Menyanggupi

1177 Kata
“Kak, mau sarapan?” Tanya Mega yang membuka kulkas dengan penampilan masih memakai kimono mandi. Dia kembali melihat pria yang duduk terpuruk di sofa. “Kak!” Radit enggan menanggapi. Dia bingung apa yang akan dia lakukan. Radit tahu benar jantung Mila lemah, dia ingin ke sana, tapi takut akan membuat Mamanya semakin parah. Apalagi yang Tom hilang kendali, bisa bisa mamanya kembali pingsan melihat Tom menghajarnya terus menerus. Dan Mega? Radit merasa percuma saja bicara dengan manusia yang sedang kehilangan akal. Ya, Radit menyebut Mega kehilangan akal karena tidak memiliki nurani dan akal pikiran saat melakukan hal ini. “Kak!” teriak Mega untuk yang kesekian kalinya. Radit dibuat jengah oleh sikap Mega. “Sebelumnya kamu menangis, sekarang melakukan aktivitas seolah tidak terjadi apa apa.” Radit terkekeh kosong sambil menyisir rambutnya frustasi ke belakang. “Apa kamu puas melakukan ini padaku, Mega? Membuat Mamah menangis? puas kamu?” Mega beredecak kesal. “Apanya yang menjebak. Kenapa hidupmu tidak dibawa santai saja? Rileks, apa pun yang kakak lakukan akan penuh beban jika diikuti oleh pikiran yang keterlaluan.” “Mega, tadi aku melihatmu menangis, apa yang terjadi? Pandai sekali berakting,” ucap Radit berdecih. “Lihat ini.” Tanpa malu Mega membuka kimono dan memperlihatkan bagian bawah d**a dan punggungnya. Rasa malunya sudah diambil alih oleh rasa cintanya pada Radit. “Ada luka cakaran di sini, jelas ini sakit hingga aku menangis.” Radit tertawa jengah, dalam pikirannya, Radit mengira Mega yang membuat luka itu sendiri. “Aku dicakar kucing liar dari balkon tetangga. Kenapa kakak menyewa apartemen murahan? Jika kita menikah aku ingin pindah, ke real estate. Aku ingin tinggal di penthouse ya, Kak. Nanti aku yang suruh Papah yang milih, Kakak tahu Papah hebat dalam hal itu.” “Kita tidak akan menikah,” ucap Radit dengan penuh penekanan, dia hendak pergi ke kamar, tapi Mega menghalangi dengan merentangkan tangannya. “Kakak mau kemana?” “Cukup, Mega. Pergi dan jelaskan pada orangtua kita sebelum aku melepaskan kemarahanku padamu. Kamu tahu seberapa besar aku menahan amarahku untukmu?” tanya Radit dengan rahangnya yang mengetat, jelas sekali kalau pria itu menahan kuat amarahnya. “Melepaskan kemarahan? Seperti bergulat di ranjang?” Mega menggoda. “Mega!” Mega menyilangkan tangannya di d**a. “Apa salahnya aku mencintaimu, Kak? Lagipula kita tidak sedarah. Jika kakak tidak ingin aku lakukan ini, seharusnya kakak menerima cintaku sejak dulu.” “Mega sadarlah, aku ini kakakmu. Aku yang mengurus dan bermain denganmu sejak kecil. Kita punya wanita yang sama sama kita panggil Mamah, kita tinggal di tempat yang sama. Kamu itu adikku,” ucap Radit sambil mengguncang tubuh Mega. Membuat Mega melepaskannya kuat, Radit malah membuatnya pusing dan mual. “Aku tidak ingin menjadi adikmu, aku ingin jadi wanitamu.” “Cukup, aku akan jelaskan semuanya pada Mamah dan Papah.” Radit melewati Mega begitu saja, yang mana membuat Mega berteriak, “Mereka tidak akan mendengarmu! Mereka akan menuruti dan mengasihiku yang kakak perkosa.” “Aku tidak melakukannya,” ucap Radit penuh penekanan. Saat pria itu bergantu baji, Mega masuk ke kamarnya diam diam. Perempuan cantik itu menyandarkan punggungnya di pintu kemudian bersiul, “Sexy nya….” Radit mencoba tidak mendengarkan. Saat hendak keluar, Mega kembali menghalangi pintu dengan merentangkan tangannya. “Coba saja kakak jelaskan pada mereka sampai mulut kakak berbusa, mereka tidak akan mendengarkannya, Kak. Sebaiknya kakak terima saja untuk menjadi pendamping hidupku.” Radit jengah, dia mendorong Mega hingga perempuan itu terjatuh ke atas karpet. “Akhhh! Kakak!” Mega tidak tinggal diam, dia kembali berdiri dan memeluk Radit dari belakang dengan kuat. “Kau milikku, Kak. Akan selalu menjadi milikku. Aku mencintaimu, Kak. Sangat. Kau akan menjadi milikku.” Radit memejamkan matanya, menahan segala amarah. *** Kim masih bertanya tanya apa yang terjadi di sana. Dia kebingungan melihat tingkah majikannya yang gelisah. Tidak biasanya Kim melihat Tom sampai segelisah ini, meskipun pernah perusahaan tembakaunya hampir gulung tikar. Apalagi kini keadaan isrtri majikannya lebih mengkhawatirkan. Hanya menangis sambil memukul mukul dadanya. Kenapa? apa yang terjadi? kim mencoba menerka nerkanya sendiri. “Kim?” “Ya, Tuan?” Tom menarik napas dalam. “Keluarkan Radit dari kartu keluargaku.” “Ya?” Kim sedikit tidak percaya. “Ba… baik, Tuan.” “Dan persiapkan pernikahan antara Radit dan Mega.” Kim menegang, dia menatap Tom tidak percaya. Membuat majikanya menepuk pundaknya dua kali. “Akan aku ceritakan nanti padamu, Sekretaris Kim.” “Ba… baik, Tuan.” Saat Tom hendak masuk kembali ke ruang perawatan, di sana dia melihat kedatangan Radit. Anak laki lakinya itu berjalan dari ujung lorong menuju ke arahnya. Tom mencoba mengolah emosinya, dia ingat jelas bagaimana saat dia mengadopsi anak itu. Tangannya mengepal mencoba tidak memberinya pukulan lagi. “Papah.” “Di mana Mega?” “Radit bisa jelaskan semuanya, Pah. Rad⸻” “Dimana putriku?” tanya Tom kembali dengan nada tingginya. Radit menelan ludahnya kasar. Dia melihat sosok yang berbeda, bukan sosok papanya lagi. “Ada di apartemen.” Tom ingin mengutarakan emosinya, tapi dia mencoba menahannya untuk Mila. “Temui istriku, dia ingin bicara denganmu.” Bahkan Tom sudah tidak menyebut Mila sebagai mamanya lagi, melainkan istrinya. Kemarahan yang belum pernah Radit rasakan, ini begitu menyakitkan. Belum juga Radit meyahut, Tom sudah pergi bersama sekretaris Kim. Membuat Radit bergegas masuk ke dalam kamar mamanya. “Mamah?” “Radit?” Mila mencoba menahan air matanya saat putranya mendekat. “Mamah, Radit bisa jelaskan semuanya.” “Cukup, Radit. Mamah tidak ingin membahas itu. Duduklah di sini.” Radit duduk di samping ranjang, tangannya di genggam oleh Mila. Membuat Radit semakin merasa bersalah. Dia memejamkan mata, menciumi tangan Mila. Bagaimana sosok itu merawatnya sejak kecil dengan penuh kasih sayang. “Mamah.” “Mamah pernah bilang padamu, apa yang terjadi di masa lalu tidaklah penting. Maka darinya Mamah mencoba memahami kalimat itu sekarang. Terlalu sakit untuk Mamah mengingat.” “Mah, Radit bi⸻” “Mamah ingin kamu tanggung jawab, nikahi Mega.” Radit jelas terkejut. “Mamah..” “Apa yang kau tanam akan kau tuai, Radit. Mungkin ini jalan dari Tuhan, supaya Mega bisa lebih baik bersamamu.” Air mata Mila menetes. “Mamah, Mega adikku.” “Tapi bukan adik kandungmu.” “Berarti aku juga bukan anak Mamah?” “Radit, kau tahu maksud Mamah.” Mila menarik napas dalam. “Mamah marah sekali, tapi sekali lagi Mamah berpikir, ini mungkin jalan terbaik dari Tuhan. Dan Mamah yakin Mega akan berubah jika bersamamu, dia akan lebih baik lagi. Mamah mempercayakan anak Mamah padamu, Radit. Tanggung jawab dan nikahi dia. Mamah mohon. Setidaknya jika Mamah pergi, Mamah tidak khawatir lagi karena putri kecil Mamah ada bersamamu.” “Mamah, jangan bicara seperti itu.” Mamanya kembali meneteskan air mata. “Nikahi putri Mamah, nikahi Mega. Mamah mohon, dia memang baik jika bersamamu, menurut padamu. Dia mungkin terlihat membencimu, tapi dia menurut padamu dan sangat menyayangimu, Radit.” Radit terdiam lama, dia menatap tangan yang menggenggamnya. Radit ingat betul bagaimana mereka memeluknya, memberinya ruang dan kasih sayang sebagai orangtua. “Baik, Mah. Radit akan menikahi Mega.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN