Vanilla membungkam mulut dengan kedua tangan, refleks saat sadar dirinya mungkin saja menyinggung privasi Sang Bos. 'Duh! Mampus gue. Kok bisa sih keceplosan. Terus sekarang gimana? Makanya Van, lu punya mulut jangan banyak cincong.' Vanilla sibuk mengomeli dirinya sendiri. Dia bahkan tidak berani menatap Kala. Lelaki itu kini mengeryitkan alis seolah tidak mengerti. "Saya, suka sesama. Apa maksudnya?" ulang Kala lebih menuntut. Hampir saja kehabisan stok sabar tapi Kala juga gak mau bertindak sebelum mendengar penjelasan Vanilla. Vanilla menerjapkan mata lamat. Menatap Kala polos, berharap dapat dimaafkan dengan sikap imutnya itu. "Saya bisa ngerasain kok. Kalau Bapak suka sama Pak Bima. Bapak gak perlu malu. Karena saya gak akan menghakimi." Vanilla terlihat begitu berat mere