Prolog

1362 Kata
'Gimana kalau nanti kita nikah?' - Leon Karith Atmadjaya, 15 years old. Jakarta, Rabu, 17 Maret 2004. -------------- "Mah.." "Mamah.." "Mahhh.." Carla melirik ke arah Leon yang masih berusia lima belas tahun. Dia mengguncangkan lengannya saat Carla sedang memasak, "Leon, kenapa kamu manggil-manggil 'mah' terus? Ada apa?" tanya Carla heran sambil menatap Leon yang tampak gelisah. Leon memandang Carla dengan wajah penuh harap. "Vlora.. Vlora kapan datengnya?" Carla tersenyum lembut mendengar pertanyaan Leon. "Oh, jadi itu masalahnya. Leon, sayang, kamu kan tahu Vlora selalu datang setiap minggu. Biasanya dia datang siang hari, kan? Sekarang masih pagi." "Lama." Leon mendengus lalu meninggalkan ibunya untuk pergi ke kamarnya. Carla hanya menggelengkan kepalanya. Putra semata wayangnya itu selalu menanyakan anak sahabatnya, Vlora, yang bermain setiap minggu ke rumah mereka. "Kenapa, sayang?" Carla melirik ke arah suaminya sambil menggeleng, "Leon, biasa." Daniel mencium kening istrinya, "Sabar, sayang. Leon kan emang selalu kayak gitu kalau hari sabtu." Carla mendengus, "Lama-lama aku jodohin juga Leon sama Vlora!" Daniel tertawa kecil, "Ide bagus. Kita bisa minta Gani dan Hanny untuk jodohin putri mereka sama Leon." Beep.. Beep.. Daniel dan Carla saling pandang. "Tuh, mereka dateng. Panjang umur." Setelah mendengar suara bel, Carla dan Daniel segera bergegas menuju pintu depan. Mereka membuka pintu dengan senyuman ramah menyambut kedatangan tamu mereka. "Gani, Hanny! Selamat datang," sapa Daniel sambil memberi jabat tangan kepada pasangan sahabat mereka. "Hai, Carla, Daniel! Bagaimana kabar kalian?" sapa Gani sambil memeluk Carla. "Baik, baik. Masuk, masuk. Gimana macet ga?" ucap Carla sambil mengundang mereka masuk ke dalam. Hanny menjawab sambil tersenyum, "Ga terlalu. Aduh, maafin ya datang pagi-pagi gini karena Vlora ngamuk pengen ke sini dari pagi." Carla tertawa, "Ah, ga masalah. Leon juga udah nanya-nanya dari tadi kapan Vlora datang. Dia udah nggak sabar." Gani ikut tertawa, "Vlora juga sama. Kayaknya udah kangen banget sama Leon." "Sudah masak apa, Carla?" tanya Hanny. Carla mengajak mereka ke ruang makan, "Aku baru aja masak nasi goreng. Kalian suka kan?" "Suka banget!" jawab Gani sambil tersenyum. Mereka duduk bersama di meja makan sambil menikmati hidangan yang disajikan Carla. Leon yang sejak tadi mengintip dari pintu kamar akhirnya muncul. "Vlora!" serunya girang sambil berlari mendekati Vlora yang terlihat malu-malu. Vlora, gadis kecil berusia tujuh tahun, tersenyum lembut saat melihat Leon menghampirinya. "Kak Leon.." Leon langsung memeluk Vlora dengan erat, "Ayo ke kamar." "Leon! Makan dulu." tegur Carla saat menyimpan beberapa piring di meja makan. Leon melirik ke arah ibunya dengan ekspresi memelas, "Nanti aja, Ma. Kami mau main dulu." Carla menggelengkan kepalanya, "Baiklah, tapi jangan lupa makan ya." "Oke!" jawab Leon sembari menarik tangan Vlora menuju kamarnya. Gani dan Hanny tertawa melihat tingkah Leon dan Vlora. "Mereka beneran dekat ya," komentar Hanny. "Aduh. Aku udah pusing banget sama Leon. Dia kerjaannya di sekolah ngajak berantem teman sebayanya. Gimana mau punya temen." ucap Carla mengeluh. Gani tertawa. "Lagi? Kayanya itu emang bakat yang diturunkan dari orang tua sih." Daniel menggerutu. "Sialan! Lo yang suka ngajak berantem anak sekolahan lain." Gani tertawa lebih keras, "Ah, itu dulu. Sekarang udah ga gitu lagi. Anak gue juga ga bisa berantem kaya anak lo." Hanny tertawa kecil seraya menepuk punggung tangan suaminya. "Udah, udah. Nostalgia nya nanti dulu. Kita sarapan dulu sekarang." *** Klik. Leon mengunci pintu kamarnya dengan senyuman ceria. Vlora duduk di atas tempat tidur sambil menunggu dengan tatapan yang berbinar-binar. "Kak Leon, kenapa pintunya di kunci?" tanya Vlora kebingungan. "Biar ga ada yang masuk." ucap Leon lalu meraih remote TV di meja kecil di samping tempat tidur. "Mau nonton kartun ga, Vlo?" Vlora mengangguk antusias, "Iya!" Mereka duduk bersama di tempat tidur, menatap layar TV yang sudah menyala. Leon memilih saluran kartun favoritnya, sementara Vlora duduk lebih dekat ke Leon dengan wajah penuh semangat. "Vlora," panggil Leon dengan lembut. "Iya, kak?" "Aku searching di google, katanya kalau kita mau tinggal serumah itu kita harus nikah dulu. Gimana kalau nanti kita nikah?" ucap Leon bersemangat. Vlora terkejut dan memandang Leon dengan mata terbuka lebar. "Nikah? Kak Leon, kita masih kecil, lho!" Leon mengangkat bahu, "Iya sih, tapi kalau kita nikah, kan kita bisa tinggal serumah terus. Biar ga kangen-kangenan terus." Vlora terkekeh, "Tapi nikah itu harus serius banget, loh." Leon menatap Vlora, "Aku serius." Vlora tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepala, "Kak Leon, kita masih kecil." "Aku udah umur lima belas tahun, Vlo!" "Tetep ga boleh." Leon tiba-tiba menatap tajam ke arah Vlora, "Kamu ga mau bareng-bareng sama aku, ya!" "A-Apa ga gitu-" Leon tiba-tiba mendorong Vlora sedikit kasar dan membuat wajahnya tampak serius. "Kalau gitu, nikah sama aku!" Vlora sedikit meringis saat kedua lengan Leon mencengkram bahunya. "Kak.. sa..kit.." "Jawab, Vlora!" ucap Leon dengan nada tinggi. "Aw! Sakit kak!" "Kamu ga mau bareng-bareng sama aku?!" "Kak Leon! Sakit!" "Vlora!" teriak Leon dan tanpa sengaja melukai bahu Vlora dengan kukunya. "Aw!!" Leon segera sadar bahwa tindakannya membuat Vlora kesakitan. Dia melepaskan cengkeramannya dan memandang Vlora dengan wajah penuh penyesalan. "Maaf, Vlo. Aku ga sengaja." Vlora menahan tangisnya agar tidak terdengar ke luar kamar. "Sakit... hiks.. hiks.. sakit.." Leon merasa bersalah melihat Vlora menangis. Dia segera meraih tangan Vlora dengan penuh penyesalan. "Maaf, Vlo. Aku beneran ga sengaja. Aku ga mau sakitin kamu." Vlora masih menangis, tapi Leon mencoba menenangkan dengan pelukan lembut. "Kak Leon... hiks... kenapa jadi gitu?" "Aku cuma pengen kita bisa bareng-bareng terus, Vlo. Maaf," ucap Leon dengan suara lembut. "Kak Leon jahat.. hiks.. hiks.." "Apa! Aku ga jahat. Maaf, Vlo. Aku ga sengaja." Leon mencoba memegang tangan Vlora namun Vlora menolaknya. "Kak Leon ga pernah nyakitin aku." "Vlo, aku minta maaf." "Hikss.. hikss.. jangan pegang.. aku.." ucap