Terdengar suara ketukan pintu dari luar membuat Tamara terkejut.
"Siapa?" tanya Tamara.
"Ini Kakak," jawab Justin.
"Ishh, kakak ganggu aja sih, lagi pacaran juga," gumam Tamara.
"Iya, Kak, tunggu bentar," balas Tamara ogah-ogahan.
Tamara berpamitan kepada Theo untuk mematikan sambungan video call lalu ia meletakkan ponsel di bawah bantal setelah video call itu terputus. Tamara berjalan menuju pintu kamar dan membukanya.
"Ada apa, Kak?" tanya Tamara dengan nada gugup.
"Tumben kamu mengunci pintu kamar kamu, biasanya juga dibiarkan tidak terkunci?" tanya Justin menatap heran Tamara.
"Tadi aku habis mandi makanya dikunci," jawab Tamara sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Justin mengangkat sebelah alisnya. Ia merasa ada yang berbeda dengan adiknya apalagi saat melihat Tamara menghalangi dia masuk ke dalam kamar.
"Kakak mau masuk, boleh kan?" tanya Justin dengan smirk miringnya.
"Boleh aja sih, Kak, tapi Tamara sekarang ngantuk banget," jawab Tamara.
"Kakak mau masuk ke kamar kamu, kamu ngalangin Kakak kenapa? Apa ada yang kamu sembunyikan dari Kakak?" tanya Justin melihat Tamara tidak menggeser posisinya.
"Ya enggaklah, Kak," jawab Tamara kikuk memaksakan senyumannya.
"Apa yang kamu sembunyikan adikku sayang? Lihat saja, Kakak akan mencari tahu sendiri," gumam Justin dalam hati.
Tamara meneguk salivanya. Ia menggeser tubuh dia agar Justin bisa masuk ke dalam kamar.
"Masuk aja, Kak, enggak ada apa-apa kok," balas Tamara sambil tersenyum kikuk.
Justin masuk ke dalam kamar Tamara. Ia melihat-lihat dan tidak ada yang aneh di dalam menatap adiknya yang masih berdiri di pintu.
"Tidak ada yang aneh, hanya perasaanku saja mungkin," gumam Justin.
"Tamara, sini deh. Naring bareng sama Kakak di atas ranjang. Kakak udah lama nih pengen bacain kamu dongeng kayak dulu lagi," kata Justin.
"Eh, enggak usah, Kak. Kan aku udah gede, mana pantas aku dibacain dongeng kayak dulu," balas Tamara sedikit terharu mendengar perkataan Justin.
"Kalau udah gede emang enggak boleh dekat sama Kakak dan dengerin dongeng dari Kakak?" tanya Justin terkekeh.
"Boleh, Kak," jawab Tamara sambil memilin-milin baju tidurnya.
"Lihat Kakak, Dek. Kakak enggak suka lihat kamu menunduk seperti itu," kata Justin tegas.
Tamara mengangkat kepalanya. Matanya saling bertemu dengan tatapan tajam mata Justin membuat Tamara gugup.
"Tamara, jangan pernah bermain api dengan Kakak ya. Kakak paling tidak suka kalau kamu berani membohongi Kakak," kata Justin.
"Aku tidak pernah membohongi Kakak kok," balas Tamara lalu menggigit bibirnya karena merasa suasana semakin mencekam.
"Tamara, jangan takut. Kakak tidak serius kok menuduh kamu," kata Justin sambil tertawa.
Tamara terkejut mendengar kakaknya tertawa tiba-tiba.
"Kok aku diketawain sih, Kak?" tanya Tamara mencebikkan bibirnya.
"kamu lucu soalnya. Ya udah, ayo sini duduk di samping Kakak," kata Justin sambil mendudukkan dirinya di ranjang.
Tamara dengan pelan melangkahkan kakinya menuju ranjang lalu ia duduk di samping Justin. Justin melihat Tamara duduk jauh darinya menarik tangan Tamara hingga tubuh Tamara mendekat ke arahnya.
"Kak, aku boleh tanya sesuatu sama Kakak? Tapi Kakak jangan marah ya," tanya Tamara.
"Tentu saja boleh, Tamara. Kalau kamu jujur dan mau cerita sama Kakak pasti Kakak tidak akan marah sama kamu," jawab Justin sambil mengusap lembut rambut Tamara.
"Kak, kalau Tamara mau punya pacar boleh tidak?" tanya Tamara gugup.
Seketika tangan Justin berhenti mengelus rambut Tamara, wajahnya mengeras dan tatapan tajam ia arahkan ke Tamara yang masih menunggu jawabannya. Tamara menggigit bibirnya kalau-kalau dia dimarahi dia harus siap.
"Hahaha, adikku ternyata sudah dewasa. Siapa laki-laki yang sudah berhasil mencuri hati kamu, Sayang? Hmm, Kakak kan juga harus tahu siapa dan apa dia pantas untuk adik Kakak yang paling Kakak sayangi ini," kata Justin berusaha tersenyum agar Tamara nyaman dengan dia.
"Belum ada, Kak. Nanti kalau udah ada pasti Tamara bakal cerita sama Kakak," balas Tamara.
Tamara merasa takut jika ia jujur kepada kakaknya, apalagi selama ini Justin selalu membatasi dia berteman dengan seorang pria.
"Baiklah, adikku yang manis. Kamu mulai menyembunyikan sesuatu dari Kakak, kita lihat sejauh apa kamu menyembunyikan semua dari Kakak," gumam Justin.
Justin tersenyum lembut ke arah Tamara lalu ia mengambil salah satu buku cerita yang tersimpan rapi di laci meja samping ranjang.
"Kakak mau ngapain?" tanya Tamara.
"Tentu saja membacakan dongeng untuk kamu, Tamara. Kakak sudah lama sekali tidak membacakan dongeng untuk kamu," jawab Justin tersenyum.
"Kak, enggak usah ya. Kakak keluar deh dari kamarku, aku sudah sangat mengantuk, Kak," balas Tamara.
Seketika senyuman Justin luntur. Justin langsung menatap tajam adiknya membuat Tamara bergidik ngeri.
"Eh, boleh deh, Kak. Kakak jangan salah paham," kata Tamara dengan gugup.
Senyum Justin kembali mengembang. Justin membaringkan tubuh ke ranjang lalu ia menarik tubuh Tamara hingga kepala Tamara jatuh di atas tubuh bidangnya, kemudian Justin melingkarkan tangannya ke tubuh Tamara.
"Kak, jangan seperti ini," kata Tamara.
"Kenapa, Tamara? Apa kamu tidak suka? Kan kakak yang memeluk kamu," tanya Justin.
"Kak, aku tidak nyaman, sempit," jawab Tamara.
"Kenapa tidak nyaman? Sempit apanya? Selama ini Kakak loh yang selalu memeluk kamu waktu kita masih kecil, tapi kok sekarang kamu menolak sih?" tanya Justin kesal.
"Itu kan dulu, Kak, sekarang udah berbeda, aku udah dewasa," jawab Tamara lirih.
Justin yang merasa Tamara menjadi tidak nyaman dengannya melepaskan pelukan dia dan membiarkan Tamara menggeser tubuhnya ke samping.
"Kamu menolak hari ini, Tamara, tapi lain kali Kakak tidak akan biarkan kamu lepas dari Kakak," gumam Justin.
Tamara merasa Justin hanya diam saja dan menatap dirinya dengan tajam berusaha tidak menampakkan raut wajahnya yang ketakutan.
"Sekarang Kakak boleh mulai mendongeng?" tanya Justin lembut berusaha membuat Tamara nyaman.
"Boleh, Kak," jawab Tamara dengan senyum manis.
Justin membuka buku cerita tersebut lalu ia mulai membacakan dongeng ke Tamara sambil tangannya mengelus rambut Tamara. Sentuhan Justin membuat Tamara tanpa sadar mulai mengantuk dan perlahan matanya menutup.
"Selamat istirahat, adikku," kata Justin mendengar dengkuran halus dari bibir Carla.
Justin meletakkan buku cerita ke dalam laci lalu ia menarik tubuh Tamara yang sudah tertidur hingga masuk ke dalam dekapannya.
"Aku akan mencari tahu apa yang kamu sembunyikan dariku," gumam Justin dengan smirknya.
Justin mengecup kening Tamara lalu ia menutup matanya juga.
***
Sinar matahari perlahan mulai masuk melalui sela-sela jendela membuat Justin yang masih memeluk Tamara membuka matanya. Saat matanya sudah terbuka, ia melihat Tamara masih betah tertidur dalam dekapannya tersenyum bahagia.
"Kakak berharap kita bisa seperti ini selamanya," kata Justin.
Justin melihat tubuh Tamara mulai menggeliat mengeratkan pelukannya dan menutup mata.
"Kak Justin sudah bangun ya? Bangun dong, Kak, lepasin Tamara," pintaTamara.
Justin tidak memperdulikan perkataan Tamara dan ia tetap berpura-pura tidur.
"Kak Justin, Tamara harus sekolah hari ini, Tamara enggak mau bolos," kata Tamara sambil berusaha menggeser tangan Justin tapi tenaganya kalah dengan tenaga Justin.
"Tamara, biarkan seperti ini dulu. Kakak masih mau memeluk kamu," kata Justin.
"Kak, nanti aku telat masuk sekolah," kata Tamara.
Justin membuka mata. Ia menatap tajam Tamara membuat Tamara terdiam melihat tatapan Justin yang begitu mengerikan baginya.