Chapter 14

1648 Kata
"Anak tujuh tahun disini adalah aku sendiri, jadi target mereka adalah aku." Naufal memandang ke arah Jonathan. "Mmpph!" Marwa membungkam mulutnya. Jonathan dan yang lainnya juga terlihat kaget dan baru menyadari bahwa yang menjadi target dari orang-orang tadi adalah Naufal, bukan mereka. "Target mereka adalah aku, tapi meskipun demikian kalian akan terseret, jadi aku..." ujar Naufal sambil berpikir. Dia harus memikirkan sesuatu agar keluar dari situasi ini, mereka telah dikejar hampir satu jam. Beruntung medan dan pencahayaan memihak mereka, jadi orang-orang yang mengejar mereka dapat terkecoh. Namun dia tidak bisa senang dan tenang, sebab mereka dikejar dan diburu. Naufal tahu bahwa mereka telah jauh dari perkemahan. Dia melihat ke arah teman-temannya yang sudah terlihat putus asa dan ketakutan, ditambah lagi ada seorang dari mereka yang pingsan. "Jadi aku sudah putuskan bahwa kalian akan berjalan menyusuri di sepanjang lereng ini dan turun kebawah, pasti ada sungai, ikuti sungai itu sampai ke hilir, biasanya pasti ada pemukiman disana, kalian akan pergi tanpaku." "Tidak!" Marwa dan Jonathan berseru serentak. Sret Marwa meraih baju Naufal ketakutan. "Nggak! Mbak nggak setuju! Kita harus sama-sama! Apapun yang terjadi kita harus sama-sama! Mbak nggak mau pisah dari kamu! Hiks! Hiks!" Marwa menangis ketakutan. "Benar! Kita harus sama-sama! Apapun yang terjadi!" Jonathan menimpali. "Ya. Harus sama-sama." Ujar Amar. "Kau bilang kita adalah teman, teman itu harus susah dan senang bersama-sama." Ujar Christian. Naufal memandang mereka. "Dengarkan aku, korban satu orang lebih baik daripada enam orang." "Mmpph!" Marwa membungkam mulutnya. Dia menggeleng kuat, dia tidak ingin berpisah dengan saudara sepupunya. Ibunya mengatakan bahwa apapun yang terjadi harus berdekatan dengan adik sepupunya. "Bunda bilang kamu harus dengan mbak, jadi kita tidak boleh terpisah." Ujar Marwa menahan tangis. Sret Naufal memegang telapak tangan kakak sepupunya yang dingin bagaikan es batu. "Mbak Awa, Naufal sudah berjanji pada tante Imah dan mama Poko  bahwa akan melindungi mbak Awa, jadi jika kita bersama-sama, mbak Awa dan yang lainnya akan tertangkap." "Nggak! Nggak mau! Pokoknya kita harus sama-sama!" Marwa ngotot tidak mendukung pendapat dari Naufal. "Mbak Awa, waktu kita terbatas, mereka sedang mengejar kita. Bukan, bukan kita yang mereka kejar, tapi aku." Ujar Naufal membujuk Marwa. Gleng gleng Marwa menggelengkan kuat kepalanya. "Apapun yang terjadi mbak nggak mau pisah!" Marwa menentang kuat keinginan Naufal. "Aku juga tidak setuju denganmu, aku tahu kamu bisa mengalahkan aku, Amar dan juga Christian, karena kami ini kecil-kecil, sedangkan mereka itu orang besar, mereka banyak dan juga membawa senjata, mereka bisa menembakmu dengan mudah Naufal. Kau ini baru kelas satu, mereka akan mudah menangkapmu." Ujar Jonathan. Naufal memandang ke arah Jonathan. "Justru karena mereka membawa senjata, maka kita harus berpisah, kalian bukan target mereka." "Dengarkan aku baik-baik Jon," ujar Naufal serius ke arah Jonathan. Jonathan mendengar baik-baik apa yang dikatakan oleh Naufal. "Aku akan mengecoh mereka dijalan, mereka pasti lari kesini, kamu, Amar dan Chris harus membawa Sehat dan mbak Awa menyusuri lereng dibawah, aku mendengar aliran sungai disini karena tempat ini terhubung dengan sungai di daerah perkemahan kita, bawa mereka menyusuri hilir sungai dan segera temukan pemukiman, jika sudah sampai di pemukiman, pinjam telepon warga atau penduduk disana, dan menelepon kantor polisi, mereka pasti tahu nomor kantor polisi terdekat, sampai disini apakah kamu mengerti apa yang aku katakan?" ujar Naufal. Glung glung Jonathan mengangguk mengerti. "Aku mengerti." "Bagus kalau kamu mengerti." Ujar Naufal. Lalu dia melanjutkan lagi pembicaraannya. "Setelah menelepon polisi kamu mengatakan pada polisi nama dari Alamsyah Mochtar Baqi, itu adalah pamanku, dan beliau adalah ayah dari mbak Awa, setelah itu katakan lagi nama Agil Mochtar Baqi, yang ini adalah kakek dari mbak Awa, beliau adalah menteri polhukam yang sekarang, katakan pada polisi nama asli mbak Awa dan katakan apa yang terjadi padaku, bilang pada mereka kalau kita dikejar oleh orang yang bersenjata dan target mereka adalah aku, apa kau mengerti sampai disini?"  Naufal melanjutkan penjelasannya. Glung glung Jonathan mengangguk mengerti. Dia berusaha mengabaikan rasa ketakutannya yang berlebihan. "Bagus kalau kau mengerti sampai disini." "Sebut namaku, kau tahu namaku kan?" tanya Naufal. Jonathan mengangguk. "Tentu saja aku tahu, kita kan teman, aku tidak mungkin lupa." Jawab Jonathan. Naufal mengangguk. "Ya, kita adalah teman." Naufal menjelaskan lagi rencananya. "Setelah mengatakan nama ayah mbak Awa dan kakeknya, sebut namaku dan nama kakekku, nama kakekku adalah Randra Adilan Basri, beliau adalah penguasa Basri Group. Itu saja rencanaku," Sret Naufal menggenggam kedua telapak tangan Jonathan dengan tangannya, tangan Jonathan dingin seperti es dan bergetar ketakutan, dia memandang serius pada teman yang dulu merupakan musuhnya itu. "Jangan takut," ujar Naufal. Jonathan mengangguk gugup. "Hei! Kau adalah laki-laki! Bukankah jiwa laki-laki itu pemberani?" "Ya, pemberani." Sahut Jonathan dengan suara bergetar. Naufal mengangguk puas. "Aku titip mbak Awa dan Sehat padamu, keselamatan mereka dan yang lainnya ada padamu. Kamu pasti bisa." Sret Glung glung Jonatan memandang ke arah Naufal dan mengangguk kuat. "Ya. Aku pasti bisa." °°° "Imah, kau disini, aku akan pergi dengan anak buahku untuk menemukan keberadaan Naufal dan Marwa," ujar Alamsyah. Glung glung "Hiks...hiks..." Daimah mengangguk sambil terisak. Dia tidak mampu berbicara lagi, kabar ini adalah kabar terburuk yang pernah didengarnya, anak perempuan nya hilang diperkemahan, dan bukan cuma itu, terjadi pembunuhan disana, hati ibu mana yang tak khawatir? Tentu saja semua ibu pasti khawatir dan takut. Cup Alamsyah mengecup kening istrinya, meskipun Daimah juga seorang polwan, namun dia tidak pernah ditugaskan dalam kasus pembunuhan atau kriminal, itu bukan bagiannya. Dia sangat takut sekarang, benar-benar takut. "Gusti Allah lindungilah putriku Marwa...hiks...hiks...hiks..." Daimah terisak, suaranya bergetar takut luar biasa. Hap Seorang polwan muda memeluk tubuhnya yang lembut bagaikan jeli. "Duduk dulu, Bu." Ujar polwan itu. Daimah mengangguk, polwan itu membantu Daimah duduk di kursi kantor polisi dimana suaminya ditempatkan dan menjadi pimpinan disitu. Sementara Ismail terlihat tegang wajahnya, dia sangat mengkhawatirkan keselamatan dua saudaranya. "Adik Mail, ayo duduk dulu, kakak Zini ambilkan air untukmu minum yah?" seorang polwan yang baru bertugas di kantor polisi itu mengalihkan perhatian Ismail yang gemetar, tangan dan kakinya dingin. Ismail hanya mengangguk saja. Alamsyah dan anak buahnya memasuki mobil polisi, terlihat mobil truk yang sudah penuh dengan personel-personel polisi. Mereka akan mencari keberadaan Naufal dan yang lainnya yang sudah hilang lebih dari tiga jam. Ini jam setengah sebelas malam waktu Jakarta. Lama perjalanan dari Jakarta ke PLTA Saguling kira-kira sekitar tiga jam lebih, mereka akan sampai dini hari disana. Piw! Piw! Piw! Sirine dari mobil terdengar nyaring ditelinga orang-orang. Jantung Alamsyah berdetak tak karuan, dia tahu ini pasti disengaja. Tidak mungkin tidak, sebab kecelakaan di restoran Kobe juga disengaja oleh orang yang menargetkan Chana, dan yang hilang diperkemahan adalah Naufal. Chana dan Naufal adalah adik dan kakak. Jadi kesimpulannya, ada yang menargetkan anak-anak Basri. Dia tidak tahu siapa itu, tidak mungkin Marchetti yang melakukannya, sebab putra bungsu Marchetti juga ikut hilang di perkemahan. Sret Alamsyah mengepalkan kuat kepalannya. Drret drret drrt Sret Dia merogoh ponsel di saku celananya. "Assalamualaikum, ayah." Ujar Alamsyah. "Jam berapa dan dimana kejadian spesifiknya terjadi pada Naufal dan Marwa?" terdengar suara paruh baya dari seberang. "Jam tujuh malam, terjadi di pinggiran PLTA Saguling di Bandung barat." Jawab Alamsyah. "Aku akan menelepon Kapolda dan Kapolresta di Bandung mengenai ini, sekarang kau ada dimana?" tanya pria yang merupakan menteri polhukam itu. "Aku sudah menelepon mereka, mereka juga sudah ada di tempat kejadian dari beberapa jam yang lalu, sekaran Dldalam perjalanan dari Jakarta ke Saguling." Jawab Alamsyah. "Baik, hati-hati dijalan, perhatikan keselamatan mu," ujar Agil. Alamsyah mengangguk meskipun tak dilihat oleh ayahnya. "Baik ayah." °°° Gubrak! "Kurang ajar!" Cika, wanita yang kini berusia 66 tahun itu membalikan meja riasnya marah. "Sayang! Ada apa?" Adam, sang suami terbangun kaget dari tempat tidur. "Jangan tidur terus! Bangun!" seru Cika lantang. Sret Adam bangun dari tempat tidur dan mendekati istrinya, pensiunan perwira polisi yang akan memasuki usia 71 tahun itu ketakutan dengan ekspresi istrinya. "Hubungi orang-orangmu yang ada di Bandung dan sekitarnya, Naufal dan Marwa hilang di perkemahan, ada pembunuhan disana, dan juga ledakan granat di Kobe Restoran, Chana menjadi korban ledakan." "Apa?!" Adam melototkan matanya. Matanya hampir melompat keluar dari sarangnya. "Kenapa aku baru tahu sekarang?!" Adam berteriak marah. "Aku juga baru tahu sekarang." Ujar Cika dingin. Perempuan yang sekarang telah menjadi kepala departemen badan intelejen negara Republik Indonesia itu sangat kesal karena dia terakhir yang mengetahui kabar penting ini. "Siapa lagi yang mencari mati." Glik Bunyi gemeletuk gigi-gigi Cika. °°° Popy terdiam tak bersuara sambil mengeluarkan air mata di pipinya. Mata dan hidungnya memerah dan bengkak. Dia melihat ke arah ranjang rumah sakit dimana putrinya tertidur. Chana baru saja menyelesaikan operasi karena terkena ledakan granat yang dia pegang. Beruntung Aqlam berlari cepat ke arah Gadis 15 tahun itu dan membuang granat itu sedetik sebelum granat itu meledakan dan menghancurkan ruangan restoran. Ledakan itu menyebabkan Aqlam yang memeluk Chana terhempas jauh dan Chana terpisah dari rangkulan Aqlam. Karena benturan yang didapat oleh putrinya, Chana harus dioperasi di bagian tangan yang patah, jari-jari tangan Chana mengalami luka parah bahkan ada ruas tulang jari yang terpisah, kepala mengalami  geger otak. Sedangkan banyak luka-luka yang didapati oleh putrinya karena pecahan kaca yang berhamburan, untung saja tidak mengenai matanya dan tidak menembus daging putrinya, jika itu terjadi, mungkin saja Chana akan mati. Sementara itu, putranya hilang diperkemahan, ibu mana yang tidak stres dan depresi ketika mengetahui kabar dan peristiwa buruk ini. Baru beberapa jam saja penampilan Popy bagaikan orang gila yang tak terurus. Duduk disamping Chana yang lain, terlihat Aqlam dengan perban di kepala dan sikunya, dia melihat ke arah Chana yang menutup mata. Sudah dua jam dia duduk tanpa bergerak. "Istirahat dulu, om Ben tahu bahwa kamu mengkhawatirkan Chana, namun kesehatanmu juga penting," Ben, pria yang selalu menentang keberadaan Aqlam di sisi putrinya itu bersuara. Dia memandang iba ke arah bocah yang dua bulan lagi akan memasuki usia 13 tahun. Ini bukan saatnya untuk mengomel ke arah bocah itu. Ben tahu bagaimana situasi dan kondisi saat ini. Sret Aqlam menoleh ke arah Ben. "Om Ben benar," Ben melihat ke arah Aqlam. "Om Ben benar bahwa aku tidak bisa melindungi dan menjaga Chana dari bahaya dengan tubuh kurus dan kerempeng ini." Ujar Aqlam ke arah Ben. Ben terdiam, dia memandang iba ke arah Aqlam. "Ini salahku, salahku karena tidak mampu melindungi Chana, padahal aku adalah laki-laki," Tes Setetes air mata jatuh dari sudut matanya. Atika dan Nibras yang melihat wajah lesu anak mereka menjadi terdiam. Atika menangis lagi. Dia terlihat menghapus air matanya yang berjatuhan. "Karena tubuhku terlalu kecil dan kurus, aku tidak bisa melindunginya dari ledakan itu, andaikan saja tubuhku sedikit lebih besar, mungkin aku bisa menjadi perisai untuk Chana--" Hap "Jangan bicara lagi!" °°° Saya menulis cerita ini di platform D.R.E.A.M.E dan I.N.N.O.V.E.L milik S.T.A.R.Y PTE. LDT Jika anda menemukan cerita ini di platform lain, mohon jangan dibaca, itu bajakan.  Mohon dukungannya. IG Jimmywall Terima kasih atas kerja samanya.  Salam Jimmywall.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN