Bangkitnya Malaikat Kematian

1291 Kata
“Pasien mengalami pukulan sangat keras, kami harus melakukan CT Scan untuk mengetahui penyebabnya.” Begitulah dokter menjelaskan situasi Belva saat ini, gadis malang tersebut justru mengalami hal paling menyedihkan sekali lagi. King kehilangan Alligator, naluri pemburu dalam diri mendadak lemah ketika mendengar suara Belva. Terlalu lama menjadi Kacung sehingga membuat otak serta tubuh terbiasa dengan gadis tersebut, sangat tak masuk akal ketika dirinya menjadi begitu patuh saat semua orang susah menjinakkan. Apa yang terjadi? “Tanganmu harus diobati, kosentrat dari Hemlock sangat berbahaya.” Dokter Hans mengingatkan sambil mengamati perban di tangan kiri King yang terlihat mengeluarkan darah, sekalipun tak mampu merasakan sakit dengan benar seharusnya fungsi racun bisa melumpuhkannya sehingga mengancam keselamatan sang pria. Namun, tubuh itu geming. Berpikir keras dengan gerakan tubuh Alligator, dia terlatih dengan sangat baik. Kemungkinan sudah dibentuk sangat lama sehingga setiap pukulan begitu matang, cukup kuat. Dia mengeluarkan alat pembunuh dengan racun mematikan dari balik saku, memegang dengan tangan yang masih terbungkus perban. Lukanya kembali berdarah karena terlalu kuat mencengkeram, bukan terkena goresan. Senjata mirip taring buaya tersebut hanya lancip diujung, akan melukai ketika ditancapkan. Sisi-sisinya aman meski kemungkinan telah dilumuri racun. “Periksa benda ini, kemungkinan sudah dilumuri racun. Kenakan sarung tangan.” King menyerahkan pada Dokter Hans yang langsung meminta kantong steril pada seorang perawat yang ada di dekatnya, sementara Kakek Danter terlihat menenangkan Nenek Sri yang kembali histeris. “Hasilnya sudah keluar,” ujar Dokter Hans sembari menunjukkan benda berbentuk persegi, lalu menyapu layar menyala untuk diperlihatkan pada King. “Jelaskan saja, aku malas membaca.” King menolak tegas untuk melihat layar kaca tersebut, dia masih menyayangkan sikap lugu yang datang begitu tiba-tiba. Seharusnya dia langsung mengejar, bukan peduli dengan panggilan Belva. Dokter Hans hanya mengangguk, lalu menjelaskannya dengan hati-hati. Mengenai serabut saraf yang mempersarafi fungsi pengelihatan, di mana bagian tersebut terbagi menjadi dua. Di dalam bola mata dan di dalam rongga tengkorak kepala. Kasus kebutaan akibat trauma atau cedera pada bagian kepala belakang terjadi karena benturan tersebut mengenai saraf pengelihatan yang berada di belakang saraf bola mata, tepatnya di bagian rongga kepala. Hal ini yang sedang terjadi pada Belva, sang gadis mendapat satu pukulan dengan pipa besi di bagian belakang kepala. Kemungkinan pemicu kebutaan karena dilakukan begitu kuat. Kuatnya benturan tersebut kemudian disebarkan dan menyebabkan rusaknya serabut saraf secara langsung. Berkurangnya suplai aliran darah di persarafan atau penekanan tehadap serabut saraf serta pembuluh darah yang menyuplai saraf pengelihatan. Akibatnya, akan terjadi gangguan dalam pengelihatan, termasuk kebutaan. Selain itu, perdarahan pada retina, lapisan di belakang bola mata yang mengandung sel-sel saraf akibat cedera pada kepala juga dapat menyebabkan kebutaan. Namun, yang terjadi pada Belva disebabkan oleh kerusakan serabut saraf. Saat ini tim sedang mengupayakan langkah terbaik.Pilihan penanganan pada kondisi ini dapat berupa pemberian obat golongan steroid melalui injeksi ke pembuluh darah, maupun pembedahan. Tindakan operasi yang dilakukan disini bukan donor mata, melainkan langkah untuk mengurangi tekanan pada serabut saraf dan pembuluh darah yang menyuplai saraf pengelihatan dengan mengurangi pembengkakan yang terjadi akibat trauma atau cedera. “Lakukan apa pun agar penglihatannya kembali atau kucongkel semua mata dokter di rumah sakit ini.” King mengatakannya dengan nada dingin, dia sangat menyesali apa yang terjadi terhadap Belva. Gadis itu bukan sedang bermain dengannya, kenapa dia berlari begitu saja sat sudah terluka parah? Mereka tak sedekat yang Belva pikirkan, King bahkan banyak melupakan kebersamaan ketika sedang menjadi Kacung. Namun, debar cemas disertai perasaan was-was tidak bisa membohongi dirinya, dia sangat khawatir sekarang. “King,” panggil Max yang sudah kembali ke rumah sakit dengan diikuti beberapa orang pilihan, kedatangannya untuk membawa lelaki gondrong tersebut kembali ke tempat asal karena dirasa sudah membaik. “Jangan ada yang mendekat!” bentaknya membuat rombongan tersebut menghentikan langkah, “atau kuhabisi dokter ini.” Entah kapan King mengambil pisau bedah, dia sudah berdiri tegap di belakang Dokter Hans. Meletakkan pisau kecil super tajam di leher pria dewasa tersebut, sedikit saja bergerak maka akan terjadi pendarahan hebat. Dia harus melakukannya, jika masih ingin bertahan di sisi Belva. Insting liar sebagai predator terhebat di klannya sudah terkikis keluguan Kacung, sekuat apa pun menolak keinginan untuk menetap tetap saja hati kecil memberontak. Dia harus membalas semua pelaku yang sudah membuat gadis kecil itu menderita berlapis-lapis, ekor mata melirik pada Nenek Sri yang tampak kaget dengan Kakek Dante. Mereka menghentikan pembahasan serius, lalu mendekat. “Kacung, letakkan pisau itu.” Kakek Dante masih menyebut demikian karena ada Nenek Sri di antara mereka, apa yang membuatnya menyerang Dokter Hans padahal mereka terlihat baik-baik saja beberapa waktu lalu? “Sambungkan aku dengan Dad.” King mengatakan perintah ini pada Dante yang segera mendekat, tak mau hal buruk kembali terjadi. Kekacauan hanya akan mengundang perhatian berbagai pihak, laki-laki dengan temperamen buruk tersebut tidak boleh menonjol. “Baiklah, tapi jangan di sini. Turunkan tanganmu dan kita akan menghubungi tuan.” Dante berhasil menjinakkan King, dia menggeleng saat Max mencoba melumpuhkan. Apa yang bisa dilakukan satu lusin tukang pukul bayaran ketika King sudah kembali ingat dengan berbagai macam gerakan bela diri, mereka akan lumpuh hanya dalam hitungan detik. Sebab, pemuda tersebut telah dilatih menjadi predator paling ganas sejak masih kanak-kanak. Sebagai pemangku tahta, Hertigan Graventos telah menyiapkan banyak hal untuk sang buah hati. Termasuk membiarkannya hidup selama satu tahun dengan binatang-binatang pelacak milik tentara Italia. Axel Hertigan, si bungsu dengan code name King. Mafia muda dengan kebengisan tanpa tandingan, sudah banyak nyawa melayang karena kebrutalannya. Namun, satu insiden membuat dia harus dimatikan di negaranya.Timah panas dari senjata pembunuh terbaik bersarang di kepala setelah melihat kakak dan ibunya di bantai di depan mata, putra tertua Hertigan diasingkan karena memiliki kondisi cacat. Leon Hertigan, lumpuh sejak masih balita sehingga sang ibu pun memilih menjauh dari kekaisaran Klan Hyena. Nyatanya, identitas King terbongkar. Harta, Tahta, dan Wanita memang tiga poin penghancur paling ganas dibanding serangan terang-terangan. King lengah karena perempuan, dia yang masih muda mampu digoyahkan oleh Yuan Gavrila. Gadis Mafia dari Klan Jaguar yang dikirim untuk menemukan putra mahkota Klan Hyena, jebakan cinta yang sangat sempurna. Sebab, peperangan antar Klan cukup menghancurkan garis kekuasaan Hertigan Graventos. Dengan perawakan mendekati sempurna, King memang menawan. Namun, kelemahan terbesar dalam dirinya adalah masih memiliki kelembutan hati. Jika mafia lain berdarah dingin, Axel Hertigan masih mampu mengontrol keinginan membunuh dalam diri dengan baik.Insting tajam dengan kepekaan tanpa tanding dikalahkan telak oleh cinta, kekasaran khas seorang King mendadak menjelma kekanakan di hadapan Yuan. Ketika itulah, bencana datang. Sebab, dia menunjukkan identitas yang selama ini disembunyikan. Bahkan, membawa sang gadis tercinta ke persembunyian keluarganya. Pembantaian terjadi, ibu dan kakak yang sangat ia kasihi meninggal di depan mata. Yuan tersenyum senang di sisi Black Wolf, bahkan bangga karena berhasil mengalahkan satu-satunya aset Klan Hyena paling berharga. King, predator utama telah berhasil disingkirkan, tinggal mengekskusi penguasa utama. Hertiga Graventos. “Halo, King.” Sapaan dari seberang membuatnya berhenti berpikir tentang masa lalu paling memalukan, “kembalilah, jadilah Malaikat Kematian untuk Klan Jaguar.” Sejenak King mematung tanpa kedipan, “Beri aku satu minggu lagi, ada yang harus kulakukan sebagai pemanasan karena hiatus selama dua tahun terakhir.” “Baiklah, jangan mati apa pun yang terjadi.” Sang ayah memberikan perintah, King hanya mengedipkan mata tanpa bersuara. Menyerahkan kembali ponsel genggam pada Dante, lalu menyandarkan punggung dengan muka serius. “Cari tahu tentang sindikat yang menggunakan racun-racun kuno, aku yakin mereka akan mengirim pemburu lain untuk menghabisi gadis itu. Entah apa yang dilihatnya, tercium aroma kematian kuat di balik ancaman maut dari sampah-sampah itu. Aku akan pulang setelah membereskan hama, lalu Kakek akan hidup tenang di pulau ini sampai mati.” Dante terkesiap, perpaduan karakter unik sudah menyatu. Dia bahkan sulit membedakan siapa yang saat ini berbicara, King atau Kacung? Axel Hertigan sudah berhasil mengumpulkan kebribadian paling kontras tersebut dalam satu tubuh, luar biasa. Benar, Malaikat Kematian telah terbangun dari tidur panjangnya dan bangkit dengan wajah baru. ***  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN