Kencan seharusnya menjadi momen paling menyenangkan bagi setiap pasangan, tapi tidak bagi Elsya. Sadar dirinya terlalu memaksakan diri untuk menerima Aksa dulu, hingga kini hatinya justru tak juga bisa terbuka untuknya. Padahal Aksa kurang baik apa coba?
Aksa sosok pria yang manis, hangat.
Aksa juga memiliki wajah tampan.
Aksa pria yang royal. Apapun yang Elsya mau pasti pria itu akan menurutinya. Entah makan di restoran yang jauh dan aneh sekalipun. Pria itu dengan setia menemaninya.
Aksa juga pintar. Banyak perempuan yang tergila-gila dengannya, tentu saja kecuali Elsya.
Sejak tiga tahun lalu, hati Elsya masih terpaut untuk satu nama. Semua masih sama seperti saat pertama kali dirinya jatuh cinta. Tidak pernah berubah sama sekali. Satu nama itu masih menempati hati Elsya, memenuhinya hingga tak bisa menampung nama lain di dalamnya.
Nama itu adalah...
Algabra Rafasya.
“ Kita mau makan apa abis ini?” tanya Aksa ketika film baru saja selesai dan orang-orang di sekitar mereka sudah mulai beranjak pergi.
Rupanya film sudah selesai diputar, tapi tak satupun adegan yang teringat di benak Elsya. Karena memang gadis itu tak memperhatikan tontonannya hari ini. Ia malah sibuk membayangkan esok harinya agar bisa bertemu dengan Alga lagi. Penasaran setelah kebersamaan mereka kemarin, apakah pria itu akan tetap dingin padanya... atau ada kemajuan?
“ Aku mau ramen aja.”
“ Di tempat biasa?” Aksa memastikan.
Elsya mengangguk. “ Boleh.”
“ Ya udah yuk. Aku juga udah lama nggak makan ramen di sana. Abisnya temen-temen aku pada males makan ramen, katanya enakan makan indomi di warkop.” Aksa mencoba untuk menghangatkan suasana.
“ Cowok kebanyakan gitu ya? Pasti pada suka makanan sederhana, anti ribet, nggak jauh-jauh, apalagi kalau sambil ngopi dan wifi-an. Udah deh pasti pada mabar,” balas Elsya. “ Tapi Brian beda deh. Dia cowok tulen nggak ya?”
“ Brian emang beda. Kalo kata temen-temen aku, dia mah kelewat elit. Kalo nongkrongnya nggak di starbuck mana mau. Makanya nggak ada temen aku yang deket sama Brian. Kalo aku, di starbuck oke... di warkop deket kampus juga oke.”
“ Warkop deket kampus kamu paling enak bubur kacang ijonya sih.”
“ Kapan-kapan mau ke sana?”
“ Boleh. Tapi pas libur ya biar ngga ada temen-temen kamu. Aku malu kalo ketemu mereka,” ucap Elsya yang memang sulit berbaur dengan para cowok, terlebih dari teman-teman dari orang yang ia kenal. Kecuali jika para cowok itu memang temannya.
“ Iya iya. Nanti aku cari waktunya ya.”
Keduanya pun akhirnya sampai di tempat makan yang mereka tuju. Setelah mendapatkan kursi untuk mereka berdua, seorang pelayan memberikan buku menu pada keduanya.
“ Aku mau chicken soup ramen with collagen. Sama minumnya ocha dingin aja.” Elsya seperti biasa tak pernah bingung soal pilihan makanan yang diinginkan.
“ Chicken soup ramen with collagen satu, ocha dinginnya dua sama beef rame white curry satu ya, mbak.”
“ Baik, Kak. Ada tambahan lain?”
Aksa menggelengkan kepalanya. “ Itu saja cukup.”
“ Baiklah. Ditunggu sekitar lima belas menit ya, kak. Terima kasih.”
Aksa hanya mengangguk menanggapi. “ Udah rame juga, udah siang sih ya.” Ia memperhatikan sekitarnya.
Elsya mengangguk.
Mata Aksa kemudian fokus pada layar televisi besar yang berada di salah satu toko elektronik tepat di sebrang restoran ramen ini. Merasa ada yang menarik, Elsya pun mengikuti arah tatapan kekasihnya.
“ Alga?” Tanpa sadar Elsya mengucapkan nama itu.
Di layar televisi yang menampilkan berita itu, terlihat video Alga dan segala prestasinya di dunia hiburan. Alga beberapa kali masuk dan memenangkan nominasi sebagai model pria dengan wajah yang paling manis, atau model pria termuda, atau sebagai aktor pendamping paling bikin salah fokus versi netijen. Ya, karena bagi para fans Alga... dia terlalu tampan jika hanya untuk menjadi peran figuran. Padahal itu adalah bukti jika selama ini dia telah membangun karirnya dari awal. Mungkin kurang dari dua tahunan pria itu berkecimpung di dunia hiburan, tapi prestasinya sudah cukup banyak. Membuat siapapun pasti iri padanya.
Lalu berita infotainment itu menampilkan wawancara Alga yang entah diambil kapan karena itu bukanlah siaran langsung. Alga terlihat tampan dengan setelan kemeja berwarna merah marun dan dua kancing atas yang terbuka. Wajahnya seperti dipoles make up tipis, sepertinya dia baru saja selesai melakukan pemotretan. Di sekitarnya ada beberapa model lain dan kameramen yang tampak membereskan tempat mereka.
Tidak jelas apa yang Alga katakan karena memang layar televisi itu sengaja tidak bersuara. Yang jelas Alga seolah mengkonfirmasi sesuatu, terlebih ada satu foto penyanyi perempuan yang memang belum lama ini terjun. Tapi sepertinya dia penyanyi lama, hanya baru dibicarakan lagi akhir-akhir ini karena lagunya cukup populer digunakan di aplikasi toktok. Lalu di tulisan bagian bawah wawancara tertulis jika Alga mengkonfirmasi akan menjadi model video klip pada lagu penyanyi perempuan itu. Pria itu tampak tersenyum begitu hangat.
“ Bagus sekali, Al.” Tanpa sadar Elsya mengucapkannya. Ia mengusap sudut matanya yang basah. Entah kenapa hatinya semakin rapuh jika memikirkan soal Alga. Apalagi dengan semua perjuangan pria itu... kini dia sudah sukses dengan usahanya sendiri.
“ Bukankah dia hebat?” tanya Aksa memecah lamunan gadis di depannya.
Elsya mengangguk. “ Aku ikut senang. Dia sudah sukses dengan karirnya.”
“ Pasti seru kan pernah kenal seseorang yang kini namanya disebut dimana-mana?” Aksa membuka suara lagi. Terutama saat pelayan meletakkan makanan di atas meja mereka lalu pamit pergi. “ Apalagi kalian satu kampus. Kalau fans Alga tau, mereka pasti iri denganmu.”
Elsya tersenyum tipis, menambahkan bubuk cabai ke dalam mangkuk ramennya dan sedikit kecap asin. “ Mungkin.” Ia mengedikkan bahunya. “ Tapi dia seperti orang yang berbeda. Melihatnya di televisi, lalu mengingat kami pernah berteman dekat... seperti dua dunia yang berbeda.”
“ Tapi seharusnya kamu berterima kasih pada Tuhan, kalau kamu memiliki hubungan spesial dengannya dan kondisinya saat ini... bukankah akan merepotkan? Beberapa manajemen malah tidak suka kalau artisnya punya pacar, apalagi non seleb pacarnya.” Aksa mulai menyantap makanannya, walau tanpa sadar apa yang pria itu katakan membuat mood Elsya semakin ambyar.
Elsya hanya tertegun sejenak sebelum mencoba menghabiskan makanan yang sudah tak ia minati lagi. Apakah maksud Aksa, ia harus bersyukur karena Alga menjauhinya? Apakah ia harus bersyukur dengan rasa sakit yang ia pendam selama ini karena Alga menjauhinya tanpa sebab?
Merasa tak bersalah sama sekali, Aksa mencoba mengobrol lagi dengan Elsya tapi hanya ditanggapi seadanya oleh gadis itu. Setelah makanan mereka habis, Elsya memilih untuk langsung pulang karena kepalanya pusing. Aksa pun tak bisa memaksa. Namun sebelum pulang, ia membelikan kekasihnya itu dua pcs chicken skin dan chicken pop dengan bumbu seaweed kesukaannya. Ia tahu Elsya sangat suka cemilan ini.
“ Nggak usah repot padahal,” ucap Elsya saat menerima bingkisan makanan dari pacarnya. Apa ini sogokan?
“ Besok aku antar ke kampus ya? Kebetulan aku nggak ada kuliah pagi.”
Ingin segera mengakhiri pertemuannya dengan Aksa, Elsya pun langsung mengiyakan saja. Lalu gadis itu segera masuk ke dalam rumahnya.
Aksa hanya menatap gadisnya yang baru saja masuk ke dalam rumahnya itu dan menghela nafas panjang. Dilihatnya ponsel di dashboardnya yang bergetar entah sudah ke berapa kali dan sepertinya Elsya juga tidak memperdulikannya. Ia pun menerima telepon itu. “ Iya, aku segera ke sana. Kamu akan menemaniku nanti malam kan di arena?”
***
Elsya menatap malas pada makanan yang dibelikan oleh Aksa, alhasil makanan itu ia berikan pada Bi Sarah—salah satu asisten rumah tangganya yang memang paling dekat dengannya. Dulu, Bi Sarah yang mengasuhnya ketika ibunya masih koma hingga ia sudah menganggapnya seperti ibunya sendiri. Tentu saja Vio tetap ibu terbaik baginya meski sebagian besar masa kecilnya hanya bisa menatap ibunya berbaring dengan bantuan alat di sekujur tubuhnya. Setidaknya, ia bisa terus menatap ibunya dan ia masih memiliki seorang ibu.
“ Loh ini kan kesukaan non. Kok nggak dimakan?” tanya Bi Sarah yang kaget sekaligus senang karena bisa menyicip makanan kesukaan anak majikannya. Harganya juga lumayan mahal jadi membuatnya berpikir ulang jika untuk membelinya atau dibawa pulang untuk anak-anaknya. Bisa buat beli beras sepuluh liter sih. Lumayan ada oleh-oleh buat dibawa pulang hari ini karena memang Bi Sarah tidak menginap. Hanya datang pagi dan pulang sore atau malam setelah memastikan semua orang di rumah ini memiliki makan malamnya.
“ Nggak apa-apa, bi. Aku udah kenyang soalnya. Buat anak-anak bibi aja.”
“ Makasih ya, non. Anak bibi pasti suka dibawain makanan mahal.”
Elsya tersenyum tipis mendengar ucapan terima kasih yang terdengar sangat tulus. Lalu ia pun kembali ke kamarnya. Ia jadi teringat lagi akan berita yang tadi siang ia tonton soal Alga. Lalu ia pun membuka ponselnya dan mencari berita tadi di sosial media agar benar-benar tau isi beritanya.
Begitu memasukan nama Alga di bagan pencarian, semua berita pria itu muncul di sana. Ada juga berita terbaru yang diupload beberapa jam yang lalu.
“ Lo udah bener-bener terkenal ya, Al.” Elsya tersenyum senang membaca satu persatu berita Alga di sana. Alga masih terlihat sama seperti dulu, dia tetap tampan dan justru semakin bersinar ketika melihatnya difoto oleh fotografer-fotografer handal. Dia benar-benar seperti bintang yang mungkin tak akan pernah bisa Elsya gapai. “ Mungkin karena ini, kita nggak pernah bisa bersatu. Karena Tuhan tau lo akan kesulitan jika memiliki gue di saat lo udah tenar gini. Mikirin banyak cewek yang suka sama Alga saja sudah membuatnya sesak. Namun karena ia bukan siapa-siapa bagi Alga, jadi rasa cemburunya pun tak berarti, kan?
Gadis itu lama-lama tertidur di meja belajarnya sendiri, sembari memikirkan Alga dan kisah masa lalu mereka yang seperti menggantung begitu saja.
Ditinggalkan oleh orang yang kita cintai memang menyakitkan, tapi lebih menyakitkan lagi ketika sadar kita bahkan tak pernah memulainya. Kita tak bisa menuntut penjelasan apapun karena memang dia... tidak perlu menjawab semua pertanyaan yang selama ini bertahan di benak kita. Pertanyaan-pertanyaan yang terus membuat hati kita rapuh.