Chapter 15

1898 Kata
Hap "Jangan bicara lagi!" Ben memeluk tubuh Aqlam. Ini adalah pertama kalinya Ben memeluk anak dari mantan saingan cintanya itu. "Kamu sudah cukup melindungi Chana dari ledakan granat itu," Ben memberi jeda. "Jika tidak ada kamu...mungkin Chana tidak akan...tidak akan hidup...lagi..." Tes Tes Suara Ben bergetar takut ketika mengatakan kalimat terakhir, air matanya menetes jatuh tanpa permisi. "Hmmp!" Atika menangis dipelukan suaminya. "Chana..." suara Atika bergetar. Nibras mengusap punggung istrinya. Hari ini merupakan hari buruk dalam hidupnya. Tuhan masih memberi kesempatan hidup bagi putranya. Dia bersyukur akan hal itu, namun ini merupakan cobaan berat baginya, sebab gadis yang akan menjadi istri anaknya dimana depan mengalami koma. Ya, koma. Chana koma. Tes Setetes air mata jatuh dari salah satu sudut matanya. "Ben, kita harus segera ke Saguling, Alamsyah dan anak buah Basri telah ke sana tiga puluh menit yang lalu," Gaishan berdiri di depan pintu ruang rawat Chana. Ben mengangguk mengerti. Sret Dia melepaskan Aqlam dari pelukannya. "Jaga dirimu baik-baik, kamu harus istirahat," ujar Ben. Aqlam mengangguk mengerti. Sret Ben menoleh ke arah Popy yang menahan tangisnya ketika mendengar nama Saguling. Saguling adalah tempat dimana putranya berkemah, dan putranya hilang disana. "Popy, aku akan ke Saguling untuk mencari Naufal, tetap disini dan jangan kemana-mana, ada dua puluh pengawal Basri yang menjaga ruang rawat Chana dan tiga orang pelayan Basri disini, kamu tidak perlu melakukan apa-apa, hanya tidur dan istirahat dulu." Ujar Ben. Popy tidak menanggapi, dia sibuk dengan acara menangisnya. "Hik...hik...hik..." Hap Cup "Aku pergi." Ben memeluk dan mengecup dahi istrinya. Sret Ben berbalik dan melihat ke arah Nibras. "Kali ini saja, aku menitipkan istri dan putriku padamu, tolong jaga mereka," Ben menundukkan kepalanya sebagai tanda permintaan pada Nibras. "Dengan senang hati akan aku jaga." Sahut Nibras. Ben mengangguk lalu berjalan pergi dengan Gaishan menuju ke arah Saguling. °°° Setengah dua dini hari, mobil polisi yang ditumpangi oleh Alamsyah sampai ditempat kejadian. Sudah ada rekan-rekan polisi Alamsyah disitu, perwira-perwira polisi juga ada, termasuk Kapolda Jawa Barat dan juga Kapolresta Bandung dan yang lainnya. Sudah ada orang tua dari masing-masing anak yang hilang, dan yang lainnya. Termasuk orang tua dari Jonathan Valentino Marchetti dan kedua temannya, Amar dan Christian. Desita menangis tersedu-sedu di pelukan polwan yang berusaha menenangkannya, sedangkan suaminya sudah pergi ke tempat kejadian dimana putra mereka hilang. "Pak." Alamsyah memberi hormat kepada polisi-polisi yang ada disitu. Kapolda Jawa Barat juga memberi hormat dan yang lainnya. Setelah memberi hormat, Alamsyah mendekat ke arah mereka. "Kami sudah melakukan pencarian dari jam setengah delapan, pencarian sudah lima jam dan belum juga ada kabar," ujar Kapolda Jabar. "Tuan Alan Basri sudah melakukan pencarian setelah beliau sampai disini." Alamsyah mengangguk mengerti. "Saya akan turun ke lapangan langsung untuk melakukan pencarian." Ujar Alamsyah. Polisi-polisi yang ada disitu mengangguk mengerti. Mereka tahu bahwa anak-anak yang hilang itu ada juga anak dari Alamsyah yang juga merupakan cucu mantan Kapolri dari mereka beberapa tahun yang lalu, Agil. Tidak hanya itu, ada juga seorang anak laki-laki yang merupakan cucu dari penguasa Basri Group, Randra. Posisi keluarga Baqi di pemerintahan sangat kuat, ada Cika Karania Baqi yang telah menjadi pemimpin dari badan intelejen negara dan apa sepupu-sepupu Baqi yang lainnya yang menjadi petinggi-petinggi militer. °°° Buumm! Guuuunn! "Ah!" Amar dan Christian terkejut karena suara Guntur yang tiba-tiba. Tik Tik Tik Tak lama kemudian hujan turun membasahi mereka. "Hujan." Amar yang sudah letih itu bersuara. "Huh! Huh! Huh!" deru napas Jonathan memburu. Bukan hanya dia, ke empat temannyapun sama, Amar dan Chris sudah tak mampu berjalan lagi. Marwa berada ditengah antara Amar dan Chris. Sedangkan Sehat berada di belakang Jonathan, tubuh Sehat panas, dia demam, karena itu dia harus menggendong Sehat, bukan hanya dia, mereka bertiga bergantian menggendong Sehat. "Aku lapar..." ujar Marwa lirih. Dia menahan isakan nya lagi. Sret Amar memegang erat tangganya. "Bertahan sedikit lagi, sedikit lagi kita pasti akan menemukan rumah penduduk disini," ujar Amar. Marwa mengangguk lesu sambil menahan tangis. Wajahnya sudah basah karena hujan, dia sudah mulai kedinginan. Karena kejaran dari orang-orang itu, Jonathan terpaksa memutar arah dari rencana Naufal, itu sebabnya setelah delapan jam mereka tersesat, mereka belum juga menemukan tempat pemukiman atau tempat bantuan lainnya. Untung saja ada Naufal yang mengecoh para pemburu yang memburu mereka. Namun sayang, dia tidak mengetahui lagi kabar dari temannya itu, mereka sudah beberapa jam hilang kontak. "Ayo jalan..." Jonathan bersuara letih. Tak Tak Tak Bruk "Awa!" Amar berseru panik ketika baru beberapa langkah, Marwa jatuh di tanah dan pingsan. Sret "Dia...dia sepertinya pingsan..." suara Amar bergetar takut. "Huh! Huh! Huh!" d**a Jonathan naik turun tak karuan, sejujurnya dia sudah lelah berputar-putar dia tempat ini, dia harus segera mencari bantuan sebelum mereka mati kedinginan dan kelaparan ditempat ini. Wajahnya terlihat putus asa di kegelapan malam. Flashback "Jangan takut," "Hei! Kau adalah laki-laki! Bukankah jiwa laki-laki itu pemberani?" "Ya, pemberani." "Aku titip mbak Awa dan Sehat padamu, keselamatan mereka dan yang lainnya ada padamu. Kamu pasti bisa." Flashback end Glung glung Jonatan memandang ke arah Marwa dan dua temannya dan mengangguk kuat. "Ya. Aku pasti bisa." "Amar...Chris..." panggil Jonathan. "Ya bos?" sahut Amar dan Jonathan. "Bopong tubuh Awa dan kita lanjutkan perjalanan kita mencari bantuan, apapun yang terjadi kita sebagai laki-laki harus berani menghadapi kenyataan!" "Baik bos!" Amar dan Chris mengangguk serentak. Sret Mereka berdua membopong tubuh Marwa yang telah tidak sadarkan diri menembus derasnya hujan di tengah hutan. °°° "Huh! Huh! Huh! Sepertinya ada cahaya di depan!" Jonatan berseru semangat ketika melihat seberkas cahaya yang dia lihat. Tubuh dan pakaian mereka basah, beruntung saja hujan tidak lama, hanya setengah jam, namun meskipun hanya setengah jam, dingin tetap menghampiri mereka. Amar dan Christian menggigil kedinginan. Sret Amar dan Chris yang sedang membopong tubuh Marwa mendongak dan melihat ke depan. "Bos, ada cahaya!" seru mereka berdua. Jonathan mengangguk kuat. "Ayo cepat!" Sret Dia memperbaiki tubuh Sehat yang berada di belakangnya. Tiga laki-laki itu berjalan bersemangat ke arah cahaya yang mereka lihat. °°° Sudah hampir tiga jam Alamsyah dan anak buahnya melakukan pencarian, namun belum menemukan petunjuk, mereka hanya menemukan jejak-jejak kaki orang dewasa dan anak-anak. Itu adalah petunjuk yang di laporkan oleh anak buahnya. Alamsyah masih terus melakukan pencarian nya, berharap dapat menemukan segera putri dan keponakannya tanpa kekurangan apapun. Hujan beberapa saat yang lalu menggangu pencarian mereka, apalagi ini sudah menunjukan waktu dini hari, kabut tebal menutupi jalan mereka di lereng gunung, udara juga dingin. Alamsyah semakin khawatir dengan putri dan keponakan laki-lakinya. Tak Tak Tak "Maaf pak, ada telepon dari Kapolsek Cililin bahwa ada anak yang bernama Jonathan Valentino Marchetti menyebutkan nama anda dan bapak Agil Baqi," Sret "Mana?!" Alamsyah berhenti dan menoleh cepat ke arah salah satu anak buahnya. "Ini pak." Polisi itu memberikan telepon ke arah Alamsyah. °°° "Vano!" Hap Desita memeluk erat putra bungsunya. "Aaaahhmmmpp! Hiks! Hiks! Hiks!" Desita menangis histeris ketika dia merasakan bahwa putranya sudah berada di pelukannya pada jam setengah empat dini hari. "Ma!" Jonathan memeluk baik ibunya. "Ya Allah! Amar!" Hap Kedua orang tua dari Amar memeluknya erat-erat. "Ya Allah ya Robbi, terima kasih ya Allah! Anakku selamat tidak kekurangan apapun!" Sinta, ibu dari Amar itu menangis sesenggukan ketika memeluk putranya. Cup Cup Cup Dia mengecup wajah putranya tiada henti. Tak Tak Tak Hap "Tuhanku! Chris!" Christina memeluk anak lelakinya. Anak lelaki semata wayangnya. "Yesus! Terima kasih! Terima kasih! Terima kasih bunda Maria! Terima kasih!" Christina menangis nyaring ketika dia memeluk anaknya, Christian. "Hmmppp!" masing-masing dari orang tua anak yang hilang itu datang, namun hanya satu orang yang tidak ada, orang tua dari siswi yang bernama Sehat Annisa. Alamsyah duduk menghirup napas lega ketika melihat putrinya tidur di ranjang rumah sakit di daerah itu. Pihak rumah sakit sudah menggantikan baju yang basah karena hujan dari tubuh Marwa. Alamsyah bersyukur bahwa putrinya tidak terjadi apa-apa, hanya pingsan karena lapar dan kekurangan cairan serta kelelahan. Sret Alamsyah tiba-tiba teringat sesuatu. "Naufal!" Tak Tak Tak "Om Alam," Sret Alamsyah menoleh ke arah suara bocah yang memanggilnya. "Jonathan." Tak Tak Tak Jonathan berjalan maju mendekat ke arah Alamsyah, ada kedua orang tuanya di belakang nya yang mengikuti. Sret Dia berhenti di depan Alamsyah dan mendongak ke arah tubuh kekar Alamsyah. "Yang menjadi target adalah Naufal, kami berlari berjam-jam dan dia mengatakan padaku bahwa dia menitipkan keselamatan Awa dan yang lainnya padaku, dia mengatakan bahwa dia akan berbalik arah dan mengecoh orang-orang yang mengejar kami dan memberikan kami kesempatan agar bisa kabur membawa Awa yang kelelahan dan Sehat yang demam." Ujar Jonathan serak, dia menahan tangis. "Hiks...Naufal bilang dia menitipkan Awa dan Sehat padaku, dia mengandalkan aku, dia mempercayakan aku untuk menjaga Awa dan yang lainnya hiks...hiks... hiks...tapi...dia..." Hap Alamsyah memeluk tubuh Jonathan yang gemetar menangis ketakutan. "Dia menyelamatkanku dari tiga tembakan pistol yang diarahkan oleh orang-orang yang memburu kita...hiks...hiks..." "Naufal menitipkan keselamatan Awa dan yang lainnya padaku, dia mempercayaiku!" Sret Alamsyah mengusap punggung Jonathan yang terisak. "Kamu berhasil Jonathan, kamu berhasil menyelamatkan teman-temanmu, kamu berhasil menyelamatkan Awa, Sehat, dan yang lainnya," "Hiks! Hiks! Hiks!" Jonathan terisak kuat di pelukan Alamsyah. "Hmpph! Naufal...hiks...hiks..." Desita membungkam tangisannya. Varoni melirik ke arah samping kirinya, terlihat seorang pria berusia hampir sama dengannya berparas bule mengepalkan kuat kepalan tangannya. Glik Bunyi gemeletuk gigi-gigi pria itu bergesekan. "Alexander Benjamin Ruiz," gumam Varoni. °°° "Huh! Huh! Huh!" Naufal sudah tidak kuat lagi berlari, setiap dia berjalan maju, selalu saja ada pemburu yang mengejarnya dari segala arah. "Dia tidak bisa lari lagi! Bocah sialan itu sudah dikepung! Heum! Menyusahkan saja!" seorang pria mengumpat dan mendengus ketika berjalan menyusuri jejak-jejak kaki dari Naufal. "Cepat habisi dia sebelum orang-orang Basri menemukan dia terlebih dahulu!" Sret Naufal terjatuh ketika dia berlari, tubuhnya telah