Nafia menoleh ke arah Kiral salah terima uang apa saja. Bahkan dianggap sebagai orang lain Christina ketika ada yang menyakiti wanita yang dicintai itu. Berusaha bangkit dan duduk atas tempat pembaringannya. Menarik nafas dalam kemudian menghembuskan dengan keras.
“Lu gimana sih jadi cowok! Gerhana tugas-tugasnya. Lu tentuin dung lu mau pilih Nafia atau Perin!” Faruk tampak menegaskan dengan lantang isi pikirannya pada Kiral.
“Fia, ayo pulang! Gua antar lu, pulang!”
Faruk menghampiri Nafia dan memberikan kode agar Nafia mau ikut bersamanya. Nafia menatap dalam wajah Faruk. Tatapan keduanya saling beradu. Perlahan tapi pasti Nafia menunjukkan tatapan bencinya kepada Kiral. Sementara itu Kiral yang mendapat tatapan menohok langsung tertunduk.
“Sekarang kamu pilih aku atau dia!” Bagas Nafia kepada kira-kira ya terus menatapnya dengan tatapan tajam.
“jelas dia kan mirip gua ‘lah udah sih lama dia pengin banget pisah dari lu!” Balas perin dengan yakin seolah Kiral akan memilihnya.
“Aku sedang tidak tanya kamu!” Nafia tampak geram.
Sedangkan Kiral masih diam. Seolah tak berani mengambil keputusan. Suasana seketika menjadi hening oksigen di dalam ruangan tersebut pun terasa amat minim. Ringga Nafia memutuskan mengajak Celine untuk keluar dari tempat tersebut, dengan wajah penuh kekecewaan.
Sementara perin masih berada di tempatnya merasa ia menang. Gerak menatap kepergian istrinya dengan tatapan penuh rasa bersalah. Sedangkan Faruk langsung berlari menyusul Nafia. Sesaat kemudian wirausaha akan tersadar dan ia pun akan bangkit dan menyusul istrinya. Namun dihentikan oleh perin yang menarik tangannya.
“Kamu mau ke mana? Kamu masih sakit enggak bisa kalau namanya sebelum kamu sembuh,” ujar ferin dengan tatapan penuh rasa kesal.
“Aku mau menyusu istri dan anakku. Aku salah udah ninggalin mereka, aku juga bertindak bodoh karena kita di sini sama kamu!” balas Kiral tampak sengit.
“Kamu yakin iya masih mau terima kamu apa yang kamu lakukan dengan dia?”
“setidaknya pengusaha Aku enggak mau kehilangan wanita terbaik Kak Nafia.”
“Baik, baik apanya. Asal kamu tahu dia sama Farah itu punya hubungan spesial di belakang kamu.”
“jangan ngaco kamu perin! Kamu enggak bisa seenaknya fitnah dia.”
“aku enggak ngaco! Aku ngomongin fakta yang sebenarnya! Memang kamu enggak lihat apa kayak apa marahnya Faruk pasti dia tahu aku sama Nafia bertengkar tadi. Kamu lihat sendiri kan kalau baru nahan emosi banget karena kamu diam dan seolah memojokkan Nafia.”
Kiral terdiam mendengar penjelasan dari Perin. Seolah dia tengah mencerna kalimat demi kalimat yang dilontarkan kekasih gelapnya tersebut, mungkin ia tidak mau percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan Perin. Namun, di satu sisi apa yang dikatakan oleh Perin memang benar.
Sepertinya keinginan Perin dan juga Faruk mulai berjalan dengan baik. Kiral mulai masuk ke dalam perangkat mereka. Kiral yang tadi sangat yakin ingin menyusul Nafia, ini malah mengurungkan niatnya dan dia kembali ke tempat beristirahat. Perin pun tampak menyeringai dengan puas.
“Fia! Tunggu!” panggil Faruk untuk Nafia.
Pengaruh menghentikan langkah Nafia dengan menarik pergelangan tangannya. Ketika tubuhnya dibalikkan menghadap pada Faruk. Saat itu juga tampar wajah Nafia yang merah dengan air mata yang berderai tiada henti. Jelas hatinya hancur.
“Aku enggak bisa terusin hubungan kita, Pe,” ungkap Kiral pada perin yang masih setia menemaninya.
“‘Loh kenapa? Kamu lihat sendiri ‘kan istrimu itu juga menjalani hubungan dengan pria lain!” Perin tampak masih mencoba meyakinkan Kiral.
“Pe. Tolong tinggalkan aku sendiri dulu, ya, aku mau sendiri dulu.”
“ Tapi aku mau temani kamu di sini. Kalau kamu ada apa-apa gimana?”
“Aku enggak apa-apa. Besok kita bicarakan semuanya. Aku mau menjernihkan isi pikiranku dulu.”
“Oke kalau begitu.”
Perin meninggalkan ruangan rawat Kiral. Dia mencoba untuk ke bagian administrasi melunasi semua tagihan Kiral. Akan tetapi semuanya telah dibayar oleh orang menabrak Kiral. Sementara itu, Kiral meninggalkan kamar rawatnya. Dia berjalan perlahan menuju arah parkir. Raut wajahnya tampak bertanya-tanya.
“Masa iya Nafia selingkuh di belakang aku?” gumam Kiral yang mencoba bertanya pada dirinya sendiri.
“Tapi apa yang dibilang Perin ada benarnya juga. Faruk. Memangenggak biasanya ngebelain cewek.”
“Aghh! Kenapa harus Faruk! Aagh! b*****t!”
Keheningan berselimut gulita malam itu tampak semakin berduka. Menyaksikan kisah rumit antara Anak Adam yang tengah dilanda dusta dan nestapa. Air mata seolah menjadi saksi nyata betapa sakit itu terasa. Siapa yang meminta kasihnya mendua di belakangnya. Tak pernah ada hati yang mampu menerima jika belahan jiwanya membagi kasih.
Kiral tampak benar-benar kacau. Ini sudah batang kedua kretek yang ia keluarkan dari kotaknya. Ia masih duduk di sebuah bangku pada taman yang terletak tak jauh dari rumah sakit. Kepalanya tengadah menatap langit dengan hampa. Saat ini dia benar-benar tertekan. Gawai yang berdering disakunya pun diabaikan begitu saja.
“Fia, apa kamu mau makan dulu?” tanya Faruk yang memperhatikan Nafia yang tampak menatap lurus ke jalan.
“Enggak usah Bang. Aku mau pulang aja, aku enggak mau ke mana-mana,” sahut Nafia dengan suara bergetar.
“Fia, kamu pasti sakit banget. Tapi jangan sedih, ya, pria kayak Kiral memang enggak pantas untuk kamu.”
“Hm.”
“Kalau kamu perlu apa-apa ngomong ke aku, ya, jangan ragu.”
“Iya terima kasih.”
“Fia, sebenarnya aku —” kalimat Faruk seketika terhenti.
Entah kenapa Faruk menghentikan kalimat yang akan ia ucapkan. Seolah ia teramat ragu untuk menyampaikan hal tersebut pada Nafia. Wanita itu pun terus menatap lurus ke arah jalan dengan tatapan kosong. Menyadari kalau wanita itu sedang tak berada di sana. Faruk tampak ragu untuk kembali memulai percakapan.
“Fia, kamu masih ke pikiran sama kejadian tadi?” tanya Faruk mencoba untuk sehalus mungkin agar tidak menyinggung perasaan wanita yang dikaguminya itu. Setelah menunggu beberapa detik tidak ada jawaban.
Faruk kembali memanggil Nafia, “Fia— kamu kenapa?”
“Eh, sorry, Bang. Tadi aku melamun,” sahut Nafia mencoba terlihat tegar.
“Iya enggak apa-apa kok. Kamu kenapa? Masih terpikir kejadian apa tadi?”
“Mau enggak mau aku pasti akan masuk dalam pikiran aku, Bang. Abang kan tahu aku itu orangnya anti banget sama pengkhianatan. Tapi, ternyata orang yang paling aku percaya enggak akan nyakiti aku malah. Dia yang kasih luka itu.”
“Sabar, ya, Fia. Aku tau banget kok kamu orangnya kek apa. Kita kenal bukan sebulan, dua bulan lagi. Aku juga enggak percaya suami kamu sama bosku akan kek gitu.” Dalam percakapan tersebut Faruk tampak sangat manipulatif. Ia seakan tak mengetahui perselingkuhan Kiral dan juga Perin. Padahal dia sendirilah orang yang mengatur semuanya.
“Nafia jangan sedih, ya, pasti ada jalan keluarnya.”
“Entahlah Bang. Aku sampai enggak bisa mikir apa-apa lagi.”
Ting!
Terdengar notifikasi pesan singkat pada gawai milik Faruk. Dia meraihnya dari dasbor mobil lalu melihat isi pesan tersebut, sekejap ia tampak terkejut saat membacanya.
“Elu ada hubungan apa sama bini gua!”
Seketika itu juga Faruk tampak menyeringai tipis. Sepertinya apa yang dia rencanakan berhasil. Semua itu tidak lepas dari Perin yang sudah berhasil mengacaukan fokus Kiral. Faruk dan Perin benar-benar melakukan hal yang tidak seharusnya mereka lakukan. Apa yang sudah mereka rencanakan teramat buruk.
Apa yang mereka rencanakan adalah hal yang tidak pantas menjadi contoh. Mengambil hak orang lain tidak dibenarkan. Sebuah kekuatan yang tidak memiliki moral dan etika. Pelaku dari perbuatan ini diharuskan mendapatkan ganjaran yang setimpal. Dikarenakan sudah merusak apa yang telah dibangun oleh pasangan sebelumnya.
Kehadiran orang-orang seperti ini sama seperti benalu. Tidak memiliki manfaat akan tetapi terus menempel dan menyerap sari kehidupan. Dari orang yang menjadi inangnya. Tipe manusia seperti ini harus dijauhi dari kehidupan bermasyarakat. Sebagai hukuman sosial bagi mereka karena sudah menghancurkan kebahagiaan satu keluarga.
“BANGKE, di read doang!” ujar Kiral karena kesal Faruk hanya membaca pesan singkat darinya.