"Kamu ngomong apa sih, Lis?" Mas Pram yang masih berbalut handuk, meraih daguku. Membuatku mendongak menatapnya. Buru-buru kupalingkan wajah saat pandangan kami bertemu. Aku tak mau lagi terpesona oleh wajah tampan yang ingin menduakan diriku dengan wanita lain—mantan kekasihnya. Aku tak mau. "Jadi maksud kamu, kamu pingin kita pindahan karena kamu bakal mempersilakan Mila tinggal di sini? Begitu, 'kan maksudmu?" Seperti anak kecil yang sedang tantrum, berkali-kali aku melayangkan pukulan ke arah d**a Mas Pram. Meluahkan rasa kecewa yang sedang bercokol di dalam hati. Sungguh, kenyataan menyakitkan ini telah menghempaskan kepercayaan yang mulai tumbuh atas dirinya. "Pelankan suaramu, Listi … bukannya kamu tahu Riana baru tidur lagi pas hampir subuh tadi?" Mas Pram menarikku ke dalam p