Liar

1113 Kata
Sesampainya di depan rumah Tina, mereka bertiga langsung keluar dari mobil. Mereka berjalan menuju ke dalam rumah Tina. Saat sudah berada di ruang tamu, mereka mendudukkan dirinya di sofa. "Langsung pesan aja ya, makanan kita. Udah lapar banget aku," kata Tina memelas. "Iya," balas Theo dan Tamara berbarengan. "Kalian mau pesan makanan apa?" tanya Tina sambil mengscroll makanan yang ada di aplikasi online ponselnya. "Hmm, aku ikut aja deh, yang penting enak," kata Theo. "Kalau aku pilihin makanan yang tidak enak, kamu mau?" tanya Tina dengan nada mengejek. "Gila ya, kamu. Masa kamu tega pilihin makanan yang enggak enak untuk Theo yang ganteng ini," jawab Theo. "Ganteng? ganteng dari mananya, Theo, dari sedotan," kata Tina. Hahaha Tamara tertawa terbahak-bahak mendengar kedua temannya berdebat. Theo melihat Tamara tertawa, entah mengapa mendadak jantungnya seperti berdebar-debar. "Lah, emang aku ganteng. Buktinya di antara kalian berdua, aku yang paling ganteng," balas Theo. "Ya Iyalah, Theo. Kan kamu cowok sendiri di kelompok kita dan kita berdua cantik bukan ganteng, ya kan, Tamara?" kata Tina. "Iya deh, hehehe," balas Tamara. "Jadi mau pesan apa nih?" tanya Tina. "Hmm, gimana kalau pesan pasta aja tapi terserah pastanya yang mana?" tanya Tamara. "Boleh tuh," kata Theo. "Ya udah, aku pesankan pasta ya untuk kita tapi kalau rasa kurang enak jangan salahin aku, kan kalian yang suruh aku pilih terserah yang mana aja sesuai dengan insting," balas Tina. "Iya, Tina. Buruan pesanin, udah lapar nih aku, pake bahas insting segala," kata Tamara. "Siap, Bos," balas Tina. Tina memesan berbagai macam pasta di aplikasi makanan onlinenya. Setelah selesai memesan makanan, mereka mengeluarkan buku pelajaran matematika mereka. "Gimana kalau kita bagi aja nih, tiap orang dapat tiga nomor, kan sisa sembilan nomor lagi nih?" tanya Theo. "Boleh tuh," jawab Tamara. "Siap, aku bagi-bagi ya," kata Theo. Theo mulai membagikan tiga nomor per orang. Setelah selesai membagikan, mereka semua mulai mengerjakan nomor yang sudah ditentukan dengan serius. Ting tong Bell rumah Tina berbunyi. Tina beranjak dari sofa lalu ia berjalan menuju pintu dan membukanya. "Ini pesanannya, Nona," kata petugas delivery food. "Ini uangnya, Pak," kata Tina sambil mengambil makanan dan memberikan uang ke petugas delivery food. Tina berjalan menuju ke ruang tamu sambil membawa bungkusan makanan untuk mereka. "Woi! Makan dulu yuk, lanjutinnya nanti aja!" teriak Tina. "Iya nih, aku udah lapar banget," balas Theo. "Ya udah, kita makan dulu aja. Udah lapar juga aku," kata Tamara. Mereka bertiga mulai memakan makanannya dengan lahap sambil sesekali mengobrol. "Gimana, Tina, menurut kamu si Pak Rama seganteng yang kamu pikirkan enggak?" tanya Theo. "Ck, ternyata biasa aja. Dikirain bakal ganteng banget kayak artis Korea yang sering aku tonton di televisi," jawab Tina. "Makanya jangan berekspektasi tinggi," balas Theo sambil tertawa terbahak-bahak. "Otak kamu ya, Tina, pikirannya artis Korea mulu," ejek Tamara. "Abisnya pada ganteng semua sih, jadi wajar dong kalau aku suka," balas Tina. Setelah selesai makan mereka semua melanjutkan kembali tugas kelompok mereka hingga tanpa sadar hari semakin malam. *** Justin yang sedang berada di rumah melihat jam sudah menunjukan pukul tujuh malam tapi Tamara belum pulang merasa gelisah dan kesal. "Tamara ke mana sih? Katanya kerja kelompok, kok belum pulang, ya?!" teriak Justin sambil melirik jam di dinding. Justin mengambil ponselnya lalu ia mengirimkan pesan ke Tamara. "Tamara, kamu sudah selesai belum kerja kelompoknya? Kakak jemput ya," kata Justin di pesan untuk Tamara. "Tamara, jawab pesan Kakak atau kamu akan kakak hukum," kata Justin mengirim pesan ke adiknya kembali. Justin terus mengirim pesan ke ponsel Tamara tapi tidak dibalas akhirnya menelepon ponsel Tamara berkali-kali tapi tidak diangkat sama sekali. "Dia ke mana sih, tumben sekali tidak mengabariku," gumam Justin. Justin yang tidak kehabisan akal akhirnya mengirimkan pesan ke Theo. *** Drt Ponsel Theo berbunyi pertanda ada pesan masuk. Theo mengambil ponselnya, ia melihat nomor kakaknya Tamara yang mengirimkan pesan segera membukanya. "Tamara, kakak kamu nih cariin kamu, dia nanya kamu sama aku atau enggak," kata Theo. "Jawab aja iya, aku sama kamu dan Tina. Abis itu kamu matiin aja ponsel kamu, kakak aku tuh lebay banget," kata Tamara. "Enggak bakal dimarahi kamu sama kakak kamu nanti?" tanya Theo khawatir. "Bodoh amat," jawab Tamara. "Ya udah, aku balas ya kakak kamu," kata Theo. "Iya, Theo, balas aja," balas Tamara. Theo membalas pesan dari Justin kakaknya Tamara dan setelah itu ia mensilent ponselnya. "Yuk lanjut lagi, dikit lagi kelar nih," kata Theo. Setelah selesai menyelesaikan semua nomor yang disuruh guru, Theo dan Tamara memutuskan untuk pulang. "Tamara, kamu mau enggak aku anterin atau kamu mau dijemput kakak kamu aja?" tanya Theo. "Hmm, aku nebeng kamu aja deh. Ini udah malam banget soalnya," jawab Tamara. "Oke deh. Tina kita pulang dulu ya," kata Theo. "Loh, kamu udah suruh supir kamu jemput? Terus kalian katanya kalau larut mau nginep, enggak jadi nih?" tanya Tina sambil mencebikkan bibirnya. "Udah, barusan aku sudah suruh dia jemput. Palingan bentar lagi dia sampai Aku enggak bisa nginep hari ini, maaf ya. Tamara, kamu mau nginep?" kata Theo. "Enggak bisa. Ini aja aku bisa diomelin apalagi menginap," balas Tamara. Tin tin "Sepertinya itu supir aku udah tiba. Aku sama Tamara balik ya," kata Theo. "Iya, hati-hati ya, kalian berdua," kata Tina. Theo dan Tamara melambaikan tangannya dan dibalas Tina. Mereka berdua berjalan menuju mobil Theo yang sudah menunggu di halaman rumah Tina. Saat sudah di depan mobil, mereka langsung masuk ke dalam mobil. "Pak, ke rumah Tamara dulu ya," kata Theo. "Baik, Tuan," balas Tino. Perlahan mobil tersebut mulai melaju dengan kecepatan sedang melintasi jalanan yang terlihat sudah sangat sepi dan hanya ditemani cahaya dari lampu. "Kamu yakin nih kakak kamu enggak marah?" tanya Theo. "Santai aja, Theo. Lagian aku udah capek ditanyain terus, udah kayak aku diintrogasi sama dia aja," jawab Tamara. "Tandanya dia sayang banget sama kamu, Tamara. Aku lihat dia itu selalu perhatian sama kamu dan semua keinginan yang kamu mau pasti dia bakal usahain," kata Theo. "Tapi aku malasnya dia itu selalu ngatur dengan siapa aku berteman, Theo, padahal kan aku udah dewasa udah tahu mana yang benar dan salah," balas Tamara. "Iya juga sih. Coba kamu bicara baik-baik dengan kakakmu," kata Theo. "Nanti sajalah, malas," balas Tamara. Beberapa menit kemudian, mobil yang dikendarai Tino memasuki kawasan rumah Tamara tapi tiba-tiba Tamara meminta Tino untuk menghentikan mobilnya padahal rumah Tamara masih beberapa blok lagi. "Kenapa berhenti di sini? Ini masih jauh loh," tanya Theo. "Kamu kayak enggak tahu kakak aku aja, dia kan enggak begitu suka kalau aku sering dekat sama kamu apalagi ini udah malam dan yang anterin pulang kamu," jawab Tamara. "Kamu yakin mau turun di sini?" tanya Theo. "Iya, udah ya, aku turun duluan," jawab Tamara. "Oke, hati-hati ya," kata Theo. Tamara keluar dari mobil Theo. Ia berjalan kaki menuju rumahnya yang tinggal beberapa blok lagi. Deg
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN