COLD WEDDING - EP03

1994 Kata
Dengan sedikit kesulitan, Alea menggelung rambut dengan tangan kotor miliknya. Edgar pun yang melihat menghampiri dan mengambil alih karet gelang milik Alea. "Eh?” Alea yang terkejut pun refleks memutar badannya. Dilihat sang Kakak sedang membantu menggelung rambutnya. "Diem dulu Lea,” dengan sedikit mendorong kepala Alea, wanita itu kembali lurus kedepan. Alea pun yang paham hanya diam sambil menunggu Edgar menyelesaikannya. "Nahh, udah selesai." Wanita itu, kemudian meraba bagian rambut yang digelung oleh Edgar. Dengan raut kesal, dia berbalik menatap jutek Edgar. "Astaga Abang, rambut Lea Abang apain? Kuncirnya kenceng banget lagi. Gimana coba nanti bukanya?” "Buka tinggal buka lah. Harusnya kamu jangan ngomel. Ucap terimakasih kek, udah di bantu juga,” kata Edgar sambil bergeser menuju kulkas mengambil sebotol air dingin. “Ya tapi kan, Alea nggak minta bantu. Abang sendiri yang nongol terus nganuin rambut Lea.” Dari jauh, seorang wanita datang menghampiri keduanya. Keduanya yang sedang berdebat berhenti, berganti menjadi aduan. "Lihat nih Mah. Gara - gara Bang Edgar. Rambut Alea jadinya di giniin.” "Mana ada, niat Edgar cuma ngebantu kok. Dia aja yang lebay, Mah.” Alea berdecih, “Lebay gimananya. Orang Abang juga yang memang nyebelin.” Amita- sang Mamah hanya diam mendengar keributan yang ada. Dia menghela napas, dan kemudian berusaha menengahi. “Udah ah, nggak baik ribut seperti ini. Kamu juga Edgar, nggak usah ganggu adik kamu.” “Kok jadi ganggu? Kan Edgar nggak nge- ganggu sama sekali. Jadi kena salah ih, rupa - rupanya.” “Abang. Jangan ganggu adiknya. Mending kamu ikut Papah ke rumah sakit,” ujar seorang pria tiba - tiba datang. Amita menoleh, mendapati suaminya yang berdiri tak jauh dari sisinya. “Nah, bener tuh kata Papah kamu. Mending kamu bantuin Papah ke rumah sakit, Gar. Dari pada ribut sama adik kamu.” Edgar memutar bola matanya, “Abang dari awal nggak tertarik dengan rumah sakit. Papah tau kan?” “Belum juga di coba.” “Nggak deh, skip.” Alea mencibir sang Kakak, “Halah, bilang aja Abang itu mau seneng - seneng. Udah tua juga, bukan bantuin Papah masih aja main cewek.” Edgar tertawa mendengar penuturan sang adik. “Masalah? Bebas dong, Abang cakep gini. Sah - sah aja lah.” “Abang...” peringatan Amita. “Umur kamu udah matang, harus cari yang serius Abang. Mending kamu cari yang terbaik terus di kenalin ke Papah Mamah.” Mendengar nasihat sang Papah, Edgar mendengus. “Iya. Nanti ada saatnya kok, Edgar bakal kenalin cewek Edgar ke Papah Mamah, nggak usah terlalu ribet. Saat ini Edgar masih mau fokus ke kerjaan Mah, Pah.” Alea memenye - menyekan bibirnya. “Bulshit! Buaya kok di percaya.” Edgar melotot dan akan melayangkan toyoran di kepala sang adik, tapi Amita melerainya. “Edgar. Udah jangan ribut lagi. Mending sana temenin Papah di rumah sakit!” Edgar pun mendengus. “Iya - iya, Mah. Yaudah Edgar pamit.” Erza pun menatap Amita- istrinya. “Papah juga pamit, Mah.” “Em, iya. Hati - hati kalian!” Tinggallah berdua, antara Amita dan juga Alea di dapur. Amita melihat sang anak sudah siap dengan apron, mengerutkan kening. “Kamu mau masak, Lea?” “Iyadong. Mau masak rendang, Mah.” “Yakin? Kamu aja nggak pernah nginjak ke dapur, gimana mau masak? Tau caranya?” “Tau dong! Kan ada youtube, google, everything is gonna be okay,” katanya dengan sumringah. “Hilih, yasudah. Kalau butuh bantuan Mamah, bilang aja. Mamah di depan.” Dengan penuh percaya diri, Alea menggeleng kepala. “Nggak butuh hehe. Udah ahli nih dari tutorial, Mah.” Amita hanya menggelengkan kepala, membiarkan Alea melakukan sesuka hatinya, dengan tema masak - memasak. *** Di sudut ruangan yang gelap, dengan sebuah kursi yang dia duduki. Seorang pria termenung, menatap kosong kearah depan. Entah apa yang membuatnya seperti itu. Arka, pria berusia dua puluh empat tahun itu terdiam. Bibirnya menggumam tak jelas. Kepalanya di biarkan bersandar pada kursi, sambil menatap deretan foto yang menggantung tak jauh dari hadapannya. “Cuma kamu yang buat aku bertahan sejauh ini, Na.” Cukup lama pria itu memandang deretan foto yang ada di hadapannya. Namun, kehening pun di pecah dengan suara dering ponselnya. Nama pengganggu pun, muncul di layar ponselnya. Dengan rasa yang malas, Arka, dia mengambil ponselnya. Dia menghela napasnya sejenak, sebelum memutuskan mengangkat panggilannya. Jemarinya mengusap tombol hijau penjembatan panggilan tersebut. Bibirnya terbuka akan mengeluarkan sepatah kata, namun tersendat karena suara di sebrang sudah terlebih dahulu berbicara panjang lebar. “Astaga Arka kok kamu lama banget jawabnya. Kamu lagi apa sih? Alea telpon dari tadi baru diangkat sekarang. Alea kesel tau.” Sedikit terjeda... namun, wanita itu kembali menyerocos panjang lebar. “Eh, tadi ya... kan ceritanya Alea masih masak. Terus eh, Abang Edgar gangguin ih. Masa ya, dia terus ngerecokin, pakai acara iketin rambut aku segala. Udah tau nggak bisa, pakai coba - coba. Kepala rasanya pedes banget tau. Oiya, kamu kok diem aja sih? Halo Arka nggak ada suaranya masa ih?” Dengan sedikit memijat keningnya Arka menjawab. “Udah ngomong nya?” Wanita diseberang sana yang mendengarnya kesal. “Kok Arka gitu ngomongnya sih? Eng- Arka... nanti datang ya ke rumah. Di tungguin Mamah sama Papah lo. Jangan lupa datang ya! Soalnya aku yang mas-” Beep! Belom sempat wanita itu menyelesaikan kata - katanya, Arka sudah menutup panggilannya. Kemudian Arka melangkahkan kakinya menuju kamar. Arka sudah begitu jenuh mendengar ocehanan wanita itu. Kepalanya pening mendadak. Dia memutuskan kembali ke kamar, untuk beristirahat. *** Ponselnya menjadi sasaran empuk untuk mengomel panjang lebar. Alea, wanita itu menggenggam ponselnya dengan kesal. “Arka kebiasaan deh. Bukannya dengerin sampai selesai, malah dia udah matiin telponnya. Sungguh kejamnya dirinya, kejamnya...” Alea pun mengangkat bahunya acuh. Bukan saatnya untuk menghabiskan waktu mengomel sendiri. Dia harus fokus memasak, agar Arka bangga memiliki istri masa depan seperti dirinya. Kemudian Alea mencari resep untuk memasak diinternet. Tangannya lincah meng-scrol artikel resep yang muncul. Dia tersenyum sambil memegang ponselnya. ‘Resep membuat Rendang dengan cinta. Di jamin, suami akan klepek - klepek.’ Alea membinar matanya. “Kayaknya harus pakai resep ini, biar Arka makin falling in love sama aku...” Alea menekan artikel dengan judul menarik tadi. Dia membaca satu persatu isi resep membuat rendang itu. Haluskan bumbu-bumbu dapur. Tuang minyak secukupnya saja, karena digunakan untuk menumis bumbu-bumbu halus tersebut. Masukkan bumbu-bumbu halus tersebut dan tumis memasukkan potongan daging sapi tersebut ke dalam wajan. Selanjutnya masukkan ... "Oke waktunya memasak ... Semangat Lea!!!" serunya. Alea mulai memasak dengan mengikuti resep. Tampak sedikit kesusahan, karna dasarnya Alea memang tak pandai masak. Jangankan pandai, sekedar menginjakan ke dapur untuk memasak pun Alea tidak pernah. Wanita itu nampak bingung, melakukan step by step sesuai resep dari internet. "Aduh ini gimana ni. Kayaknya udah bener deh." Sambil melihat gadget miliknya, wanita itu masih tetap kebingungan. "Ini gula atau garam sih? Kok sama aja bentuknya. Au ah masukin semuanya." Alea memasukan kedua bumbu tersebut bergantian. Menunggu bumbu sesuai internet meresap, dia menutupnya dengan penutup dan membiarkan beberapa menit sesuai anjuran resep. Setelah menit yang di tentukan berlalu, wanita itu pun membuka penutup wajan, dan melihat masakannya sudah seperti matang. "Ini udah item nih pasti matang." Wanita itu mengangkat rendang - rendangnya dan memindahkan di atas piring yang sudah dia siapkan. Tanpa sengaja, Alea menyenggol wajan panas hingga terasa menyengat di kulitnya. “Aw- argh... ceroboh banget sih. Hati - hati kali ah,” gumamnya sendiri. Bi Iyah- asisten rumah tanggan keluarga Xaverio, yang melihat Alea mendekatinya. “Eh, Nona Lea. Masak apaa Non?” “Udah kelar kok, Bi. Ini lo masak rendang, nanti calon suamiku, my baby Arka mau datang. Jadi harus masak dong, biar dia seneng hehe.” Bi Iyah pun melihat rendang yang Alea masak mengerutkan kening. “Aduh, iki gosong Non. Ndak bakal bisa di masak. Non Alea masak pakai resep apa toh, kok sampai gosong gini?” “Pakai resep internet dong. Nggak papa ah Bi, gosong kan item, artinya lebih perkasa rendang aku si, di banding rendang lainnya. Enak - enak, one hundred percent believe deh sama masakan aku!” Tin tin! Mendengar suara klakson mobil, Alea sudah berbinar. “Wah, kek-nya itu Arka deh. Aku siap - siap dulu, Bi. Nanti lanjut ngobrolnya.” Alea menyimpan masakannya dan segera bersiap. *** Sebuah mobil sedan hitam membunyikan klakson, Pak Asep- penjaga mansion yang bekerja, yang mendengar dengan sigap membuka gerbang. Mengetahui Arka yang berkunjung, Pak Asep langsung memberikan hormat kepadanya. "Den Arka, selamat malem Den." “Malam, Tante Amita sama Om Ezranya adakan? Tadi soalnya mereka suruh Arka datang, Pak Asep.” “Kurang tau Den, masuk saja. Monggo masuk...” Tak menunggu lama, pria itu memarkirkan mobilnya di garasi tamu khusus untuk mansion Xaverio. Selesai memarkir, Arka langsung menuju pintu utama mansion, dan menekan bel. Menunggu bel mendapatkan jawaban. Arka menatap ponselnya. Ceklek! Pintu terbuka. Sosok wanita muda dengan gaun sebatas paha menyambutnya dengan senyuman. “Arka? Akhirnya kamu datang juga. Udah nunggu lo dari tadi hihi.” Tak menunggu lagi, Arka di tarik masuk ke dalam oleh Alea. Dia masuk dan di dudukan di sofa ruang tamu, hingga Amita pun tersadar dengan kedatangan pria itu, pergi untuk menghampirinya. “Arkaa ya? Udah datang dari tadi?” Arka tersenyum ramah, “Baru saja, Tante.” “Bi Iyah, siapin minuman buat Arka dong!” teriak Amita. Arka segan, tersenyum, “Tante nggak usah repot - repot begitu.” “Ah, nggak papa kok. Nggak repot malah. Lagian Alea yang buat acara kan, nggak repotin malah. Maaf Tante repotin kamu jadi datang, pasti sibuk ya...” Arka sudah menduga... pasti akal - akalan Alea, mengatas namakan Ezra dan Amita. “Engga kok Tan, nggak terlalu sibuk. Oiya, Om Ezra- nya dimana? Kok nggak kelihatan. Edgar-nya juga.” “Biasa. Di rumah sakit, kalau Edgar sih harus di paksa dulu buat bantuin Papahnya. Kamu masih sibuk mimpin perusahaan? Papah Mamah sehat?” “Sehat kok Tan, mereka cuma masih di luar negri mengurus beberapa bisnis yang bisa di handle keduanya.” “Wah bagus dong, masih produktive ternyata ya Papah Mamah.” “Bu Amita, ada telpon Bu,” ujar Bi Iyah tiba - tiba datang memotong pembicaraan keduanya. Amita mengangguk, dia menoleh kembali pada Arka. “Oiya Ka, Tante angkat telpon dulu ya. Anggap di rumah sendiri, jangan segan gitu.” “Eng- Iya Tan, terimakasih.” *** Alea datang berseri menghampiri Arka yang ada di ruang tamu. Dia membawa piring kebanggannya, berisi rendang masakan special untuk orang special juga tentunya. Dia duduk, tentu tak lupa mendempet Arka agar mesra. Dia menyengir ke samping sambil menyodorkan piring. “Arka, ini masakan special buat kamu lo. Aku udah buatin, dengan penuh ekstra perjuangan. Di coba yuk!” Arka menoleh pada isi piring Alea yang begitu tak meyakinkan. Sungguh, apakah dia membawa sejenis arang? Atau bagaimana? Dari bentuk saja tak tersemat kata nikmat, atau keindahan. Bagaimana juga dengan rasanya nanti? Arka menjadi bergidik ngeri melihatnya. Alea pun mendengus, “Jangan di lihat dari sampulnya doang. Emang iya, ini hitam. Tapi pasti enak dong!” Arka menghela napas, Alea tipe orang yang keras kepala. Pantang menyerah, untuk mewujudkan keinginannya. Berat hati, pria itu mencoba mencicip rasa masakan wanita itu. Satu gigitan dan kunyahan, membuat pria itu terbirit lari dengan sendirinya. Semua makanan dia buang di wastafel. Alea yang melihat tidak suka. “Kok di buang sih? Kan Alea udah susah payah buatnya. Arka sadar nggak sih. Alea sampai kena wajan panas buat masakin special Arka lo...” Raut iba Alea mempengaruhi Arka, namun tetap saja manusia mana yang akan kuat memakan makanan sejenis arang yang berupa daging? “Tetap saja ini tidak bisa di konsumsi Alea. Ini bahkan tidak layak si sebut makanan.” “Ya- ya emang sih. Tapi kan... ada nilai - nilai perjuanagan yang ada di satu masakan itu.” “Terserah. Saya ada janji klien dua puluh menit lagi. Saya pulang. Pamitkan dengan Tante Amita, saya pulang sekarang.” “Ngg.” Alea mendengus sebal. Rencananya gagal, benar - benar gagal total.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN