Predator dari Utara

1602 Kata
“Akh!” Teriakan ini terdengar setelah King tanpa ampun menghancurkan satu jari di kaki dengan martil, Dokter Hans sampai meringis. Menjadikan salah satu ruang operasi untuk melakukan aksi tersebut. “Katakan atau mati?”King hanya memberikan dua pilihan dengan ayunan tangan masih jelas tampak di pandangan sang perawat muda, “waktumu berpikir hanya lima detik dari sekarang.” “Betrand!” ujarnya cepat saat martil kembali diarahkan pada kaki, tangan itu tertahan di udara. King melepaskan pemukul sebelum berdiri, dia mengantongi dalang keributan hari ini. Namun, kecurigaan mengarah pada hal lain yang jauh lebih berbahaya. “Siapa yang dikirim untuk menghabisi target dan kenapa dia harus diburu?” tanya King masih menghadiahkan ketakutan di wajah sang perawat, “jawab atau kamu sudah tak sabar ingin melihat Neraka?” “Aku tak tahu, mereka hanya menyebutnya Alligator, dia menggunakan senjata mirip taring buaya yang dilumuri Hemlock.” Sang perawat menjelaskan dengan terbata-bata karena rasa sakit pada jari-jari yang sudah diremukkan, “gadis itu harus mati karena mengenali wajah Brevis, Predator dari Utara. Begitulah mereka menyebutnya.” King sudah menduga tentang keterlibatan Belva dengan kasus mengerikan yang di belakangnya pasti tersembunyi dalang paling sadis, dia menoleh pada Dokter Hans. Laki-laki dewasa tersebut mengangguk, lalu keluar bersama sang putra Hertigan. Sementara ruangan tersebut akan dibereskan oleh Max beserta anak buahnya, tentu dengan mengamankan sang perawat guna menghilangkan jejak dengan rapi. “Bagaimana rekam medisnya?” tanya King dengan langkah teratur di lorong rumah sakit, mereka berada di lantai tujuh. Tak akan ada orang lain selain para karyawan dengan jabatan tinggi karena di sana merupakan tempat paling rahasia dari bangunan tersebut. “Kalian masih menjalankan bisnis ilegal, menjijikkan.” King bergumam ketika mereka berpapasan dengan tubuh yang sudah tak bernyawa, perawat khusus terlihat kelelahan sehingga selimut yang menutupi tubuh tersingkap. Satu garis panjang yang cukup dalam di atas perut, masih mengeluarkan darah. Pada bagian mata pun terlihat lebih mengenaskan. Apa mereka mencongkel kedua bijinya? Entah untuk kepentingan penelitian atau distribusi ilegal kalangan atas, King enggan mengetahui bisnis kotor para dokter. “Maaf, mereka memang sudah merusak selaput darah Belva. Gadis itu sudah kehilangan kehormatannya, sepertinya bukan hanya satu orang yang melakukan aksi terkutuk itu karena ….” “Senjatanya?” potong King tak tahan jika harus mendengar penderitaan Belva lebih jauh lagi, akan sangat menyiksa diri ketika amarah begitu memuncak karena harus mengetahui detail keganasan para pelaku. “Masih sama, benda asing dengan bentuk luka yang unik.” Penjelasan yang disertai sodoran gambar, King hanya memeriksa secara teliti. “Benar, luka di perutnya mirip tusukan dari pisau paku parit. Bentuk segitiganya akan sulit untuk dijahit,” ujarnya pelan seperti sebuah gumaman, King hanya meremas kertas yang diberikan. “Mereka sudah menyiapkan kamarnya beserta semua perlengkapan yang kamu minta, yakin jika penjahat itu akan kembali?” tanya Dokter Hans dengan serius, dia mengambil risiko memakai fasilitas terbaik hanya untuk menjebak pembunuh berdarah dingin. King mengangguk, lalu kembali melanjutkan langkah. Dia akan menunggu Alligator, penjahat macam apa yang menyerang wanita? Sangat pengecut! Jika itu luka berbentuk segitiga, artinya senjata yang digunakan dibuat khusus. Ia kembali mengingat penjelasan sang perawat, mirip taring buaya dilumuri racun. Apa kemungkinan alat yang ditusukkan pada Belva tidak berkarat, tetapi sengaja diberi bakteri? “Dokter, apa Clostridium Tetani bisa dimasukkan melalui alat khusus?” tanya King saat mereka berhenti di depan pintu lift, “dia benar-benar terinfeksi tetanus?” “Gadis itu memang terinfeksi, tetapi kemungkinan bakteri dimasukkan dengan injeksi atau melalui benda berkarat bisa diketahui melalui pemeriksaan lab. Apa aku perlu melakukannya?” Dokter Hans menawarkan jasa, “tapi, kamu harus pergi setelah menangkapnya, lakukan dengan cepat agar ayahmu tidak menghukum kami.” King tak memberikan jawaban, dia hanya sedang ingin segera melakukan penangkapan terhadap Alligator. Penjahat busuk yang akan dikirim untuk menggantikan rekannya yang gagal pagi tadi, mereka masuk elevator. Hening, kedua pria itu memilih diam. Lantai tujuan tiba, keduanya keluar. Terlihat sepi, sesuai keadaan ruang isolasi pada umumnya. Nenek Sri terlihat masih cemas, mungkin menunggu dirinya. “Apa tidak sebaiknya nenek itu disingkirkan agar tak mengganggumu?” Dokter Hans meragukan ide King untuk melibatkan wanita tua tersebut dalam rencana, menjebak penjahat besar seharusnya diperhitungkan secara matang. Namun, King akan membuatnya terlihat natural. Dengan begitu, serangan akan tetap dilakukan pada Belva. Ketika itu terjadi, dia akan langsung menangkap pelaku. King menyelinap cepat pada kamar di sebelah ruang Belva dirawat, tepat saat sang nenek menoleh sehingga hanya tertangkap Dokter Hans tengah melenggang. Wanita tua tersebut berlari, masih jelas sedang dalam keadaan panik. Pria dengan jas putih tersebut mencoba menenangkan. “Apa ruangan ini aman, Dok? Bagaimana jika orang itu kembali? Seharusnya aku mempercayai polisi, bukan Kacung. Apa tidak sebaiknya pihak rumah sakit menghubungi aparat?” Nenek Sri terlihat sangat kesal, tetapi memendam ketakutan. Dokter Hans tak segera menanggapi, dia melirik ruang yang sudah tenang. King di dalam sana, tinggal melanjutkan perannya seperti yang direncanakan. “Tempat ini aman, kamera pengawas ada di mana-mana. Nenek tenang saja, tak perlu melibatkan polisi. Sebagai gantinya, Belva akan dirawat secara gratis sampai sembuh.” Negosiasi yang akhirnya membuat perempuan tua itu berhenti meminta bantuan polisi, pihak rumah sakit memang menawarkan kompensasi terbaik jika dirinya tidak melibatkan pihak berwenang. “Tapi, lantai ini jauh dari keamanan.” “Ada tombol darurat, Nenek cukup tekan tanda hitam jika ada orang mencurigakan.” “Kalian akan datang saat kami sudah menjadi mayat!” Nenek Sri meradang tepat saat Dokter Hans merasakan kehadiran orang lain di antara mereka. Ada yang mengawasi, perasaannya menjadi tidak nyaman. Ragu, tetapi dia memang harus pergi. Ruangan King terhubung dengan kamar yang kini ditempati Belva, lubang AC akan membawa laki-laki terlatih tersebut menuju ruang kecil yang ada di sisi kamar mandi. Kemungkinan dia sudah ada di sana. “Nenek belum makan?” tanya Dokter Hans mencoba bersikap setenang mungkin, “bagaimana kalau kita ke kantin? Nenek harus sehat agar bisa menjaga Belva.” “Enggak mau, cucuku bisa celaka kalau kutinggal pergi.” “Kalau begitu, saya akan turun. Nenek tunggu di sini, istirahat saja di kamar ini. Dari sini, Nenek akan melihat siapa pun yang datang. Pintunya tak usah ditutup.” Dokter Hans menjelaskan sembari membukakan pintu, lalu menyalakan lampu. Rupanya sang nenek patuh, mungkin sudah sangat lelah. Dokter Hans pergi setelah memastikan lubang udara tertutup rapat, artinya King sudah siaga. Laki-laki itu memang bersiap menyambut kedatangan musuh.Terdengar dengkuran segera, benar-benar lelah. King di tempat berbeda menajamkan pendengaran, dia hanya menangkap bunyi monitor. Cukup lama, tetapi langkah ringan terdengar mendekat. Kamar gelap karena memang prosedurnya demikian, ini menguntungkan bagi King. Tepat saat pintu terbuka, ia menyipitkan mata. Siluet hitam bergerak tanpa menimbulkan suara, menuju ranjang. Satu tendangan membuat pria itu menoleh, King sengaja membuat kejutan. Pria dengan rambut yang jatuh ke wajah menyeringai, tetapi kain menutupi bagian mulut dan hidung. Sepertinya yang Dokter Hans katakan, semua keperluan telah disiapkan sesuai permintaan. “Hai, Alligator. Want to kill that girl?” tanya King dengan nada dingin yang tidak begitu jelas karena tertutup penutup mulut, “go to hell!” Langkah pelan membuat pria yang datang dengan senjata berkilat karena terpaan cahaya dari luar ruangan sedikit waspada, dia mengira-ngira identitas pria yang tampak memiliki aura kuat. Kenapa bosnya tak mengatakan tanda bahaya ini? Apa mereka sengaja mengirimnya untuk menghadapi sosok misterius tersebut? “Who are you?” tanya ini masih sepat dilontarkan saat mereka saling bergerak pelan untuk mendekat, “kau akan mati sia-sia bersama gadis itu.” King hanya mengeluarkan tawa yang tertahan kain, lalu langsung menyerang dengan gerakan cepat. Keduanya terlatih, sama-sama mampu menghindari pukulan. Bukan kaleng-kaleng. Alligator melihat dengan jelas keganasan yang tak biasa, jelas lawannya bukan tukang pukul biasa. Siapa dia? Apa laki-laki ini tentara bayaran Internasional, kenapa pukulannya sangat kuat? King tak akan melepasnya, dia terus menyerang dengan penuh perhitungan. Pertarungan dalam gelap hanya melahirkan bunyi gedebak-gedebuk, tetapi kondisi ini sangat menguntungkan bagi Hyena. Predator yang terbiasa beraksi saat malam hari tentu sangat menguasai medan. King meminpin keadaan, satu tendangan berputarnya tepat mengenai dagu. Namun, Alligator justru terlempar ke arah tubuh Belva berada. Tentu saja, hal ini menguntungkan lawan. Alligator mengeluarkan senjata serupa dari satu tempat di pinggang, mencoba menancapkan dengan cepat di tubuh Belva. King tahu itu bahaya, racun Hemlock bisa membunuh perlahan. Namun, naluri binatang dalam dirinya mendadak bertransformasi sebagai makhluk penuh belas kasihan. Dia menggunakan tangan kiri yang terbalut perban untuk menahan senjata berbentuk taring tersebut, lalu memutar cepat hingga terdengar bunyi tulang patah. Ketika musuh mengaduh kesakitan, King menendang kuat sambil menarik senjata beracun. Benda itu terlepas dari pemiliknya. “Ja—jangan ….” Suara pelan ini membuat King mengurungkan niat mengejar pelaku yang sudah melarikan diri, itu suara Belva. Dia sudah sadar! Dilema, biasanya King akan langsung meninggalkan siapa pun ketika sedang berburu. Namun, kali ini, sisi hati lain di dalam diri mulai melunak. Pengaruh Kacung masih sangat kuat sehingga dia hanya mematung di tempat. “Ka—cung … itu kamu?” tanyanya masih dengan suara serak yang hampir tak terdengar, “kenapa di sini gelap sekali?” King hanya membalikkan tubuh, dia menyembunyikan senjata di balik jaket hitam yang dikenakan. Pakaian khusus yang sudah disiapkan di ruang sebelumnya, mengamati kondisi Belva yang memang sengaja ditempatkan dalam ruang gelap. Cepat dia melepas masker agar sang gadis tidak mencurigainya. “Kamu sudah sadar?” tanya King dengan nada dibuat seakrab mungkin, “aku akan memanggil dokter.” “Jangan pergi, di sini sangat gelap. Aku bahkan tak bisa melihatmu!” Larangan ini disertai dengan kedua tangan menggapai-gapai, King tampak sedkit mengerutkan kening. Aneh, ruang ini hanya terhindar dari stimulus cahaya, tetapi masih bisa melihat meski samar-samar. Kenapa Belva masih telentang dengan tangan menggapai-gapai meski kedua matanya terbuka lebar? Jangan-jangan …. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN