Awal
Di sebuah rumah yang sangat megah tinggalah seorang anak kecil berumur enam tahun bernama Justin Viano. Ia merupakan anak tunggal dari keluarga Viano. Sehari-hari Justin selalu ditinggal di rumah sendirian bersama para pelayan, walaupun rumahnya terkesan rame karena para pelayan tapi di lubuk hatinya paling dalam dirinya kesepian. Ingin sekali ia memiliki teman bermain tapi karena dia merupakan satu-satunya penerus Keluarga Viano jadi dia selalu dibatasi gerak-geriknya.
Pagi hari, sinar matahari mulai masuk melalui sela-sela jendela membuat Justin yang masih bersembunyi dibalik selimutnya terganggu tapi ia belum ingin terbangun dari tidurnya.
Tok Tok Tok
"Justin sayang," panggil Renata mamanya Justin sambil mengetok pintu.
Justin tidak memperdulikan suara ketukan pintu dan memilih untuk tetap tidur.
Kriett
Suara pintu terbuka. Renata menghampiri anaknya yang masih terlelap dalam tidurnya. Renata membelai punggung anaknya, lalu perlahan ia menarik selimutnya menampilkan wajah anaknya yang sangat tampan.
"Justin, mama tahu kamu sudah bangun ya. yuk, Nak, turun ke bawah. Papa kamu sudah menunggu kamu," kata Renata lembut.
Hehehe
Justin tertawa dan perlahan matanya terbuka menampilkan manik mata birunya. Ya dia merupakan keturunan Amerika dan Jepang. Ibunya berasal dari Jepang sedangkan ayahnya dari Amerika.
"Ada apa, Ma?" tanya Justin.
"Ayo kita makan pagi bersama, papa sudah menunggu kita di bawah," jawab Renata.
Justin menganggukkan kepalanya lalu Renata menggenggam tangan Justin. Mereka berdua turun ke bawah sambil bergandengan tangan. Sesampainya di ruang makan, sudah ada Romeo papanya Justin yang menunggu mereka. Justin mendudukkan dirinya di kursi sedangkan Renata mengambilkan makanan untuk Justin dan Romeo, setelah itu ia duduk di samping Romeo.
"Pagi, Pa," sapa Justin.
"Pagi, Nak," balas Romeo.
"Ayo semuanya dinikmati," kata Renata.
Mereka semua mulai memakan makanannya dengan lahap. Sarapan pagi itu hanya ditemani suara dentingan garpu. Setelah selesai makan, Romeo tersenyum ke arah Justin.
"Justin anak Papa yang ganteng. Bentar lagi kan kamu ulang tahun, kamu mau minta apa?" tanya Romeo.
"Hmm, Justin permintaannya tidak ribet kok, Pa. Tapi Justin tidak yakin Papa dan Mama bisa mengabulkannya," kata Justin membuat Romeo dan Renata saling memandang karena penasaran dengan permintaan anaknya.
"Ayo, Nak, katakan saja. Papa ingin tahu apa keinginan kamu," kata Romeo.
"Hmmm, Justin ingin seorang adik perempuan, Pa. Pasti menyenangkan kalau memiliki seorang adik dan Justin bisa bermain bersamanya," balas Justin.
Tanpa sadar air mata menetes di wajah Renata, ia tidak menyangka anaknya akan meminta sesuatu yang tidak bisa ia berikan karena ia dulu memiliki kista hingga menyebabkan rahimnya harus diangkat. Romeo melihat Renata seperti itu hatinya merasa sakit dan ia langsung mengusap air mata Renata.
"Tuh kan, pasti kalian tidak bisa memenuhi keinginan Justin," kata Justin sambil berdiri dan mau berjalan ke kamarnya tapi tangannya di tahan oleh Romeo.
"Anak Papa yang ganteng, jangan marah dong. Kamu mau adik perempuan, hmm?" tanya Romeo.
"Iya, Pa," jawab Justin.
"Kamu yakin ingin adik perempuan? kenapa kamu sangat ingin?" tanya Romeo.
"Aku selama ini kesepian, Pa. Dengan hadirnya adik, aku kan bisa bermain bersamanya," jawab Justin mantap.
"Justin, dengarkan Papa. Sekali kamu mendapatkan adik perempuan kamu tidak bisa mengembalikannya lagi," balas Romeo.
"Iya, Pa. Justin akan menjaga adikku dengan baik," kata Justin.
Setelah selesai makan, Renata dengan lesuh mengambil piring-piring mereka lalu meletakkannya di wastafel. Ia bingung dengan suaminya, kenapa menyanggupi untuk memberikan Justin seorang adik padahal dokter sudah memvonis dirinya tidak bisa memiliki anak. Romeo menyadari istrinya sedang sedih bangkit dari duduknya menyusul istrinya sedangkan Justin memilih kembali ke kamarnya.
"Sayang, dengarkan aku," kata Romeo sambil berusaha memegang tangan Renata tapi tangannya ditepis.
"Rom, kamu kan tahu, kalau aku sudah tidak bisa memiliki anak tapi kenapa kamu menerima permintaan Justin?" tanya Renata.
"Sebaiknya kita bicarakan ini di kamar aja, Sayang," kata Romeo.
Romeo menggandeng tangan Renata menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, Romeo meminta Renata untuk duduk di ranjang. Mereka berdua duduk saling berhadap-hadapan.
"Renata, listen to me. Kita memang tidak bisa memiliki anak lagi tapi kita bisa mengangkat seorang anak, hitung-hitung kita memberikan seorang anak kehidupan yang layak," kata Romeo.
"Iya juga sih, Rom. Tapi kenapa harus perempuan?" tanya Renata.
"Hmm, kalau soal itu aku kurang tahu. Mungkin Justin ingin berteman dengan perempuan dan mungkin dia bosan kali berteman sama cowok," jawab Romeo sambil mengelus wajah Renata.
"Kalau itu menurut kamu yang terbaik, mari kita mengangkat anak perempuan," kata Renata.
"Ya sudah, nanti malam kita ke panti asuhan dekat rumah kita," balas Romeo.
"Baik, Rom. Oh iya, bukannya hari ini kamu kerja ya?" tanya Renata.
"Ini aku mau pergi kerja tapi sebelum aku berangkat tolong rapikan dasi aku ya," pinta Romeo.
Renata berdiri lalu ia mulai memasangkan dasi Romeo yang sudah terlihat berantakan. Setelah itu Romeo berpamitan kepadanya dan keluar dari kamar. Renata melihat kepergian suaminya juga keluar dari kamar dan berjalan menuju kamar putranya.
Tok Tok Tok
Renata mengetok pintu kamar Justin dan tidak lama Justin membuka pintu dengan rambut basah dan pakaian santainya.
"Ada apa, Ma?" tanya Justin.
"Mama mau ngomong sesuatu yang penting, Mama boleh masuk?" tanya Renata.
"Tentu saja boleh, Ma," balas Justin.
Renata dan Justin masuk ke kamar lalu mereka berdua duduk berhadapan.
"Justin sayang, kamu beneran mau mempunyai adik?" tanya Renata.
"Beneran, Ma. Justin pengen punya adik," jawab Justin.
"Hmm, Sayang, kenapa harus adik perempuan? Kenapa enggak adik laki-laki aja?" tanya Renata.
"First aku ini laki-laki, Ma. Aku enggak mau ada yang bersaing denganku, dan kalau perempuan aku bisa menjaganya dan barangkali dia akan menjadi milikku suatu hari nanti," jawab Justin dengan senyum miringnya.
Renata yang mendengar hal itu menatap putranya yang terlihat aneh dengan kata-kata milikku bertanya-tanya dalam hatinya.
"Justin, adik perempuan itu bukan barang yang bisa kamu miliki tapi kamu harus berjanji kepada Mama bakal terus menjaganya apa pun yang terjadi? Karena sekali kamu sudah mempunyai adik perempuan kamu tidak bisa mengembalikannya lagi," kata Renata.
"Iya, Ma. Justin berjanji," jawab Justin.
"Mama tidak tahu saja maksud aku, dia akan menjadi milikku sampai dewasa," gumam Justin.
"Ya sudah, Mama mau berangkat kerja dulu ya, kamu sementara di rumah dulu bersama Bi Lauren," kata Renata.
"Iya, Ma," balas Justin lesuh.
Renata langsung keluar dari kamar Justin dan Justin melihat kepergian mamanya mendengus kesal. Walaupun semua fasilitas yang dibutuhkannya terlengkapi tapi dirinya juga membutuhkan kasih sayang. Setelah itu Justin memutuskan keluar dari kamar dan menemui Bi Lauren.
"Bi Lauren!" teriak Justin sambil berlari ke bawah saat melihat Bi Lauren baru saja datang.
"Eh, Tuan Muda. Jangan lari-lari, nanti jatuh," kata Bi Lauren.
"Bi Lauren mau tahu enggak, aku ada kejutan loh," kata Justin.
"Kejutan apa, Tuan Muda?" tanya Bi Lauren.
"Sebentar lagi aku akan memiliki adik perempuan," kata Justin antusias.