Jakarta, Selasa, 28 November 2023.
Pukul sembilan pagi, ruang kerja yang megah itu terasa sangat hening. Leon Karith Atmadjaya, yang kini berusia 30 tahun, duduk di balik meja kaca besar di ruangannya yang penuh dengan nuansa kayu dan sentuhan seni modern. Dalam jas bisnisnya yang rapi, dia tampak sangat serius membaca dokumen-dokumen yang menumpuk di mejanya.
Mata cokelat tajamnya seakan dapat menembus setiap angka dan kata-kata di atas kertas. Seiring dengan usianya yang bertambah, Leon telah mengembangkan wajah tegas dan matang, tetapi senyumannya yang hangat tidak pernah muncul lagi di sana.
"Ahh.." Leon mendengus kasar saat menatap dokumen-dokumen itu. Lelah. Dia belum tidur dari kemarin.
Leon menggeser kursinya untuk mundur sejenak, dan menatap keluar dari jendela kaca besar yang menghiasi ruang kerjanya. Pemandangan kota Jakarta yang padat dan gemerlap menyambutnya, dan hari ini cuaca cukup bagus karena tidak hujan.
Kring. Kring.
Leon melirik ke arah interkom dan menjawab panggilan dengan suara tegas, "Ya, Agnes?"
"Maaf, Pak Leon. Ada sambungan telepon dari rumah Anda."
"Tolong sambungkan," ujar Leon dengan dingin.
Beberapa saat kemudian, suara hangat ibunya terdengar di ujung telepon, "Halo, Leon sayang."
"Halo, Ma. Ada apa?" tanya Leon dengan nada lembut.
"Sayang, apa kamu tahu kalau Vlora sudah pulang dari Inggris? Tante Hanny bilang sama mamah kalau Vlora baru aja selesain kuliahnya di Oxford."
Vlora Judith Sanjaya.
Leon menghela napas panjang. Vlora, nama yang membuatnya teringat akan masa-masa indah di masa kecil. Ia tersenyum tipis, meski senyum itu lebih kepada nostalgia daripada kebahagiaan. "Oh, Vlora. Kabar terbaru, ya?" jawab Leon dengan tenang.
Ibunya, yang bisa merasakan keraguannya, bertanya, "Leon, Kenapa suaranya jadi dingin? Apa ada sesuatu yang salah?"
Leon menghela napas pelan. "Bukan apa-apa, Ma. Gimana kabarnya Vlora?"
"Dia baru pulang tadi malam. Katanya, mau habisin waktu di Jakarta sebelum pergi lagi ke Inggris untuk kuliah S2. Leon, sayang, sebaiknya kamu pergi ke rumah om Gani sama tante Hanny. Emang kamu ga kangen sama Vlora?" ucap Carla dengan nada tenang.
Leon terdiam, pikirannya melayang-layang entah kemana.
"Leon?" panggil ibunya dengan nada lembut.
"Ah.." Leon tersadar dari lamunannya, "Tentu, Ma. Aku akan ke sana nanti malam setelah selesai urusan di kantor. Sudah lama sekali tidak bertemu dengan Vlora."
"Mamah seneng dengernya. Yaudah kalau gitu mamah mau pergi gym dulu ya sayang. Babay! Love you sayang!"
"Love you too, Ma." ucap Leon sembari mematikan teleponnya.
Hening.
Leon kembali menatap keluar jendela, merenung tentang masa kecilnya dengan Vlora. Mereka pernah bersama, tumbuh bersama, dan menjadi teman untuk waktu yang cukup lama. Namun, waktu telah memisahkan mereka.
Saat Leon berusia enam belas tahun, Daniel—ayah Leon—memindahkan pendidikan Leon ke luar negeri karena dia terus bertengkar dengan teman sebayanya. Bukan tanpa alasan, itu semua karena mereka terus bercanda dan menyentuh Vlora kesayangannya.
Setelah Leon kembali ke Indonesia, Vlora pergi ke Inggris karena mendapatkan beasiswa di Oxford University. Tentu saja, Leon sedih mendengar kabar itu.
"14 tahun, huh?" gumam Leon saat menyadari bahwa mereka sudah berpisah cukup lama.
***
Jalanan sore di daerah SCBD sudah tampak semakin padat seiring berjalannya waktu. Terik matahari yang mulai meredup memancarkan warna jingga ke langit yang indah.
Leon keluar dari kantor Wilrave Group dan memasuki mobilnya, sebuah sedan—Mercedes Benz S Class—mewah berwarna hitam. Dengan pakaian bisnis yang rapi, dia mengemudikan mobilnya menuju kediaman keluarga Sanjaya.
Perjalanan yang biasa ditempuh dalam waktu singkat terasa lebih lama bagi Leon hari ini. Pikirannya terus melayang ke masa lalu, ke kenangan-kenangan manis bersama Vlora. Kehadirannya, suaranya, dan senyumnya yang selalu hangat masih melekat di ingatannya.
"Akan seperti apa wajahnya sekarang, huh?" gumam Leon menampilkan smirk nya.
Leon memasuki kawasan menteng dan melambankan mobilnya saat tiba di depan rumah besar milik keluarga Sanjaya. Rumah itu terasa familiar, tetapi Leon telah lama tidak menginjakkan kakinya di sana.
Beep. Beep.
Leon membunyikan klaksonnya, dan membuka sedikit kaca mobilnya untuk menyapa satpam yang menjaga rumah itu.
"Pak Soleh." sapa Leon dengan nada tenang di wajahnya.
Pak Soleh—satpam yang sudah bekerja selama kurang lebih 20 tahun—itu terkesiap saat melihat Leon yang sudah beranjak dewasa. Dengan sigap pak Soleh membuka gerbang dan membiarkan mobil mewah Leon memasuki pekarangan rumah keluarga Sanjaya.
Leon memarkirkan mobilnya dengan hati-hati dan turun dari kendaraannya. Langkahnya yang tegap membawanya melintasi halaman menuju pintu depan yang megah.
"Leon!" teriak seorang perempuan dari arah taman.
Hanny—Ibu Vlora—itu tetap terlihat cantik dengan rambut hitamnya yang sudah mulai beruban. Dia menghampiri Leon dengan langkah cepat saat melihat Leon yang dahulu terasa kecil, sudah berubah menjadi pria dewasa.
Leon tersenyum. "Tante Hanny."
"Ya ampun! Gila kamu udah gede aja!" ucap Hanny sembari menepuk-nepuk bahu Leon ringan.
Leon tertawa kecil. "Efek stres kerjaan, tante."
"Ah! kamu!" Hanny menghela napas sejenak, "Ayo, masuk, masuk. Macet ga tadi?"
"Lumayan, tante."
Pintu rumah Sanjaya terbuka lebar, memberikan akses ke dunia yang penuh kenangan bagi Leon. Rumah besar yang pernah menjadi tempat bermain dan tumbuh kembangnya dulu kini terasa seperti arsip hidup yang terpampang di dinding-dindingnya.
"Ga ada yang berubah ya, tante." ucap Leon sembari melirik sekitarnya.
Hanny tertawa kecil. "Iya dong! Biar kamu sama Vlora bisa nostalgia terus."
Terdengar suara gemericik air dari kolam renang yang terletak di sebelah taman. Leon dan Hanny melangkah melewati teras yang teduh menuju ruang tamu yang berhias elegan. Rumah ini masih memancarkan kehangatan keluarga, meskipun bagian-bagian dari kenangan itu mungkin sudah terlupakan oleh waktu.
"Leon, kakaknya Vlora juga pulang nanti malam. Tante mau adain makan malam bersama. Kamu harus nginep ya, sayang. Sudah lama sekali kita ga kumpul-kumpul begini," ajak Hanny sembari membuka pintu ruang tamu.
Leon mengangguk mengikuti Hanny. "Baik, tante. Aku akan nginep malam ini."
Ruang tamu yang megah dan lapang itu menghadirkan aroma khas rumah keluarga Sanjaya. Leon menemukan kursi yang nyaman dan duduk di sana sambil menatap sekeliling ruangan.
Fotografi keluarga menghiasi dinding, menangkap momen-momen bahagia bersama yang telah dilalui bersama-sama. Vlora kecil, terlihat sangat cantik di beberapa figura.
"Ah iya, foto wisudanya Vlora belum tante pasang di sini." sela Hanny saat melihat Leon memandangi figura-figura itu.
Leon mengangguk. "Sebelum Vlora kuliah di Oxford, sekolahnya gimana tante?" tanya Leon penasaran.
Hanny menggeleng, "Aduh. Tante pusing. Hampir tiap minggu banyak yang kirim bunga ke rumah. Ya, namanya anak SMA ya, Leon." ucapnya tertawa kecil.
Oh! Benar. Kecantikan Vlora tentu saja mengirimkan banyak harapan kepada pria di luar sana, dan Leon tidak akan pernah membiarkan mereka memiliki Vlora. Tidak akan.
Beberapa saat kemudian, Gani memasuki ruang tamu dengan senyuman lebar. "Leon! Sudah lama sekali, nak!"
Leon bangkit dari kursinya dan berjabat tangan dengan Gani. "Halo, Om. Iya, sudah lama sekali."
Gani melihat mata Leon dengan tajam, seolah-olah mencoba membaca lebih dalam dari sekedar kata-kata. "Kamu baik-baik saja, kan?"
Leon tersenyum tipis, "Ya, Om. Semuanya baik-baik saja."
Gani mengangguk puas dan menepuk bahu Leon. "Sekarang kamu benar-benar mirip dengan Daniel. Gimana kabar Daniel dan Carla?"
Leon mengangguk. "Mama sama papa baik, om."
"Eh, iya.. duduk dulu. Banyak yang mau om tanyain nih." ucap Gani seraya menuntun Leon untuk duduk kembali.
"Gimana Wilrave Group? Om lihat di berita perusahaan rokok sekarang agak tersedak karena kebijakan pemerintah, ya?"
Ruang tamu yang sebelumnya sepi kini dihiasi oleh percakapan yang hangat antara Gani dan Leon. Leon menceritakan mengenai tantangan dan perubahan yang dihadapi Wilrave Group, dan Gani memberikan wawasan serta saran dari pengalaman bisnisnya.
Sementara itu, Hanny sibuk di dapur mempersiapkan makan malam untuk keluarga besar yang akan berkumpul malam ini. Suasana ramah dan hangat melingkupi rumah keluarga Sanjaya.
Tak lama kemudian, suara Vlora terdengar dari arah pintu masuk. Leon mengenali suara perempuan itu, dan tatapannya tak dapat disembunyikan ketika dia melihat Vlora muncul di ambang pintu.
Vlora, wanita yang sekarang berusia 22 tahun itu terlihat anggun dan memesona di mata Leon. Rambut hitamnya yang panjang dan mata cokelatnya yang indah menatap manik-manik Leon yang terpaku di sana.
"Kak.. Le-Leon.." lirih Vlora pelan.