Vlora pelan. "Apa!" Leon meraih tangan Vlora dengan kasar. "Aku boleh pegang kamu! Kamu ga bisa larang aku!" "Huwaaaaa!!!! Sakit!!!!" Leon segera melepaskan genggamannya saat Vlora berteriak kesakitan. Wajahnya penuh dengan ekspresi penyesalan dan kepanikan. "Vlo, maaf banget. Aku beneran ga mau sakitin kamu. Aku sayang sama kamu, kok!" Vlora menangis semakin keras, memegangi bahunya yang tampak merah akibat cengkraman Leon. "Kak Leon jahat! Huwaaaa!!!!" Tok. Tok. Tok. Carla yang mendengar teriakan Vlora segera mengetuk pintu kamar. "Leon, buka pintunya. Kenapa Vlora nangis?" "Mamahhhhhh!!!!! Sakittt!!!!" Vlora menangis dengan kencang. "Leon! Buka pintunya!" teriak Daniel saat Leon tetap mengunci kamarnya. Suara berisik-berisik di luar membuat Leon semakin panik. Dia melirik ke arah Vlora. "Vlo, jangan nangis. Aku minta maaf, ya." Satu. Dua. Tiga. BRAKKKKK. Pintu kamar Leon akhirnya berhasil dibuka dengan kasar oleh Daniel dan Gani. Mereka melihat Vlora menangis di tempat tidur sementara Leon berdiri di dekatnya dengan wajah penuh penyesalan. "Sayang!" Hanny berlari ke arah putrinya. Daniel memandang tajam ke arah Leon, "Leon, kenapa kamu kunci pintunya?!" "Sabar, sayang." Carla berusaha menenangkan suaminya. Gani menarik tangan Daniel, memberi isyarat agar dia tidak meluapkan kemarahannya. "Leon, apa yang terjadi?" Leon menunduk, "Maaf, om. Aku ga sengaja nyakitin Vlo." Gani mendekat ke tempat tidur dan mengusap lembut punggung Vlora. "Vlo, sayang, kenapa kamu nangis?" Vlora menatap Gani dengan mata masih berkaca-kaca, "Kak Leon.. dia cengkeram-cengkeram aku. Huwaaa.. sakittt..." Gani menatap Leon dengan serius, "Leon, ini kenapa? Kenapa kamu lukain Vlora?" Leon mengangkat wajahnya yang penuh dengan air mata. "Om, tante, maafin aku. Aku cuma mau Vlo tinggal di sini, jadi aku ngajakin nikah. Tapi aku ga sengaja nyakitin dia." Gani, Hanny, Carla dan Daniel terkejut bukan main. Mereka saling pandang sejenak sebelum akhirnya Gani tertawa pelan. "Oh, jadi begini ceritanya. Leon, kamu belum bisa nikah, sayang. Kalian masih kecil." Hanny mengusap punggung Vlora, "Vlo, jangan nangis ya, sayang. Leon ga sengaja." Carla menepuk lembut bahu Leon, "Sayang, kamu kan masih anak-anak. Ga usah buru-buru nikah. Nanti kalau udah besar, baru deh mikirin yang serius-serius." Leon mengangguk. "Maafin aku, Vlo." Vlora masih menangis tapi sudah sedikit tenang. Gani mengusap rambut Vlora, "Tuh.. Leon minta maaf. Ayo maafin Leon." Vlora menatap Leon dengan mata yang masih berkaca-kaca, namun melihat raut wajah penyesalan di wajah Leon membuat hatinya luluh. "Kak Leon.." Vlora berjalan pelan ke arah Leon, dan memeluknya pelan. "Kak Leon.. jangan.. nangis.." Leon, yang sedari tadi menahan tangisnya, memeluk Vlora dengan kencang. "Hiks.. Vlo.. maafin aku.. hiks.." Mereka berempat—Carla, Daniel, Gani, dan Hanny—terkesiap saat melihat Leon yang menangis di pelukan Vlora. Ini merupakan hal yang pertama kalinya terjadi bagi mereka, karena Leon sendiri tidak pernah menangis dan selalu mengajak siapapun untuk bertengkar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN