9. Saudara Tiri Yang Tak Dianggap

1056 Kata
"Akhirnya kalian datang juga. Apa kabarnya kalian?" Gaston menanggapi dengan nada dingin minim ekspresi. "Seperti yang papa lihat. Kami berdua baik." Gunawan tak lepas melebarkan senyumnya meski tanggapan Gaston masih seperti biasa. Dingin. Hanya saja, karena kini ada Gelia di antara mereka, Gunawan tidak ingin menunjukkan ketidak-akurannya bersama Gaston di depan sang menantu. "Papa sudah menunggu dan harap-harap cemas andai Gaston tidak mau membawa kamu ke sini. Oleh karena itulah tadi papa mengirimi kamu pesan, Lia." Perkataan itu ditujukan untuk Gelia. “Saya pasti datanglah, Pa. Jarang-jarang kan bisa kumpul keluarga besar seperti ini.” Bisa-bisanya dengan lancar Gelia bersandiwara dengan berpura-pura menjadi seorang menantu yang sayang keluarga, padahal sebenarnya otaknya sedang nge-blank tidak tahu bagaimana caranya menghadapi keluarga Tanuwijaya. Sementara Gaston, dalam pikiran pria itu merutuki kelancangan sang papa yang ternyata juga mengirimkan pesan pada Gelia hanya demi mereka mau datang ke rumah ini. Jujur pulang ke rumah ini bukanlah hal yang diinginkan oleh Gaston. Bahkan jika tidak karena terpaksa Gaston tidak akan pernah menginjakkan kakinya di rumah ini lagi, selama keluarga baru papanya masih mendiami rumah megah ini. “Papa tidak salah pilih wanita untuk menjadi istri Gaston dan papa sangat bersyukur karena kamu adalah menantu yang papa idamkan selama ini. Eum ... selama kalian menikah satu minggu ini, Gaston memperlakukan kamu dengan baik, kan? Dia tidak bersikap bruk sama kamu?” tanya Gunawan lagi. Ekor mata Gelia melirik Gaston yang menatap tidak suka dengan pembicaraan ini. Namun, mana Gunawan peduli dengan protes yang dinyalangkan putranya. Setidaknya beliau akan memastikan bahwa Gaston memperlakukan Gelia dengan baik. Bagaimana pun juga Gunawan memiliki tanggung jawab besar pada sahabatnya untuk menjaga Gelia sebaik-baiknya karena beliau lah yang ikut memaksa papanya Gelia agar mau menjodohkan Gelia dengan Gaston. Gelia mendongak. Memberikan kode pada Gaston melalui pandangan matanya dan keduanya kini sedang sibuk saling berbicara melalui tatapan mata, yang intinya dapat Gelia tangkap jika dia memang harus pandai bersandiwara sampai acara makan malam selesai. Lalu kembali mengubah ekspresinya menjadi senyuman lebar saat pandangan matanya bersitatap dengan Gunawan. “Gaston baik kok, Pa. Dia lelaki yang bertanggung jawab. Iya kan, sayang?” Gelia mengusap-usap lengan Gaston membuat pria itu merinding sendiri karena mendadak darahnya berdesir hanya karena sentuhan tangan Gelia pada kulit lengannya yang terbuka. Pun halnya Gelia yang sengaja cari kesempatan,.kapan lagi dia bisa meraba-raba tangan berotot milik suaminya. “Syukurlah. Gaston! ingat Gelia adalah tanggung jawab kamu. Dia istri kamu yang harus kamu jaga dengan baik. Berikan tanggung jawab kamu sebagai seorang suami yang baik pula dan jangan sia-siakan dia.” “Iya,” jawab Gaston singkat karena malas terlibat dalam obrolan yang banyak basa basinya. “Ya sudah. Kita ke ruang makan langsung saja. Sambil menunggu mama dan saudara-saudara kamu yang lainnya. Oh ya, Gelia. Nanti papa kenalkan kamu dengan mama dan adik-adiknya Gaston. Maaf karena saat kalian menikah, papa hanya datang berdua dengan suami kamu itu.” Rahang Gaston mengetat, sungguh keadaan yang sangat dibenci Gaston ketika setelah ini dia harus menghadapi para cecunguk yang membuatnya sangat muak sekali. Semoga saja Gelia dapat dia ajak kerjasama kali ini untuk melawan keluarga baru Papanya jika sampai ada dari mereka yang membuat ulah. Dan tepat sekali dugaan Gaston. Padahal baru saja dia kepikiran akan sesuatu karena belum juga mereka sampai di ruang makan, sosok wanita dengan pakaian seksi sudah memekik kegirangan dengan suara yang melengking memanggil namanya. “Kak Gas! Ya Tuhan akhirnya kakak datang juga. Aku sangat merindukanmu, kak.” Perempuan yang Gelia tidak tahu siapa, berhambur memeluk Gaston begitu saja sampai-sampai Gelia tersingkir. Lepas pegangan tangannya dari lengan Gaston, lalu mundur beberapa langkah dengan pandangan menelisik interaksi keduanya. Gelia tidak tahu wanita muda itu siapa dan ada hubungan apa dengan Gaston. Tapi jika dilihat-lihat sepertinya si perempuan menyukai suaminya. Gelia masa bodoh akan hal itu dan dia juga tidak tertarik untuk bertanya. Mungkin karena pernikahannya dengan Gaston terlalu dadakan dan tidak diinginkan oleh Gelia, jadi hatinya masih belum tergetar dengan apa yang dilihatnya sekarang. Namun, detik selanjutnya apa yang Gelia lihat amat sangat membuatnya terkejut luar biasa. Bagaimana mungkin Gaston malah mendorong kasar tubuh wanita muda itu dengan paksa sampai lepas dari tubuhnya yang kekar. “Arleta! Apa-apaan kamu! Jangan memeluk orang sembarangan. Apalagi di hadapan istrinya!” hardik Gaston dengan tatapan nyalang tidak suka. Sampai-sampai perempuan yang dipanggil dengan nama Arleta membuka mulutnya tidak percaya. “Kak! Kenapa kamu kasar sekali? Padahal aku hanya ingin memeluk saudaraku yang sudah lama tidak aku jumpai. Wajar kan jika aku merindukanmu, Kak?” "Kita bukan saudara, Letta. Enyah lah dari hadapanku!” Gunawan Tanuwijaya merasa tidak enak hati dengan drama di antara Gaston dengan anak tirinya yang bernama Arletta. Pria itu langsung menengahi. “Gas! Dia adik kamu jangan seperti itu dan jangan terlalu keras sama dia. Benar yang Letta katakan. Itu tadi adalah sikap refleks dia ketika kaget melihat kedatangan kamu karena lamanya kamu tidak datang ke rumah ini.” “Bull s**t! Tetap saja aku tidak suka dan aku tegaskan sekali lagi bahwa kita hanya orang lain. Bukan saudara. Hubungan kami hanya karena sebuah kebetulan papa menikah dengan mamanya. Titik.” Gunawan tidak amu memperpanjang masalah karena merasa tidak enak hati dengan Gelia. Orang baru yang harus disuguhi pemandangan mencengangkan seperti tadi. Lagian Gaston benar-benar tidak bisa menahan dirinya untuk tidak berbuat kasar dengan Arletta. Kadang Gunawan sendiri juga tidak paham kenapa Gaston sama sekali tidak bisa akur dengan dua orang anak bawaan istri barunya. Bahkan terkesan membenci mereka. Padahal mereka tidak ada salah apa-apa. Yang patut disalahkan di sini adalah beliau yang memilih tetap menikah lagi meski Gaston sudah melarang. “Letta! Duduk lah. Jangan buat masalah jika kamu tidak ingin kakak kamu pergi lagi dari rumah ini.” Titah sang papa terpaksa Arleta ikuti demi Gaston. Sudah cukup lama perempuan muda itu tidak melihat sosok kakak lelaki yang membuatnya candu dan jatuh cinta setengah mati. Empat tahun bukanlah waktu yang singkat berpisah dari sosok Gaston Tanuwijaya. Bahkan selama empat tahun ini Letta berusaha mencari tahu keberadaan kakak tirinya ini tapi nihil hasilnya. Dan sekarang begitu mangsa ada di depan kata Letta terpaksa harus mengalah demi kemenangannya karena Letta yakin sekali Gaston pasti akan bisa dia dapatkan kembali. Tak peduli sekalipun Gaston sudah memiliki istri. Letta melirik sinis pada Gelia yang malah mendapatkan pelototan mata dari istri kakaknya. Kesal, lalu perempuan itu berbalik badan dan duduk di kursi makan seperti apa yang papanya minta.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN