Rindu memang harusnya dituntaskan dengan pertemuan. Sayangnya meski pertemuan telah terjadi beberapa kali, rindu itu tetap tak bisa tuntas. Karena ada rasa yang tak pernah tersampaikan meski dia telah di depan mata. Seolah dinding pemisah itu dibangun begitu tinggi, membuatnya tak bisa menembusnya dengan paksa. Meski sebenarnya ia ingin.
***
Sepanjang jalan malioboro, Alga masih hanya berjalan-jalan sendirian di sana. Tanpa tujuan. Sebenarnya ia sudah diajak oleh rombongannya tapi ia menolak. Seperti biasa ia tidak terlalu mudah berbaur dan memang ingin sendiri dulu untuk beberapa saat. Pikirannya semakin kacau ketika tak melihat Elsya selama beberapa hari. Wajah gadis itu seolah memenuhi pikirannya, membuatnya tak sabar untuk kembali ke ibukota. Walau ia sendiri tak tau apa yang akan ia lakukan jika kelak Elsya telah berdiri di hadapannya.
Mengabaikannya seperti biasa? Mungkin.
Namun Alga sadar, sekuat apapun ia mengabaikan Elsya... sekuat itu pula hatinya ingin memiliki gadis itu. Otak dan hatinya memang tak pernah sejalan, dan seringnya hatinya sangat merepotkan.
Alga melihat penjual tas selempang dengan motif batik yang lucu. Tanpa sadar kakinya mendekat ke toko itu dan melihat-lihat.
Seorang nenek menyambut kedatangan Alga dengan senyum yang hangat. “ Mau beli apa, nak? Mau beli buat oleh-oleh ya?”
Oleh-oleh.
Alga nyaris tak terpikirkan soal itu. Menurutnya mau ia pergi kemanapun, rasanya ia tak butuh membeli oleh-oleh. Siapa pula yang ingin ia berikan oleh-oleh. Mengingat ia hidup sebatang kara dan tidak ada satupun orang yang menunggu kepulangannya. Rasanya memang pahit sekali, menyadari kemanapun kamu pergi... tidak ada yang merindukanmu atau menanyakan kabarmu. Atau sekedar bertanya kapan kamu pulang? Penerbangannya kapan? Perjalanannya lancar, kan?
Ah, kecuali Dinda.
Kakak perempuannya itu baru saja mengiriminya pesan tadi pagi jika dia ingin dibelikan bakpia isi keju dan isi kumbu hitam kesukaannya. Tentu saja akan Alga berikan. Toh hanya bakpia kan?
Lalu Elsya. Entah kenapa kini Alga justru membeli tas selempang itu yang menurutnya akan cocok dipakai oleh Elsya. Tapi bagaimana cara memberikannya? Apa alasan yang akan ia berikan nanti? Jangan sampai Elsya tau perasaannya. Tidak. Ia sudah menyimpannya begitu rapat. Hanya Dinda yang mengetahuinya.
“ Yang penting dibeli aja deh.” Alga pun menyerahkan satu lembar uang untuk membayar tasnya lalu pergi dari sana. Tak lupa ia membeli beberapa kotak bakpia untuk Dinda dan teman-teman UKMnya nanti. Setidaknya untuk membayar karena dirinya tidak bisa ikut membantu persiapan festival. Disogok bakpia cukup, kan? Nggak perlu sekalian dibangunkan candi borobudur?
“ Kamu beli oleh-oleh buat orang rumah ya?” tanya Kimaya seperti biasa dengan wajah ramahnya.
Alga hanya mengangguk. Tak ada yang tau memang bagaimana kehidupan aslinya, tepatnya semua masih tertutup rapat oleh manajemennya. Menurut mereka kisah masa lalunya memang bisa menjadi kisah inspiratif tapi bisa juga jadi bumerang atas karirnya saat ini. Terutama soal keluarga yang telah membuangnya seperti sampah. Pasti akan banyak pro kontra, belum lagi asal usulnya yang tak jelas dan jangan lupa soal pencemaran nama baik. Bisa-bisa ia dituntut jika salah bicara soal keluarga lamanya nanti.
Tidak.
Alga tak mau lagi terlibat dengan orang-orang itu, kecuali Dinda yang juga justru memilih untuk pergi dari rumah yang bak neraka itu.
“ Tadi aku juga beli banyak cemilan. Lumayan mumpung lagi di Jogja. Cobain deh bakpia kukusnya.” Kimaya menyodorkan kotak bakpia kukusnya ke arah Alga. “ Enak loh.”
“ Thanks, kak.” Alga mengambil satu bungkus demi kesopanan. “ Pasti belanja banyak ya tadi?”
“ Lumayan sih. Tapi agak repot. Banyak banget yang narik-narik kami buat mampir ke toko mereka. Kan jadi kurang nyaman ya. Tapi namanya daerah wisata sih. Untung temen-temen yang lain bisa menanganinya.” Kimaya tersenyum tipis. “ Nggak kerasa besok udah pulang aja. Rencananya mau langsung ngapain, Al?” Ia memang sudah merasa cukup akrab dengan Alga. Setidaknya Alga selalu menjawab pertanyaannya dengan baik.
“ Hmm... mau ada acara festival kampus sih.”
“ Oh ya? Seru dong. Jadi kangen masa-masa kuliah deh. Jaman-jaman sibuk mikirin tugas, presentasi, paling pusing kalau udah skripsi. Nggak ribet mikirin album laku nggak ya nanti? Lagunya pada suka nggak ya? Kedengeran enak nggak ya suaraku pas rekaman?” Kimaya terkekeh geli membayangkan perbedaan masalah yang ia hadapi saat ini dengan beberapa tahun lalu.
“ Makin dewasa, makin banyak yang dipertimbangkan ya?”
Kimaya mengangguk. “ Nikmatin aja masa muda kamu. Jangan terlalu keras bekerja. Raih cita-citamu setinggi mungkin. Kelak semua perjuangan kamu akan menjadi kenangan yang manis di masa depan.”
***
“ Lo beneran deket sama Alga?” tanya perempuan berambut hitam pekat yang menghampiri Kimaya begitu mereka bertemu di salah satu acara talkshow. Tentu saja mereka mengobrol di ruang ganti dan tidak ada yang mendengar percakapan ini selain mereka berdua.
Kimaya mengangguk. “ Biasa aja sih. Seenggaknya dia nggak nyuekin gue. Ya namanya kerja sama, jadi kami harus akrab dong.”
“ Terus, dia ada cerita punya cewek gitu nggak?” tanyanya lagi dengan penuh rasa penasaran.
Kimaya menatap wanita di sampingnya... orang yang telah ia kenal sangat lama. Mereka sama-sama terjun di dunia tarik suara sejak viral di aplikasi toktok. Tepatnya memang ia lebih dulu dikenal setelah itu Meyriska juga. Suara Meyriska sebenarnya terbilang biasa saja, tapi karena dia cantik dan pengikutnya banyak... seketika namanya dikenal oleh banyak orang. Berbeda dengan Kimaya yang memang punya suara bagus dan unik, tak sia-sia ia latihan tarik suara sejak masih SMA.
“ Nggak sih kayaknya. Dia nggak cerita juga. Itu kan privasi.”
“ Dia nggak keceplosan apa-apa gitu?”
Kimaya menggeleng lagi. Ia tahu Meyriska memang menyukai Alga. Tepatnya setelah pertemuan pertama mereka bertiga dalam satu acara. Saat itu Meyriska benar-benar jatuh cinta pada sosok Alga yang tampan. Padahal Alga lebih mudah tiga tahun darinya. Emang dasar Meyriska suka berondong.
“ Iya sih. Agensinya juga nggak pernah beritain soal cewek yang deket sama dia.” Meyriska terlihat cukup yakin. “ Jadi, kalau skandal pertamanya sama gue... harusnya oke ya?”
“ Hah?”
“ Gue naksir berat sama si Alga. Apalagi dia lagi naik daun sejak mulai shooting video klip lagu lo. Makin bagus dong buat naikin karir gue.” Meyriska senyam senyum sendiri membayangkan rencananya.
“ Jangan manfaatin orang lain deh. Lo bisa naik tanpa memanfaatkan orang lain kok. Kalau engga, nggak mungkin lo bisa sampai seperti sekarang.” Kimaya berusaha memberi nasehat.
“ Iya sih. Tapi gue emang suka beneran sama Alga. Bukan memanfaatkan dong namanya?”
Kimaya menggeleng-gelengkan kepalanya. “ Terserah lo deh. Mending inget umur ya, Mey.”
***
Rasanya benar-benar tak bisa menahan sampai hari esok, Alga justru nekat mampir ke komplek perumahan Elsya. Walau ia hanya berdiri di dekat gerbang rumah gadis itu tanpa berani masuk ke dalam. Di tangannya masih memegang paper bag berisi oleh-oleh untuk gadis itu.
Akhirnya Alga hanya menitipkan oleh-oleh itu pada security yang menjaga rumah Elsya dan langsung pergi. Walau ia ingin sekali melihat Elsya secara langsung, nyatanya nyalinya tidak seberani itu.
Tak lama setelah Alga pergi, Elsya keluar dari rumahnya. Bersiap untuk menemani sang ibu berbelanja di supermarket.
“ Non. Ada titipan buat non,” ucap Pak Nono—security rumah Ethan. Pria paruh baya itu membawakan paper bag dan menyerahkannya pada Elsya.
“ Eh? Dari siapa, pak?” tanya Elsya yang bingung. Di sebelahnya Vio pun juga ikut penasaran.
“ Dari cowok, non. Yang waktu itu pernah ke sini juga, tapi bukan den Aksa.” Pak Nono mulai menjelaskan.
Kening Elsya semakin berkerut. Ada satu nama yang muncul di kepalanya. Lalu ia membuka paper bag itu yang berisi beberapa kotak bakpia dan satu tas selempang motif batik yang menggemaskan. Semakin kuat saja perkiraan Elsya jika semua ini dari Alga, ia pun tersenyum tipis.
“ Dari siapa sih? Sampe senyum-senyum gitu?” goda Vio pada putrinya.
“ Kepo deh mommy. Bentar ya aku taruh ini dulu.” Elsya langsung melesat masuk ke dalam rumahnya.
“ Dari siapa sih, pak?” tanya Vio pada pak Nono.
“ Nggak tau namanya, bu. Tapi ganteng kok. Non Elsya dikelilingin banyak cowok ganteng ya. Padahal waktu itu baru dianter sama cowok hitam manis.”
“ Duh! Dia nggak ngikutin jejak ayahnya, kan?”
***
“ Cupu lo!” balas Dinda saat mendengar cerita soal Alga yang malah menitipkan oleh-olehnya ke satpam dibanding memberikannya secara langsung pada Elsya. “ Gitu aja nggak bisa.”
“ s****n. Lo nggak tau aja dilemanya gue.”
“ Lo dilema karena diri lo sendiri. Lo nyusahin diri lo sendiri sejak awal tau nggak?”
Alga berdecak kesal menatap Dinda yang malah asik mengunyah bakpia yang baru ia belikan.
“ Mau nunggu sampe kapan coba? Padahal masalah lo simpel. Lo tinggal jelasin semua ke Elsya soal orang tua lo dan orang tua dia... terserah reaksi dia gimana nanti. Harusnya kalau dia normal dan pikirannya dewasa, dia nggak akan peduli soal itu, Al.”
“ Iya menurut lo gitu. Belum tau yang dia pikirin gimana. Gue belum siap dibenci sama dia.” Alga tiba-tiba tak bersemangat.
“ Lo PHPin dia aja namanya lo udah dibenci sama dia kali.” Dinda memutar bola matanya dengan malas.
“ Dan dia udah punya cowok kalau lo lupa.”
“ Masih pacaran kali. Janur kuning belum melengkung coy.” Dinda mengacungkan bakpianya sebelum memasukkan ke dalam mulutnya. “ Gue yakin seratus persen kalau cowok dia cuma dijadiin pelarian aja. Lagian cowoknya juga bodoh, masa cewek belum move on masih nekat dipacarin.”
“ Sok tau lo!” Ingin sekali Alga menoyor kepala kakak perempuannya ini, tapi khawatir dirinya akan dibalas berkali lipat karena bersikap kurang ajar.
“ Gue kan cewek, gue tau persis apa yang dia pikirin. Pasti dia hanya ingin mengalihkan dirinya dari lo, tapi gue yakin nggak bisa sih. Dari sikap dia ke elo aja gue tau, rasanya ke elo masih seratus persen.”
Alga mendengus sebal. “ Terserah lo deh.”
“ Kan gue nasehatin malah gitu. Nyesel ntar lo kalau dia beneran move on dari lo. Cewek kalau udah jatuh cinta, bakal susah lupain. Tapi kalau udah lupa, sorry aja... dilirik juga enggak lo nanti. Karena kalau cewek udah beneran move on, mereka nggak akan tuh inget masa lalunya lagi apalagi repot-repot nengok ke belakang.”
“ Lo lagi dalam misi nyuruh adek lo rebut pacar orang ya?” balas Alga yang justru membuat Dinda tergelak.
“ Gue prihatin doang sama kisah cinta lo. Lo terlalu mikirin kemungkinan buruknya aja sampe lo mengabaikan perasaan cewek yang tulus ke elo. Jarang loh al ada cewek kayak Elsya. Dia bener-bener nemenin lo dari nol, sebelum lo jadi kayak sekarang dia udah jatuh cinta sama lo.”
“ Lo bener, gue emang terlalu mengkhawatirkan banyak hal. Tapi untuk sekarang, gue belum siap. Apalagi kondisi gue dan karir gue sekarang, gue nggak mau dia kerepotan menghadapi semuanya.”
“ Iya sih.” Dinda mengangguk setuju kali ini. “ Ribet kayaknya punya pacar seleb.”