjadi duduk. Wajahnya masam di tekuk. Dia menatap Edgar dengan mata yang basah karena menangis. "Arka jahat hiks hiks. Ngusir Alea dari kantornya. Belain cewek gatel, Bang." Edgar memutar bola matanya. Dia berakhir mengulurkan tangannya dan menepuk kepala Alea lembut. "Udah nggak usah nangis, cengeng amat adik Abang." Tangan Alea, mengusap kasar air matanya. Dia menghela napas panjang. "Masalahnya Alea takut." "Takut?" "Arka benci Alea." Edgar pun langsung menoyor kepala wanita itu, setelah mendengar penuturannya. "Dasar. Udah diginiin tetep suka sama Arka?" tanya Edgar tidak percaya. "Alea kan cinta sejatinya Arka Bang." Edgar menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Yaudah lah, pusing mikirin percintaan kamu. Abang mau ke kedai, nih. Kamu mau ikut nggak?" Rautnya yang sedih berubah seketika. Dengan mata yang berbinar wanita itu pun mengangguk-anggukkan kepalanya. "Mau!" *** Kedai Ice cream Dengan menggenggam lengan Edgar, Alea memasuki kedai ice cream dengan semangat. Semua orang memperhatikan mereka. Edgar- sang pemilik kedai yang terkenal tampan, dan Alea- sang adik yang sangat cantik, membuat tatapan memuja hadir pada keduanya. Es krim adalah favorit Alea, selain Arka- nya. Keduanya mengambil duduk di ujung. Edgar pergi untuk mengecek kedai bagian dapur. Tinggallah Alea sendirian duduk di ujung. Mata lentiknya mengamati kedai milik Edgar, yang sangat ramai. "Rame juga ya kedai Bang Edgar. Bukan kaleng - kaleng." "Alea!" Suara seorang wanita berteriak membuat Alea- mencari sumber suara yang memanggilnya. Matanya menyipit untuk melihat siapa wanita jauh dari- nya yang melambaikan tangan. "Silla?!" Wanita itu mendekat. Dengan heboh mengambil duduk di dekat Alea dengan menyengir kuda. "Hey!" "Lo ngapain di sini? Stalker- in Abang gue ya?" Silla mendadak malu. Dia lalu menggelengkan kepalanya langsung. "Eng- enggak! Gue lagi nunggu sepupu gue, Lea. Dia balik dari luar negri. Kebetulan memang janjiannya di sini, yang paling deket sama air port." Saat keduanya asik berbincang, Edgar datang dengan membawa beberapa es krim. Matanya sempat terbelak, melihat wanita yang duduk di sebelah adiknya. "Silla?" Silla menoleh, mendapati Edgar =berdiri di sampingnya. "Eh Bang Edgar?" Alea yang melihat Abangnya, menarik duduk di depan mereka. "Duduk kali Bang," ujar Alea. "Kebetulan banget ya bisa ketemu lo sama Bang Edgar." "Lagi janjian sama orang?" tanya Edgar pada Silla. Silla mengangguk, tersenyum tipis. "Iya Bang. Janjian sama sepupu." Alea tersenyum dan menyodorkan es krim kepada Silla. "Nih di traktir Abang gue." Silla melihatnya tertawa kecil, "Eh, nggak usah. Jadi nggak enak." "Udah nggak papa. Abang gue kaya kok. Usahanya dimana - mana haha." Silla tersenyum mendengarnya, "Makasih ya Bang." Edgar pun menganggukan kepala. "Iya, santai aja." Silla curi - curi pandang melihat Edgar. Dia, memang menyukai Edgar sejak dulu. Bahkan, Alea tau dia menganggumi Edgar dalam diam. Terkadang pun Alea yang jahil, mencoba menjodoh - jodohkan Edgar dengan Silla. Tentunya senang, namun susah dalam mendapatkan hati Edgar. Dret! Ponsel milik Edgar berbunyi, pria itu memutuskan untuk mengangkat menjauh dari sana. Kepergin Edgar membut Alea menatap Silla dengan lekat. "Woy!" Silla mendongak, "Apa?" "Lo masih suka kan sama Abang gue?" "Iya. Terus?" "Ya, berusaha dapat- in dong. Jangan cuma diem mulu. Memang cinta datang karena bahasa batin? Kan enggak dong." Silla, wanita itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Bingung harus menjawab apa. "Terus gue harus gimana coba? Lo tau, gue nggak se- deket itu sama Bang Edgar, Lea." "Tenang aja! Ada gue. Everything is gonna be oke, besti."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN