"Habis dari mana, Tamara?" tanya Justin dengan tatapan tajam dan rahang yang mengeras.
Tamara membulatkan matanya, keringat mulai membasahi pelipisnya. "Eh, Kak Justin, belum tidur?" kata Tamara dengan gugup sambil menyengir.
"Gimana Kakak bisa tidur kalau adik kesayangan Kakak belum sampai rumah, bahkan ini sudah malam, Tamara. Kamu ke mana saja, kok sampai rumah jam segini?" tanya Justin dengan penekanan di setiap kata-katanya sambil mendekap tangannya.
Tamara yang sudah sangat malas menjawab Justin berjalan melewatinya.
"Tamara, jawab pertanyaan Kakak. Kakak enggak suka punya adik pembangkang!" teriak Justin dengan tangan Tamara yang dicengkram.
"Apaan sih, Kak?! Aku tuh sudah dewasa, jadi terserah aku mau jam berapa pulang, lagian ini belum terlalu malam, Kak. Aku cuma kerja kelompok hari ini di rumah teman, Kak," balas Tamara ketus.
Pletak
"Tamara, Kakak enggak suka ya, kamu bertingkah seperti ini. Klau kamu masih seperti ini lebih baik kamu homeschooling aja daripada kerja kelompok sampai malam banget," balas Justin sambil menyentil jidat Tamara.
"Aduh! Aku tidak suka Kakak terus mengatur hidupku, aku sudah dewasa bisa memilih mana yang baik dan buruk!" teriak Tamara sambil memegang jidatnya yang terkena sentil.
Kedua orang tua Justin dan Tamara yang berada di kamar turun menghampiri mereka karena merasa terganggu dengan suara ribut-ribut di bawah.
"Justin, ada apa? Kenapa kamu memarahi Tamara?" tanya Romeo.
"Ini, Pa, Tamara pergi sampai larut malam, bahkan dia enggak menjawab pesan maupun telepon dari Justin, Pa," jawab Justin sambil menatap tajam Tamara.
"Kak Justin berlebihan, Pa. Aku hanya pergi untuk kerja kelompok dan tidak melakukan hal yang aneh masa dimarahi," kata Tamara.
"Pa, jangan dengerin dia. Justin perhatikan Tamara semakin lama semakin bertingkah, Pa, bahkan hari ini dia pulang malam lagi," kata Justin.
"Justin, cukup. Ini sudah malam dan adik kamu itu hanya kerja kelompok jadi biarkan adik kamu beristirahat sekarang," balas Romeo.
"Tamara, kamu ke kamar aja. Kamu pasti lelah dan butuh istirahat," perintah Renata
"Iya, Ma," balas Tamara.
Tamara menjulurkan lidah ke arah Justin dan hanya dibalas tatapan tajam nan dingin dari Justin. Tamara melangkahkan kaki menuju kamarnya. Sampai di kamar, ia membaringkan diri di atas ranjang lalu mengeluarkan ponsel dan membuka grup yang berisikan Tina, Theo dan dirinya.
"Theo, aku sudah sampai rumahm Kamu sudah sampai rumah belum?" tanya Tamara di pesan grup.
Ting
Tidak lama terdapat pesan masuk di grup tersebut.
"Aku kan baru pergi dari komplek rumah kamu, mana mungkin aku sudah sampai rumahku, Tamara," kata Theo.
"Woi, aku enggak dianggap nih, enggak ditanya udah sampai atau belum," kata Tina.
"Tina sayang, kita kan tadi kerja kelompok di rumah kamu, jelas dong kalau kamu tidak perlu pulang. Orang kamu sudah di rumah kamu," balas Tamara.
"Ih, jijik deh aku sama kamu, Tamara. Masa aku dipanggil sayang," kata Tina.
"Lagian kamu aneh-aneh aja pikirannya," balas Tamara.
Tamara yang melihat jam sudah semakin malam bangkit dari ranjang berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah bersih- bersih dan sudah memakai piyama tidur, ia kembali ke atas ranjang lalu ia menutup matanya.
***
Di ruang tamu, Justin, Renata dan Romeo sedang duduk di sofa ruang tamu. Renata dan Romeo menatap tajam putranya yang juga menatap mereka.
"Justin, bisa jelaskan kenapa kamu memarahi adik kamu lagi," kata Romeo tegas.
"Pa, Tamara tiap kali pergi kerja kelompok pasti selalu pulang malam, itu tidak baik, Pa, apalagi dia kan anak perempuan," balas Justin tenang.
"Justin, ini belum terlalu larut untuk pulang dan Tamara itu kan hanya kerja kelompok, jadi wajar dong kalau dia pergi ke rumah temannya," kata Romeo.
"Tapi, Pa, Tamara sudah berkali-kali pulang malam dan selalu alasannya kerja kelompok. Bisa aja kan dia pergi bersama laki-laki lain entah ke mana dan bisa aja dia pergi ke tempat yang enggak benar," balas Justin.
"Justin, Mama minta sama kamu jangan terlalu mengekang adik kamu, kalau dia ingin pergi dengan teman-temannya biarkan saja, kan dia juga butuh hiburan sesekali dan tidak harus berada di samping kamu terus," kata Renata.
"Pa, Ma, Justin hanya ingin yang terbaik untuk Tamara makanya Justin selalu memantaunya," kata Justin.
"Sudah ya, Justin, Papa mohon kali ini jangan terlalu mengekang adik kamu, dia juga butuh berteman dengan orang lain," balas Romeo.
"Sudahlah, terserah Papa dan Mama aja. Justin capek, mau istirahat juga," kata Justin sambil bangkit dari duduknya.
Justin melangkahkan kaki menuju kamarnya sedangkan Romeo dan Renata melihat anak laki-lakinya pergi meninggalkan mereka hanya bisa terdiam.
"Pa, kok Mama jadi khawatir ya sama hubungan Justin dan Tamara belakangan ini?" tanya Renata.
"Iya, Ma. Papa merasa Justin semakin lama semakin mengekang Tamara padahal Tamara hanya pergi bersama teman-temannya dan tidak berbuat hal aneh," kata Romeo.
"Mama takut kalau Tamara merasa risih dengan Justin, Pa, yang mama anggap terlalu mencampuri urusan Tamara," kata Renata.
"Papa juga sama," balas Romeo.
"Aduh, Mama jadi pusing melihat Justin yang terus memarahi adiknya kalau pulang malam," kata Romeo.
"Sudah, Ma, lebih baik jangan dipikirkan. Nanti mereka juga baikan lagi, Ma. Ayo sekarang kita ke kamar aja, Ma," kata Romeo.
"Iya, Pa," balas Renata.
Romeo mengulurkan tangannya ke Renata lalu Renata menerimanya. Mereka berdua berjalan menuju kamar mereka sambil bergandengan tangan. Saat sudah sampai di kamar, mereka langsung berbaring di atas ranjang.
"Pa tolong dong album foto yang ada di laci meja sebelah, Papa," kata Renata.
"Kenapa, Ma?" tanya Romeo.
"Lagi pengen lihat foto Tamara dan Justin pas masih kecil, Pa," jawab Renata.
Romeo membuka laci meja di sampingnya lalu ia mengambil album foto yang berada di dalam laci lalu ia berikan ke Renata. Renata membuka album foto tersebut tersenyum saat melihat foto-foto Tamara dan Justin yang terlihat sangat akrab.
"Pa, kangen deh sama Justin dan Tamara masih kecil.cMereka dulu itu sangat akrab dan selalu senang kalau bersama, Pa. Berbanding terbalik dengan sekarang," kata Renata sambil melihat-lihat foto masa kecil Justin dan Tamara di album foto itu.
"Papa juga bingung, Ma, dengan Justin yang terus membatasi pertemanan Tamara, terutama dengan anak laki-laki," kata Romeo.
"Mama tahu Justin hanya ingin yang terbaik untuk Tamara, Pa, tapi kok semakin hari Justin terlalu berlebihan ya," kata Renata.
"Papa harap mereka besok sudah baikan lagi," balas Romeo.
"Iya, Pa. Oh iya, Pa, tolong taruh lagi album foto ini ke laci ya," kata Renata.
Romeo mengambil album foto dari tangan Renata lalu ia menaruh kembali ke laci. Romeo mematikan lampu kamar lalu ia menarik tubuh Renata ke dalam dekapannya. Perlahan mata mereka mulai menutup dan mereka akhirnya tertidur.