Part 16

1957 Kata
Bulu matanya yang lentik mulai bergerak. Kelopak matanya yang sedari tadi terpejam, kini sudah terbuka, memastikan menerima sedikit cahaya yang berasal dari lampu ruangan. Vanessa membuka mata perlahan dan hal pertama yang dilihatnya adalah seorang pria bertubuh tinggi yang sedang duduk menghadapnya di sebuah kursi kayu. Pria itu tersenyum dan berkata, "Apa tidurmu nyenyak?" Vanessa mengerutkan keningnya, lalu ia lanjut mengedarkan pandangannya ke ruangan yang saat ini ia tempati. Ruangan ini tidak cukup besar, hanya terdapat satu pintu dan satu jendela. Lalu cahayanya hanya berasal dari satu lampu di langit-langit ruangan. "Kau siapa?" Pria itu tersenyum lagi. "Apa yang akan kau lakukan jika tahu namaku?" Vanessa mendesis. "Aku salah menanyakan itu. Bisa kau lepaskan ikatan sialan ini dari tanganku?" Vanessa menunjuk tangannya yang diikat dengan sebuah tali. "Tanganku memerah karena ikatannya." Vanessa kemudian mendongak, melihat alis pria itu yang terangkat. "Kau tidak takut?" "Takut? Takut apa? Kau manusia, kan?" Vanessa kembali berusaha untuk melepaskan ikatannya. Ini sungguh menyakitkan. Tangannya akan keram jika seperti ini. "Apa kau bersikap seperti ini karena Rafael akan menyelamatkanmu?" Vanessa mendadak diam. Lalu ia menengadahkan kepala mentap pria tampan di hadapannya ini. "Apa kau berpikir dia akan datang dan membebaskanmu seperti yang dilakukannya selama ini?" "Apa aku tidak bisa mengharapkan itu?" Vanessa kembali bertanya dengan lancang. "Sudah menjadi tugasnya untuk menyelamatkanku dari b******n sepertimu." "Kau tidak tahu siapa yang kau hadapi sekarang, Manis." Vanessa mendesis. "Apa aku peduli dengan itu semua? Kau akan kalah di tangan Rafael. Aku bisa bertaruh." "Aku mulai berpikir kau sangat mengenalinya." Vanessa memutar matanya jengah. "Apa kau tahu jika Rafael adalah pria berbahaya yang seharusnya tidak kau dekati, Manis?" Vanessa mendadak diam. Kepalanya kembali terangkat. Dilihatnya pancaran mata pria itu yang mengatakannya dengan sangat serius. "Dia belum tahu siapa Rafael." Vanessa tersentak dengan suara seorang perempuan yang baru saja masuk ke dalam ruangan ini dengan kaki yang pincang. "Ada apa dengan kakimu?" tanya pria yang sebelumnya berbicara dengan Vanessa. "Ulah pengawal gadis ini," balas perempuan cantik itu seraya memandanginya. "Kau belum tahu Rafael siapa, bukan?" "Dia pengawal," jawab Vanessa datar. Jawabannya itu sontak menimbulkan tawa di ruangan ini yang berasal dari perempuan itu bersama pria b******n yang membawanya. "Namaku Veronica, aku penanggung jawab di sini dan pria yang kau ajak bicara ini adalah Evan. Kami adalah teman Rafael, yah meski hubungan Evan dan Rafael tidak sebaik hubunganku dengan Rafael." "Apa aku terlihat peduli tentang hubungan kalian?" Vanessa memandangi mereka dengan tatapan tidak sukanya. Kemudian ia beralih fokus menggerakkan ikatannya, berusaha melepaskan diri. Namun, itu semua percuma. "Kau tidak terlalu mengenal Rafael." Vanessa mengangkat kepalanya dan menatap perempuan bernama Veronica itu yang sudah duduk di kursi lain. "Aku mengenalinya. Dia b******n tidak tahu diri yang mengusik hidupku, dan dia bertindak seolah-olah dia raja, padahal dia hanya pengawal yang dibayar oleh Daddy." Veronica mengangkat sudut bibirnya dan Vanessa melihat itu. "Kau kenapa?" "Kau benar-benar tidak mengenalinya. Rafael memang seperti itu, tapi melihat bagaimana amarah matanya karena kau menghilang, aku bisa menyimpulkan hal lain tentangnya kepada dirimu." "Apa maksudmu?" "Maksudku adalah Rafael menjagamu bukan karena itu adalah bagian dari tugasnya, tapi memang jauh dari hatinya, dia berusaha melindungimu dari segala macam bahaya." Vanessa mengerutkan kening karena tidak mengerti dengan perkataan Veronica. "Apa maksudmu sebenarnya?" Veronica menghela napasnya. "Maksudku adalah Rafael menyukaimu, Vanessa. Ehm, ralat, dia mencintaimu." Mendengarkan itu semua membuat Vanessa mendadak diam, sebelum akhirnya ia tertawa karena perkataan tidak masuk akal Veronica. Tawanya itu membuat Veronica tersenyum dengan aneh. "Aku benar-benar tidak tertarik dengan omong kosongmu ini." "Itu bukan omong kosong," jawab Veronica. "Kau ingin kita membuktikannya, Vanessa? Jika kau mau, aku bisa melakukannya." Vanessa mendadak diam. Entah kenapa kalimat itu membuatnya memikirkan lain hal. "Kau tahu pengorbanan besar dalam mencintai, Vanessa?" Vanessa diam, tapi matanya masih memandang lekat ke arah Veronica. "Kematian." Tubuh Vanessa gemetar. Kalimat itu memang sejak awal sudah menyeramkan, ditambah nada pengucapan yang Veronica sampaikan membuat itu semakin menyeramkan. "Vero, Rafael sudah tiba." Kegemataran yang Vanessa rasakan hilang ketika Evan memberitahu bahwa Rafael sudah tiba di sini. Saat itu juga, Vanessa mulai memberanikan dirinya sekali lagi. "Lihat, dia akan datang." "Aku memang sudah menduganya," balas Veronica. "Aku akan memperlihatkan Rafael jika misinya gagal dan misiku berhasil." Kening Vanessa berkerut, bingung dengan perkataan Veronica. Ia ingin menanyakan hal itu, tapi perempuan itu sudah lebih dulu pergi meninggalkannya bersama Evan. Kini, ia kembali berhadapan dengan pria sialan ini. "Vero tidak akan memberitahu siapa Rafael kepadamu secara langsung, dia ingin kau mengetahuinya secara langsung dari Rafael. Tapi aku yakin pria itu tidak akan melakukannya, jadi akan kuberitahukan siapa Rafael sebenarnya." Vanessa menahan napasnya. Ia berusaha mendengar apa yang akan Evan katakan. Apakah identitas Rafael sangat berbahaya untuknya? Atau itu semua hanya akal-akalan mereka? "Aku akan menunjukkanmu sesuatu." Evan yang tadi duduk di kursi, kini bangkit dan berjalan ke arah proyektor yang berada di atas meja kecil. Saat itu juga, proyektor tersebut menyala dan Vanessa langsung melihat kumpulan wajah pria yang bersetelan rapi. Vanessa bingung mengapa Evan malah menunjukkannya foto-foto pria yang tampak mengerikan itu. "Ini semua adalah---" Duar Baik Vanessa maupun Evan, keduanya menoleh ke asal suara. Evan yang tadi berdiri dengan tangan kosong, kini ia langsung memegang senjatanya dan berdiri di hadapannya. Beberapa detik kemudian, Rafael muncul dengan senjata di tangannya dan beberapa luka di wajah tampannya. Pria itu tampak mengerikan dengan darah yang menetes ke bawah dari pergelangan tangan kirinya. Melihat itu saja, Vanessa bisa menduga bahwa Rafael sedang terluka parah. "Lepaskan dia sebelum kau bernasib sama dengan yang lainnya, Evan." Vanessa tahu Evan tidak akan melakukannya. Terlebih ketika ia menyadari bahwa obyek utama ini semua adalah dirinya. Akhirnya, dengan akal yang masih bisa digunakan, Vanessa memukul bagian bawah Evan dengan kakinya yang bebas dan membuatnya merintih kesakitan. Saat itu juga, tepat di depannya, Rafael langsung menembak kaki kiri Evan tanpa memikirkan apa pun. Vanessa terkejut, darah langsung keluar dari kaki kiri Evan, tapi pria itu tidak berteriak dan malah akan menembak Rafael. Namun, Evan terlambat. Rafael sudah lebih dulu menendang tangannya dengan keras yang membuat senjatanya meluncur bebas ke sudut ruangan. "Kau dan Veronica seharusnya tidak bermain-main denganku." Di balik itu semua, Evan malah tersenyum dan ia berusaha untuk bangkit duduk. Seolah kekuatannya tidak berkurang sama sekali. "Kalian tidak akan lolos meskipun kabur dari tempat ini." "Jangan mengatakan hal yang tidak pasti," ralat Rafael seraya berjongkok menatap Evan. "Sebentar lagi pemerintahan Spanyol akan datang, dan kalian harus siap menerima risiko sebagai tamu tak diundang di sini. Kau harusnya tahu, melukai Vanessa, sama dengan kau melawan keluarga kerajaan. Aku tidak tahu kalian sebodoh ini." Evan mengabaikan perkataan Rafael dan pria itu mulai meludah. "Aku percaya, jika pemerintahan Spanyol tahu siapa Vanessa, maka gadismu itu akan menjadi obyek mereka juga, tanpa melihat statusnya." Vanessa yang tidak mengerti dengan maksud Evan, akhirnya bertanya, "Apa maksudmu?" Evan mengabaikan tatapan Vanessa, tapi pria itu terus memandang Rafael yang juga tidak tahu dengan maksudnya. Itu membuat Evan tertawa, lalu ia berkata, "Kode Snaker: jangan memberitahukan apa pun." Duar Tepat saat itu juga, Vanessa mendengar suara bom. Ia panik dan Rafael segera berjalan ke arahnya untuk membukakan ikatan yang ada pada tangan dan tubuhnya. "Sudah kukatakan kalian tidak akan bisa lari," ujar Evan yang perkataannya itu diabaikan sepenuhnya oleh Rafael. "Jangan bergerak." Gerakan untuk membebaskan Vanessa terhenti. Vanessa menoleh ke belakang Rafael dan ia terkejut melihat Veronica yang sedang mengacungkan pistol ke belakang kepala Rafael, membuat Rafael dan Vanessa diam. "Tinggalkan Vanessa, misimu sudah berakhir. Sekarang Vanessa adalah milik Snaker." Vanessa takut. Ia merasa takut ketika pistol itu benar-benar berada di kepala Rafael. Pikirannya penuh dengan bayangan jika peluru itu berhasil menembus kepala Rafael, dan jika itu terjadi, maka itu tepat di depan matanya. Disaat pikiran Vanessa berkecamuk dengan hal itu, Rafael melanjutkan dirinya untuk membebaskan Vanessa, kemudian ia membalikkan diri menghadap Veronica, membuat ujung pistol menempel ke keningnya. "Katakan apa yang diinginkan Snaker dari Vanessa?" "Itu rahasia," jawab Veronica. Rafael tersenyum dengan sudut bibir yang terangkat. "Aku tahu kalian tidak tahu," lanjutnya. Saat itu juga wajah Veronica dan Evan mengatakan jawaban yang Rafael inginkan. "Kode Snaker: Agen yang baru bergabung, tidak akan tahu mengenai misinya secara detail. Kode Snaker: Agen baru cukup melaksanakan misi. Aku tidak sebodoh itu untuk kalian bohongi. Sejak awal, aku tahu kalian tidak akan berhasil." Wajah Veronica mulai berubah dan jika ditelaah, maka benar jikalau Veronica dan Evan tidak tahu apa pun dengan ini semua. "Aku tahu apa yang diincar Snaker dan Yakuza. Mengenai pemerintahan Spanyol, aku juga tahu jika mereka mengetahui tentang Vanessa, maka Vanessa akan menjadi incarannya. Kalian hanya melaksanakan misi, tapi tidak tahu tentang misi yang kalian hadapi." Rafael menyentuhkan tangannya ke pistol Veronica yang terdiam karena perkataan Rafael. "Setelah misi ini selesai, kalian akan terbunuh. Itu adalah cara kerja Snaker. Seharusnya kalian tahu tentang itu. Apalagi disaat kalian menjalankan misi untuk membawa Vanessa kepada petingginya. Kalian tahu mengapa kalian yang dipekerjakan? Karena kalian mengenaliku dan ini semua adalah skenario Snaker. Kalian sudah masuk ke dalam skenario mereka." "Jangan mencoba membohongiku!" Veronica mulai menarik pelatuknya, sesaat itu juga Vanessa menahan napas dengan apa yang Veronica lakukan. "Aku sudah berjanji untuk menjauhimu dari Snaker, jadi aku mohon pergilah sebelum pemicunya kutekan." "Apa kau gila?!" Vanessa berteriak kepada perempuan itu. Ia tidak tahu dengan apa yang mereka bicarakan, tapi melihat bagaimana tatapan perempuan itu dengan pistol yang sudah ditarik pelatuknya ke arah Rafael, membuat Vanessa tidak bisa berpikir bahwa ini hanya sebuah drama. "Bagaimana bisa aku menghadap Rayhan ketika janji yang harus kupenuhi tidak terlaksana." Mendadak semua langsung terdiam. Suasana yang awalnya mencekam, entah mengapa terasa berbeda, seolah ada hal yang membuat suasana menjadi seperti duka dan keterkejutan. "Vanessa tidak akan bisa kalian dapatkan. Begitu Snaker tahu kalian telah gagal, maka itu akhir untuk kalian berdua. Aku memberi kalian dua pilihan: tetap di sini untuk menunggu akhir kehidupan kalian atau pergi bersamaku." Vanessa melihat wajah Veronica yang tersenyum miris. "Tinggalkan Vanessa di sini dan pergilah." "Apa kau tidak memahami situasinya?!" Vanessa terkejut, Rafael berteriak dengan sangat keras. Membuatnya melihat sisi Rafael yang berbeda. Meskipun mata Rafael tidak bisa ia lihat dengan sempurna, ia tahu amarah Rafael sangat berbeda. "Tinggalkan Vanessa," ujar Veronica tidak menyerah. "Jika Snaker tahu kau terlibat lebih jauh, aku akan membunuh Vanessa tepat di hadapanmu." Pistol yang tadi mengarah ke kening Rafael, kini beralih ke arah Vanessa yang membuat Vanessa terkejut. "Apa yang kau lakukan?!" teriak Rafael sekali lagi. Ia bahkan mulai menodongkan pistolnya ke arah Veronica. "Jauhkan senjatamu dari Vanessa." "Tinggalkan Vanessa atau dia mati tepat di hadapanmu." Rafael tahu Veronica tidak akan menyerah. Akhirnya ia menarik pelatuk pistolnya dan membuat semua orang yang ada di ruangan hampa ini menjadi tegang. "Sebenarnya siapa Vanessa?" Kali ini, Evan menyahut dengan luka yang terus ia tahan. Baginya, luka yang dideritanya ini tidak seberapa setelah apa yang dialaminya, sehingga ia bisa menahannya dengan sebaik mungkin. "Kau benar, aku dan Veronica tidak menerima misi secara detail. Jadi tolong katakan siapa gadis ini sebenarnya sampai dia menjadi incaran organisasi berbahaya di dunia." Vanessa yang mendengar itu langsung mengerutkan keningnya, dan ia menoleh ke arah Rafael. Mencoba untuk mendapatkan jawabannya juga. Jujur, ia tidak tahu. "Jika kau mengatakannya, kita bisa mem---" "Tinggalkan Vanessa sekarang juga!" paksa Veronica. Sepertinya hanya ia yang tidak tertarik dengan ini semua. Ia hanya ingin Rafael meninggalkan Vanessa, dengan alasan supaya pria itu tidak berhubungan dengan Snaker. Jika apa yang dikatakan Rafael benar, mengenai Snaker yang sudah tahu Rafael terlibat, maka Veronica harus menjauhkannya. "Vanessa apa yang akan membuat mereka menguasai dunia." "Apa maksudmu?" tanya Vanessa bingung. Lalu sedetik kemudian, Rafael menatap Vanessa lamat dan berkata, "Di tengkukmu ada tato Snaker. Itu bukan sembarang tato. Tato itu hanya diberikan kepada keturunan langsung Snaker, dan dengan tato itu---" "Wait." Perkataan Rafael terhenti karena Veronica. Perempuan itu menurunkan pistolnya dan segera berjalan ke arah Vanessa, lalu dengan paksa ia menyingkap kasar rambut Vanessa dan kedua matanya membesar karena apa yang dilihatnya. "Jadi Vanessa adalah keturunan Snaker?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN