Setelah persiapan yang matang, akhirnya hari festival itupun tiba. Hari perayaan ulang tahun Universitas Tri Buana yang ke dua puluh lima tahun alias sudah seperempat abad Universitas ini berdiri juga menghasilkan bibit-bibit mahasiswa yang telah lulus dan sukses dengan karir mereka. Dari kampus ini, perjalanan para mahasiswa dimulai. Mereka akan menimba ilmu sebanyak mungkin hingga lulus dan siap menghadapi kerasnya dunia kerja. Universitas bergengsi yang telah melahirkan banyak orang-orang hebat. Siapapun yang masuk kampus ini haruslah bangga karena dari sekian ribu pendaftar dari setiap fakultasnya, hanya terpilih kurang dari dua ratus orang.
Jurusan yang paling diminati kebanyakan adalah bisnis dan teknik. Dua jurusan yang menjadi idaman karena peluang kerja yang luas walau tetap tergantung bagaimana para mahasiswanya nanti setelah mereka lulus. Sebagai mahasiswa, tak hanya ilmu teori yang wajib dikuasai tapi juga prakteknya karena dasarnya nanti saat kerja bukanlah hapalan yang membuat kepala kita pusing melainkan cara kita merealisasikan semua ilmu itu di kehidupan nyata.
Alga sangat bangga bisa diterima di Universitas bergengsi ini, dengan beasiswa pula. Rasanya seperti mimpi saja. Walau ia tidak bisa fokus sepenuhnya pada kuliah, tetapi kuliah tetap yang utama baginya.
Perayaan festival ulang tahun Universitas Tri Buana memang selalu meriah setiap tahunnya. Festival yang paling ditunggu sebagai salah satu hiburan mahasiswanya sendiri.
Di sepanjang jalan area kampus, banyak stand-stand tenda yang didirikan. Mulai dari stand setiap jurusan sampai UKM ikut berpartisipasi. Semuanya berbaur untuk memeriahkan acara sekali dalam setahun ini. Acaranya memang hanya berlangsung sehari, tapi antusias mahasiswa sangat besar.
Termasuk stand UKM seni lukis yang sudah bersiap sejak pagi. Tenda mereka berwarna hijau muda itu sudah didirikan bahkan sebelum jam enam pagi. Mereka mulai bersiap menggantungkan beberapa kaos dengan gambar sablonan yang menarik dan dipajang di bagian depan. Tak lupa dengan pembatas buku dan juga alat-alat lukis lainnya.
“ Gue bawa sarapan nih. Tadi dibagiin sama panitia.” Katrina membawa beberapa kardus snack dan s**u kotak lalu meletakkannya di atas meja. “ Jangan pada lupa sarapan loh. Kalo pingsan repot.”
“ Iya iya.”
“ Betewe mana nih brand ambasador kita?” Katrina menatap sekelilingnya, mencari sosok Alga yang belum ia lihat sejak tadi. “ Dia beneran udah balik, kan?”
“ Udah kok. Tuh oleh-olehnya udah ada juga. Tadi lagi ke toilet katanya.” Johan menjawab.
“ Ngapain? Lagi dandan dia?” balas Anya asal.
“ Bisa jadi.” Tiara malah cengengesan.
Tak lama kemudian Alga muncul. Pria itu terlihat tampan meski hanya mengenakan kaos sablon berwarna hitam dan celana jeans. Wajahnya terlihat basah sepertinya dia baru saja cuci muka. Padahal cuci muka doang tapi kok kayaknya ketampanannya naik seratus persen.
“ Artis kita harus sarapan dulu.” Katrina menyodorkan satu kotak snack ke Alga. “ Lo mau apa? Ada lemper, piscok, pastel, apa mau lontong?” tanyanya sok perhatian.
“ Nanti aja. Gue belum laper.” Alga menolak. Apalagi ia sudah memakan beberapa buah bakpia dan menurutnya itu sudah sangat cukup.
“ Nanti pokoknya lo diri aja di depan stand kita sambil bagiin brosur sekalian tunjukin barang jualan kita ya?” ucap Anya tanpa basa basi. “ Urusan lukis melukis mah ada Tiara, Malvin, Elsya, Meri... banyak pokoknya.” Ia mengibaskan tangannya. “ Kalo perlu tiap ada orang lewat lo kedipin deh biar mampir.”
“ s****n. Lo lagi numbalin gue ya?” balasan Alga membuat semuanya tertawa.
Tidak terkecuali dengan Elsya yang memang sejak awal mencuri-curi pandang ke arah Alga. Entah apa yang pria itu pikirkan kemarin sampai sengaja menitipkan oleh-oleh ke satpam rumahnya, alih-alih menyerahkannya secara langsung. Padahal ia kan juga mau bertemu. Apa dia malu?
Acara festival pun sudah dimulai. Stand-stand lain heboh dengan cara promosi mereka sendiri. Membuat para mahasiswa seolah bingung mau mampir kemana karena semuanya sangat menarik.
“ Harusnya kita jual makanan juga nggak sih? Yang rame stand makanan doang.” Johan mulai mengeluh karena stand mereka sepi pengunjung. Kaos yang terjual saja baru dua dan pembatas buku malah belum laku sama sekali.
Elsya tiba-tiba tersenyum, terpikirkan sebuah ide agar stand mereka bisa laris manis. Melihat senyum Elsya yang sembari menatap ke arah Alga, membuat perasaan pria itu tidak enak. Alga memelototi gadis itu seolah bertanya, “ mau ngapain lo?”
Benar saja, Elsya langsung mengambil toa yang Johan pegang. “ Ayo yang mau mampir ke stand kami. Kami punya promo menarik loh! Bagi kalian yang beli kaos di sini bakal dikasih gratis tanda tangan Algabra Rafasya. Kalau kalian beli pembatas bukunya juga dapet tanda tangan. Spesial buat kalian yang mau dilukis, kita kasih foto bareng deh! Yuk mampir yuk!”
Alga semakin melotot mendengar suara nyaring Elsya yang seolah tengah mengobral dirinya. “ Lo... “ Baru saja ia ingin menarik Elsya tapi beberapa mahasiswi mulai berdatangan.
Tentu saja mendengar nama Algabra Rafasya membuat mereka tertarik. Terlebih wajah Alga yang tampan dan biasanya hanya bisa mereka lihat di majalah dan sosial media.
“ s****n,” maki Alga pelan pada dirinya sendiri.
“ Ide bagus lo. Nanti gue kasih nasi bungkusnya dobel ya.” Katrina merangkul pundak Elsya sementara si bintang utama malah memelas karena sudah dimanfaatkan habis-habisan. “ Kedipan doang emang nggak mempan ya, Els.”
Elsya tertawa sangat puas terlebih saat Alga mulai sibuk dengan para fansnya.
Hari itu terasa menyenangkan juga melelahkan, terutama bagi Alga yang merasa seperti kerja rodi seharian.
“ Kita selesainya masih lama loh, sampe jam sembilan malem. Lo mau makan sekarang, Ga?” tanya Katrina yang memang ini saatnya jam makan siang. Mereka akan makan bergantian.
“ Nanti deh. Nggak nafsu gue,” balas Alga yang memilih duduk di bagian belakang stand agar tidak terlihat siapapun. Matanya malah mencari keberadaan Elsya yang tengah memberikan hasil lukisan karikaturnya pada salah satu mahasiswi. Bibir gadis itu menyunggingkan senyum yang manis saat mahasiswi itu memuji lukisannya. Untunglah si ‘pelanggan’ itu langsung pergi tanpa menagih foto bersama dengannya. Ia sudah benar-benar lelah saat ini.
Elsya mengambil minum di area belakang stand dan agak terkejut melihat Alga yang tengah duduk dan menatapnya. Nyaris ia tersedak minumannya sendiri. “ Lo ngapain mojok di situ?”
“ Berisik,” balas Alga yang langsung memalingkan wajahnya.
Elsya malah tertawa. “ Ngambek ya? Kan gue bantuin stand kita promosi. Cuma itu ide yang terlintas di otak gue, Al.”
“ Iya, ide lo kan selalu tentang menyusahkan gue.” Alga memutar bola matanya dengan malas.
“ Nggak apa-apa sih. Sayang muka ganteng lo nggak kita manfaatkan.” Elsya malah senyam senyum tak merasa bersalah. Ia malah duduk tak jauh dari tempat Alga sementara teman-teman mereka yang lain masih sibuk di bagian depan.
Sekilas Alga melihat tas yang selalu Elsya pakai sejak pagi.
Tas yang Alga beli di Malioboro. Bibir pria itu pun menyunggingkan senyum.
“ Els. Ada yang nyariin lo.” Anya tiba-tiba muncul dengan tangan yang sudah belepotan cat.
“ Hmm? Siapa?”
“ Cowok lo kayaknya deh. Yang mirip oppa Korea itu.”
“ Aksa?” Elsya pun langsung beranjak, ia terdiam sejenak menyadari Alga yang seolah tak peduli. Gadis itu hanya menghela nafas sebelum akhirnya menemui kekasihnya.
Begitu Elsya pergi, Alga hanya menghela nafas panjang seolah mengeluarkan sesak dari dalam rongga dadanya. Pria itu hanya sekilas melihat Elsya yang sepertinya pamit pergi sebentar bersama Aksa. Ia menggaruk kepalanya yang mendadak gatal. “ Masa-masa festival gini emang enak pacaran sih.”
“ Loh, tadi Elsya di sini perasaan?” tanya Malvin yang tiba-tiba datang dari arah belakang. “ Kemana dia?”
“ Mana gue tau. Pacaran kali,” balas Alga ogah-ogahan.
“ Oh iya dia punya pacar ya. Jadi penasaran pacarnya kayak apa,” pancing Malvin yang semakin membuat Alga jengkel. “ Cakep nggak? Gue mau liat deh.”
“ Telat lo. Mereka udah pergi barusan.”
“ Hah? Iya? Cowoknya beneran ke sini? Penasaran gue.”
“ Kenapa sih?” Alga heran karena Malvin heboh sekali bertanya soal pacarnya Elsya.
“ Iya penasaran gantengan elo apa cowoknya Elsya.” Malvin langsung tertawa.
“ Sialan.”