mencapai batas maksimal, apalagi kondisinya yang belum makan dan minum, semalaman ini dia berlari mengecoh pemburu. Bajunya basah karena hujan. Naufal memandang disekelilingnya putus asa. Jam menunjukan sekitar pukul enam pagi. Sebentar lagi cahaya matahari akan naik, dan dia pasti ditemukan dengan mudah oleh para pemburu yang membawa senjata. Flashback "Sudah... sudah...jangan marah lagi yah...nenek Momok akan belikan hadiah untuk Opal kalau pulang ke Jakarta nanti, nanti nenek Momok beli hadiahnya yang paling besar untuk Opal," "Iya nenek Momok, belikan Naufal oleh-oleh yang bagus, yang paling besaaaaaaaarr untuk Opal, biar nggak usah kasih kak Dimas dan yang lainnya," "Baik, nenek Momok akan belikan oleh-oleh yang paling bagus dan yang paling besaaaaaaarr untuk Opal," "Yaps!" Flashback end "Nenek Momok...kakek Ran..." gumam Naufal lirih dengan nada putus asa. Suaranya gemetar ketakutan, namun dia menolak untuk menangis, kata kakek Ran, laki-laki pemberani itu tidak mudah menangis. Naufal memegang teguh ucapan kakek Ran-nya. Tak Tak Tak Naufal memaksakan dirinya berlari, apapun yang terjadi dia harus selamat. Ya, harus selamat. Dia ingin bertemu dengan neneknya, Momok. Neneknya berjanji bahwa dia akan membawakan hadiah yang besar untuk dirinya. Ya, hadiah yang besar untuk dirinya...hanya untuk dirinya hadiah besar itu...karena...karena dia adalah cucu tersayang dari nenek Momok dan kakek Ran-nya. Sret Hap "Tidak bisa lari lagi." Suara seorang pria berpakaian hitam tersenyum lebar ke arah Naufal. Sret Kreeek Naufal berusaha berontak, namun pria itu adalah pria yang dilempari Naufal dengan senter tadi malam. Ketika dia menangkap tubuh kecil Naufal, dia tersenyum setan. Dia sungguh sangat dendam dengan bocah yang dia pegang ini. Street! Kreeek! Kerah leher Naufal robek karena tarikan kasar dari pria itu. "Lepaskan! Lepaskan aku!" Naufal berusaha berontak. Plak! "Akh!" Cuih! "Hmmph! Akh!" Wajah pria itu diludahi oleh Naufal karena dia menampar kasar pipi Naufal yang mulus. Terlihat bercak darah keluar dari sudut kanan bibir Naufal, itu karena tamparan kasar dari pria yang dia ludahi wajahnya. "Berani sekali kau meludahiku! Tidak pernah ada orang sebelumnya yang berani meludahiku! Dasar bocah sialan!" "Jangan memukul wajah mulusku dasar wajah jelek!" Naufal berteriak ke arah pria itu. "Kau iri dengan wajah mulus dan halusku kan? Kau buruk rupa!" Sret "Akh! Yepashkhan akhu!" Pria itu meremas kasar rahang Naufal. Dia sangat marah dengan apa yang dikatakan oleh Naufal. Wajahnya dibilang jelek, padahal wajah itu banyak wanita tergila-gila pada nya, ketika dia pergi ke rumah bordil, banyak wanita berlomba-lomba ingin bersamanya biarpun hanya satu jam kesempatan yang mereka dapatkan, sekarang bocah digenggamnya mengatakan bahwa wajahnya jelek dan buruk rupa, dia sangat marah. Apalagi wajahnya diludahi bocah yang dia remas kuat rahangnya sekarang. Pria itu memandang dingin ke arah Naufal. "Sekarang aku akan meremukan lehermu, setelah itu akan aku habisi kau dengan benda ini." Sret Dia memperlihatkan pistol hitam yang dia punya. Klik Pria itu mengaktifkan kokangan dari pistol itu lalu moncong nya dia arahkan ke arah dahi Naufal. Sret "Akh!" Naufal membulatkan matanya ketika lubang pistol yang dingin itu menyentuh dahinya. "Mati kau!" Dor "Nenek Momok!" mata Naufal melotot dan tubuhnya kaku. °°° Saya menulis cerita ini di platform D.R.E.A.M.E dan I.N.N.O.V.E.L milik S.T.A.R.Y PTE. LDT Jika anda menemukan cerita ini di platform lain, mohon jangan dibaca, itu bajakan.  Mohon dukungannya. IG Jimmywall Terima kasih atas kerja samanya.  Salam Jimmywall.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN