“ Si artis kemana?” tanya Windi yang menyadari beberapa hari ini tak melihat sosok Alga. Biasanya mereka pasti akan berpapasan di kantin, atau entah ini firasatnya atau bukan... seolah Alga selalu ada di tempat dimana Elsya berada.
“ Lo nggak up to date banget sama berita sih?” balas Elsya yang mengetahui siapa yang tengah Windi tanya.
“ Apaan emangnya? Dia punya pacar atau apa nih?” tanya Windi lagi. Biasanya kan seleb-seleb akan memiliki beberapa skandal dalam hidupnya. Entah itu skandal yang dibuat-buat untuk menaikan pamor mereka atau betul-betul dalam masalah.
“ Ish!” Ingin sekali Elsya menabok mulut lancang Windi. Ucapan kan adalah doa. Bagaimana jika nanti Alga beneran punya pacar? Kok hatinya mendadak sakit. Rasanya nggak sanggup membayangkannya.
“ Loh, kenapa sih? Wajar kan. Seleb kayak Alga punya pacar. Biasanya sih sesama seleb.” Windi menjawab dengan begitu tenang. Ia kemudian menyeruput es teh manisnya yang membuat Elsya diam-diam berdoa agar temannya ini tersedak.
Tentu saja tidak terjadi. Doa buruk jarang sekali terkabulkan apalagi Elsya tidak terzolimi.
“ Atau lo nggak rela ya kalau Alga punya pacar? Diem-diem suka sama dia kan lo?” tebak Windi yang justru membuat Elsya tersedak.
“ Apaan sih?” Elsya melotot kesal.
Windi mendengus sebal, menatap tajam ke arah Elsya. “ Gue tau lo cantik, Els. Tapi please jangan marukk. Lo udah punya Aksa yang gantengnya kayak oppa Korea, masa Alga mau lo embat juga.”
“ Ngaco deh!” Elsya menggembungkan pipinya dengan perasaan kesal. “ Jangan asal menyimpulkan deh.”
Windi tidak percaya begitu saja. “ Dari awal gue curiga lo ada apa-apanya sama Alga. Jujur deh sama gue mending. Siapa tau gue bisa kasih solusi.”
Elsya tersenyum tipis, Windi bersikap seolah siap mendengarkan tapi Elsya justru menggelengkan kepalanya. “ Nggak ada apa-apa.”
“ Bohong lo. Ah! Sakit hati gue. Temenan udah hampir sebulan, lo anggep gue apa sih?” Windi mulai berlebihan. Benar-benar mirip ratu drama. “ Padahal kalau lo emang ada apa-apa sama Alga, kayaknya seru sih. Jadi cinta segitiga gitu deh. Antara si oppa, sama si seleb.” Ia membayangkannya sembari senyam senyum.
Lalu seketika Windi melihat Farel yang berjalan ke arah mejanya dan Elsya. Seketika ia teringat sesuatu. “ Gue lupa... dia juga. Si senior.”
“ Hah?” Elsya jadi ikut menoleh ke arah tatapan Windi.
Benar saja.
Farel tersenyum begitu berdiri di dekat meja Elsya dan Windi. Tatapan pria itu lurus ke arah Elsya. “ Tawaran lo waktu itu masih berlaku kan?”
“ Eh?”
“ Yang mau traktir gue.”
Elsya baru ingat soal tragedi dompetnya yang hilang dan kemudian ditemukan oleh Farel. Ia memang sudah berjanji ingin mentraktir pria itu walau tidak tau kapan karena katanya nanti akan Farel yang menentukannya. “ Iya masih, kak.”
Farel mengangguk-angguk. “ Sore ini gimana? Lo nggak ada jam kuliah sampe sore, kan?”
“ Oh. Boleh.” Elsya mengangguk lagi.
“ Oke. Nanti gue kabarin.”
“ Emang kakak punya nomor aku?” tanya Elsya kemudian.
Farel hanya melirik sekilas ke arah Windi lalu berbalik dan pergi. Elsya langsung menatap Windi yang pura-pura sibuk menghabiskan minumannya. Padahal di gelasnya tinggal es batu saja.
“ Sumpah. Kak Farel maksa gue buat kasih nomor lo. Emang dia belum ngehubungin lo ya? Padahal udah lama mintanya. Dari awal pas gue masuk UKM padahal,” ucap Windi yang merasa terintimidasi dengan tatapan sahabatnya.
Elsya mendengus sebal.
“ Jadi cinta segiempat deh.” Windi menunjukkan empat jarinya lalu menatapnya satu persatu. “ Semuanya ganteng, punya kelebihan dan kekurangan. Kalau gue jadi lo, gue nggak bakal bisa pilih deh. Mau gue pacarin aja semuanya.” Ia tersenyum lebar.
“ Dasar.” Padahal tanpa berpikir lama, Elsya sudah tau siapa yang akan dia pilih. Karena pilihannya akan selalu sama sejak tiga tahun yang lalu.
“ Jadi, lo mau traktir kak Farel apaan? Jangan angkringan loh ya. Dompet lo kan berharga banget masa anak orang ditraktir angkringan.” Windi kembali berceloteh.
Elsya mengedikkan bahunya. “ Mungkin indomi di warkop aja sama kopi item. Enak, kan?”
“ Gila lo!”
***
Tiga hari tak bertemu Alga, membuat Elsya rindu setengah mati. Kini ia hanya bisa memantau pria itu dari akun sosial medianya. Mereka memang sudah mutualan sejak dulu, bahkan meski hubungan keduanya sudah renggang cukup lama. Alga cukup banyak mengupload story di sosial medianya, membuat Elsya cukup lega karena tau pria itu baik-baik saja dan setidaknya dengan begini ia menjadi tau apa yang tengah dia lakukan.
Seperti tadi siang, Alga sedang berada di area malioboro, meski pria itu hanya memotret nama jalan di sana dan jarang sekali mengupload potret dirinya. Padahal dia ganteng tapi kenapa nggak suka pamer wajahnya sendiri sih? Elsya kan mau melihatnya.
Ya, setidaknya Elsya masih sedikit lega karena selama ini belum pernah ada berita soal skandal Alga bersama perempuan di luar sana. Entahlah. Tapi ia berharap tidak akan ada berita nyeleneh begitu. Karena ia tak akan sanggup mendengarnya. Memikirkan Alga akan menjalin hubungan dengan perempuan di luar sana, rasanya menyesakkan. Terdengar egois memang, karena ia sendiri pun justru menjalin hubungan dengan Aksa. Anggaplah ia memang seputus asa itu karena Alga yang menjauhinya tanpa sebab dan menganggapnya seperti hama yang harus dihindari.
“ Kok bengong di sini? Yuk!” Tanpa sadar Farel dengan motor matic berwarna abu-abunya berhenti tepat di depan Elsya.
“ Eh? Oke.” Elsya akhirnya naik ke jok belakang motor Farel dengan hati-hati.
Menyadari dress yang dikenakan Elsya, Farel pun melepaskan jaketnya dan memberikannya pada gadis di belakangnya. “ Lo pake ya biar nyaman.”
Elsya jelas menyadari maksud jaket yang Farel berikan. Lalu menerimanya dengan senang hati untuk menutupi bagian bawah tubuhnya. “ Thanks,” ucapnya pelan.
Farel hanya tersenyum tipis kemudian melajukan motornya menembus jalanan ibukota yang padat di sore hari. Cukup lama mereka mengitari area pusat kota hingga motor Farel bergerak menuju area selatan, tepatnya di daerah blok M.
“ Kita mau makan apa?” tanya Elsya yang tau daerah ini karena cukup sering makan gultik yang letaknya tak jauh dari sini. Ia pun turun dari motor Farel ketika mereka sudah masuk ke area parkiran.
“ Ada mi ayam enak banget di sini.” Farel kemudian turun dari motornya dan meletakkan helmnya di atas jok motornya.
“ Oh ya?” Elsya jadi penasaran.
Farel kemudian mengajak Elsya ke lantai basement. Tadinya gadis itu pikir mereka akan ke lantai foodcourt tempat stand-stand kuliner. Tapi ternyata di area basement juga banyak kantin-kantin yang buka. Tempatnya juga terbilang bersih. Seumur-umur Elsya belum pernah ke sini, yang ia tau basement biasanya hanya menjadi lahan parkir saja.
Namun di basement ini justru menyimpan banyak hidden gems bagi para pecinta kuliner. Termasuk mie ayam dondon yang Farel katakan. Mereka berdua memesan dua porsi mi ayam dengan bakso dan ceker ditambah dua gelas es jeruk yang segar.
“ Cobain deh.” Farel menyodorkan mi ayam untuk Elsya.
Kelihatannya memang menarik. Kuahnya yang kental dan bentuk mienya tidak terlalu tebal, aroma rempahnya juga membuat Elsya langsung makin penasaran. Ia pun mulai mencoba mi ayam miliknya setelah ditambah sambal dan saus. Seketika matanya berbinar pada suapan pertama. “ Kok enak?” Ia tak menyangka di tempat terpencil begini dan pasti jarang sekali ada pengunjung mall yang mampir, menyimpan kuliner yang rasanya luar biasa.
“ Iya, kan?” Farel terlihat senang dengan ekspresi Elsya. Pilihannya memang tepat. “ Mi yaminnya juga enak loh.”
“ Duh! Nggak bisa nih. Aku harus ajak Windi ke sini. Dia pasti bisa nambah,” ucap Elsya yang teringat akan sahabat tukang makannya.
Farel terkekeh geli.
“ Thanks ya, kak. Aku jadi tau mi ayam enak daerah sini. Biasanya aku sama Windi makan gultik aja, itu juga malem kan bukanya.”
“ Syukurlah kalau kamu suka. Ada banyak kuliner enak kok. Kalau mau, kapan-kapan kita bisa kulineran bareng,” ucap Farel.
“ Eh, boleh emang?” Elsya jadi canggung apalagi sedari tadi ia terlalu santai berbicara dengan seniornya ini. Nanti dikira nggak sopan lagi.
“ Boleh dong. Kenapa enggak? Aku emang suka kulineran kok.”
Elsya memicingkan mata, menatap ke arah Farel dan tubuhnya yang sangat atletis itu. Alias nggak ada tuh lemak-lemak berlebih. “ Jadi kalau kakak doyan makan, semuanya lari ke otot kayaknya ya?” tebaknya asal.
Farel kembali tertawa. Tak menyangka Elsya bisa seasik ini. Tadinya ia takut rencana mereka hari ini akan diwarnai dengan kekakuan dan kecanggungan, tapi ternyata Elsya tipe cewek yang enak diajak bicara. “ Bisa jadi. Aku tipe yang susah gemuk soalnya. Ini masih mending ada ototnya. Dulu malah kurus kerempeng.”
“ Masa sih?” Elsya nyaris tak percaya. “ Berarti udah glow up gitu sekarang ya?” guraunya.
“ Bisa jadi.” Farel tertawa lagi. “ Abis ini mau kemana?”
“ Keliling dulu boleh nggak?” tanya Elsya yang rasanya belum ingin pulang. Terlebih ia butuh pengalihan atas rasa rindunya pada Alga. Lagi-lagi pria lain yang menjadi pelampiasannya. Anehnya, meski banyak pria yang perhatian padanya... hanya perhatian dari Alga yang ia inginkan. Dasar nggak tau diri emang.
“ Boleh aja.”
“ Tapi serius traktirnya mi ayam ini aja?” Elsya jadi tidak enak pada Farel.
Farel mengangguk mantap. “ Lagian ketulusan mentraktir itu nggak dinilai dari harus makanan mahal kok, makanan sederhana dan enak kayak tadi juga udah cukup.” Ia tersenyum begitu hangat.
“ Beneran nih?”
“ Iya. Yuk! Kita nikmatin kemacetan ibukota terus aku anter kamu pulang.”
Elsya langsung mengangguk. Meski ia memang seorang anak tunggal, sepertinya itu yang membuatnya begitu haus akan perhatian. Misalnya mendapat perhatian dari seniornya ini, hatinya mudah menghangat... menganggap perhatian ini seperti seorang kakak pada adiknya. Ya, bisa dibilang begitu. Pun sebenarnya itu yang ia rasakan pada Aksa juga. Apakah dirinya memang salah? Karena hatinya terlalu berekspektasi tinggi pada seseorang dan tidak kesampaian, lalu justru melibatkan pria lain dan mungkin menyakiti mereka kelak.
Tidak.
Elsya tak mau memberi harapan palsu pada siapapun. Ia hanya ingin nyaman berteman dengan siapa saja, juga berharap pada mereka... untuk tidak berharap lebih padanya. Jujur sulit, cinta pertamanya masih memenangkan seluruh hatinya hingga saat ini.
Lalu bolehkah ia mendapatkan semua perhatian ini?
***
Saat berniat untuk menjemput Elsya, tiba-tiba pesan masuk dari gadis itu yang mengatakan akan pergi bersama seniornya yang waktu itu menemukan dompetnya. Karena memang sudah janjinya, Aksa pun tak memaksa meski sebagai pria dia tahu persis... senior yang Elsya maksud pasti memiliki perasaan pada kekasihnya. Alhasil pria itu pun memutar balikkan mobilnya untuk pergi dari area kampus Elsya.
Tanpa Aksa sadari, seseorang tengah memperhatikannya yang sedang berada di dalam mobil dengan kaca yang dibiarkan terbuka.
Malvin agak shock melihat Aksa berada di area kampusnya. Kening pria itu berkerut. “ Kenapa dia ada di sini? Apa dia punya temen di sini?” Untung saja Aksa tak melihat ke arahnya, jika ya pasti Aksa sudah mengenalinya. Rasanya malas jika harus menyapa salah satu mantan teman yang manipulatif itu. “ Gue harap nggak pernah berurusan lagi sama dia dan teman-temannya.”