Episode 21 - Polsek Rata

559 Kata
Indah kembali ke Polsek. Tidak masuk melalui gerbang depan tapi menunggu di atap. Kondisinya sekarang tidak memungkinkan untuk masuk dengan sopan walaupun sudah pagi hari. Perubahan dirinya juga memaksimalkan seluruh panca indranya. Dari atap saja ia bisa mendengar ragam percakapan. Ia mencari percakapan yang membahas Lukman, suaminya. Yang ia dapati adalah sebuah perintah pencarian. "Briptu Lukman menghilang?" adalah pertanyaan Indah saat turun menjeblos langit-langit dan berdiri di depan kapolsek. Kapolsek terpaku sejenak dengan ponsel di tangan. Ia memandang langit-langit yang hancur kemudian berpindah ke Indah di hadapannya. Indah jelas tidak dikenali. Ia datang dengan cadar, daster hitam panjang dengan lengan baju kanan yang robek. Pilihan kostumnya sebenarnya tidak seeksentrik orang-orang dunia bawah tapi caranya masuk yang jelas-jelas meniru mereka. Si kapolsek berdiri cepat. Dia beruntung Indah tidak mengerti arti perintah pencarian. Tapi jelas tahu kalau Indah datang tanpa "A-apa yang anda butuhkan, nona?" Si Kapolsek jelas melihat kalau fitur tubuh Indah tidak lagi seperti Kutilang darat; sudah lebih berisi dan berlenggok. Indah memandang sekeliling ruangan membiarkan saja kapolsek mengawasinya dengan keringat dingin. Selagi Indah menengok ke sekitar, Kapolsek dengan segera mengambil kertas yang memungkinkan informasi pasti: kertas berisi gambar Lukman dengan kata "Buron". Bila memungkinkan, ia harus menjadi manipulator informasi dan fakta. "Apa yang kau sembunyikan?" tanya Indah sambil membalikkan badan menghadap pintu. Pertanyaan itu bisa merujuk pada dua hal: 1) informasi yang disembunyikan atau 2) kertas yang baru saja disembunyikan. Kapolsek menyetir jawaban dengan "Di sini selalu ada informasi yang disembunyikan. Kami adalah polisi," ujarnya sambil terkekeh sopan. "Bukan. Kertas yang kau sembunyikan di bawah meja maksudku." Tercekatlah Kapolsek. "Jangan coba mencari alasan," tambah Indah mencekal kalimat kapolsek di tenggorokan. "Anggota satuanmu ada di luar pintu. Keselamatan mereka ada di tanganmu." Polisi tidak suka didominasi. Mereka haruslah menjadi pihak yang memegang aturan, menjelaskan, dan memberikan aturan pada siapapun. Tapi kapolsek satu ini tahu diri. Ia menimang apakah usaha penangkapan jauh lebih menguntungkan daripada memberikan informasi. Setelah berpikir cepat. Ia lantas menyodorkan kertas yang disembunyikannya. Sekeping informasi ini tidak lebih berharga daripada personelnya. Kertas itu tiba-tiba saja raib dan sudah berada di tangan kiri Indah. Kapolsek tidak mengerti dan hanya bisa bergidik. Kalau pintu ruangannya terbuka bisa jadi yang dilihatnya adalah sedetik bawahannya dan sedetik mayat. Kerugian itu tidak mungkin bisa dibayarnya. "Mengapa?" suara Indah terdengar bergetar. Kapolsek mencoba memahami alasan Indah marah. Bahkan, ia siap untuk mengarahkannya pada pihak lain. "Ka-kami mengerti kalau nona marah. Saya tidak bisa berbuat apa-apa... ini adalah kolusi dari pusat dan dunia bawah." "Jangan basa-basi untuk cari selamat. Ceritakan saja intinya." Kapolsek berdeguk. Ia menyusun katanya agar tidak melibatkan kemungkinan polsek diratakan. "Sana Mafia telah merekrut Briptu Lukman." Kapolsek percaya kalimat itu aman. Percaya tidaklah cukup sayangnya. Seperti cerita yang butuh twist, reaksi Indah justru sebaliknya. Ia merobek kertas itu jadi dua. Kalimat-kalimat dalam kepalanya berdengung untuk membuahkan kehancuran. Kata merekrut disetir menjadi 'selingkuh' di kepalanya. Dari sekedar was-was jadi buta pendapat dan logika –sama seperti Sana. Maka di hari itu polsek rata dengan tanah. Tanpa korban jiwa hanya luka-luka saja. Kapolsek menggeleng-geleng kepala. Sedih karena hancur sudah kastil yang diperjuangkannya tapi lega karena hanya kerugian materi saja. "Terima kasih sudah menahan diri..." Adalah ucapan terakhirnya sebelum rebah di reruntuhan. Tangannya membuka laci meja yang rengkah dua untuk mengambil sebatang rokok tersisa setengah yang disimpannya. Asap nikmat dan syukur mengisi udara menyelimuti stress yang akan dihadapinya nanti. Menjadi yang lemah itu menyebalkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN