"Aku hendak mencari air ke dapur, karena lupa mengisi botol air di dalam kamar ketika kaki terpeleset dan terguling di tangga." Jimin mendengarkan penuturan Naira sembari menyuapinya makanan yang disediakan pihak rumah sakit. Rasa sesalnya semakin menjadi saat memikirkan hanya karena seteguk air mereka harus kehilangan bayinya. Jika saja Jimin di rumah, pria itu bisa membantu Naira mengambil air agar tak kehausan. Tangan Naira masih terdapat perban, di mana jarum infus terpasang di sana. Jimin mengelusnya pelan, sembari melempar senyum. "Sudah, mari kita lupakan semuanya. Aku berjanji tak akan pernah meninggalkanmu seperti semalam. Aku akan pulang mengikuti jam kantor. Jadi maukah kau mengawalinya lagi dari awal?" Naira menatap suaminya sesaat, lalu mengangguk. "Kau benar tak marah, 'ka