"Gel! Hello, Gelia!"
Gelia terkesiap, karena selain keriuhan di sekitarnya, juga fokus yang tertuju pada Gaston, sehingga perempuan itu tidak mengindahkan sang teman yang mengajaknya berbicara.
"Eh, sorry, Luh. Kenapa?"
Galuh berdecak. "Elu ngelihatin apa, sih!"
Dan Galuh yang penasaran, mulai mengarahkan pandangan pada objek yang sempat mengalihkan perhatian Gelia. Hingga kedua netra Galuh menangkap sepasang suami istri yang sedang berdiri di depan sebuah outlet pakaian khusus ibu dan anak. Bahkan keduanya tampak sedang mendebatkan sesuatu.
"Elu kenal mereka?" Galuh bertanya yang malah mengerutkan kening Gelia karena sahabatnya itu tidak menjelaskan dengan seksama akan apa yang baru saja ditanyakan.
"Mereka siapa?"
"Itu!" tunjuk Galuh dengan dagunya, pada Gaston dan Gea.
Gelia menelan ludah kasar. Mendadak gugup, takut jika Gaston mengetahui keberadaannya.
"Enggaklah."
Galuh justru tersenyum seorang diri masih lekat memperhatikan keduanya. "Mereka serasi banget, ya. Yang lelaki tampan, wanitanya juga cantik. Dan sepertinya, suaminya juga sayang banget sama istrinya. Mana sedang hamil besar. Ah, mendadak aku jadi ingin menikah lalu hamil agar dimanja dan disayang suami."
Ocehan Galuh tidak Gelia tanggapi karena ada rasa iri yang mulai bersarang di dalam hati. Tapi Galuh sepertinya sudah terlanjur terbawa perasaan sehingga gadis itu kembali mengoceh. "Elu nggak pengen nikah, Gel?"
Uhuk! Uhuk! Gelia terbatuk lantaran tersedak ludahnya sendiri. "Apa sih! Tumben banget lu ngomong soal nikah."
"Habisnya aku iri sama mereka. Mungkin kalau sudah menikah nanti, kita nggak perlu kerja keras seperti ini lagi. Iya kan?"
"Itu kalau suami lu orang kaya. Jadi lu bebas ngabisin duitnya."
"Lagian elu juga kayaknya belum bisa move-on dari Gery. Wajar sih, Gel. Secara Gery itu tidak hanya tampan wajahnya, tapi duitnya juga banyak. Sayang sekali kalian tidak berjodoh."
Mendengar nama Gery disebut-sebut, jujur ada rindu yang tak terbendung. Ingin rasanya dia bisa kembali bersama mantan kekasihnya itu. Namun, hanya karena Gea, semua impian Gelia untuk menjadi wanita yang diratukan oleh Gery, gagal sudah. Gelia kembali melirik pada keberadaan Gaston dan Gea yang rupanya sudah tidak lagi terlihat. Kepala Gelia mengedar dan tetap tidak mendapatkan keberadaan keduanya. Mendesah panjang. Ada kekesalan yang dia rasakan mengingat Gea yang malah begitu beruntung, bisa tak hanya mendapatkan Gery Ganesha saja, tapi Gaston Tanuwijaya pun dia embat juga. Herannya lagi, bahkan Gery tidak pernah percaya jika dia mengatakan bahwa Gea dan Gaston adalah pasangan selingkuhan. Hingga Gea hamil besar, Gaston juga tidak meninggalkan Gea, justru yang tadi Gelia lihat, keduanya tampak mesra. Andai dia tidak sedang dalam acara seperti ini, mungkin Gelia akan membututi mereka lalu mencari bukti yang lebih akurat tentang hubungan Gea dengan Gaston. Dan siapa tahu saja Gery mau berubah pikiran untuk menceraikan Gea lalu kembali ke pelukannya.
"Gel! Yaelah. Elu ngelamun lagi?"
Gelia tersenyum masam. Namun, demi pekerjaan, dengan terpaksa perempuan itu harus mengubah ekspresi wajahnya. Karena kini Galuh sudah menariknya berdiri karena sebentar lagi giliran mereka berdua yang akan tampil untuk mempromosikan gaun rancangan dari Glory Butik. Sebuah butik ternama di kota ini.
•••
"Capek?" tanya Gaston yang begitu perhatian pada wanita hamil yang sedang bersamanya.
Namanya Gea Ananda. Sahabat baik dan mungkin satu-satunya sahabat perempuan yang Gaston punya selama hidupnya di dunia.
Gaston dan Gea sudah lama sekali bersahabat, semenjak mereka bersekolah sampai sekarang. Meski mereka berdua sempat terpisah akan jarak, karena setelah lulus kuliah, Gaston memutuskan untuk bekerja dan mengembangkan sayap karir di Amerika. Selama empat tahun lamanya Gaston tidak pernah pulang ke Indonesia karena bermasalah dengan papanya. Meski pun demikian, hubungan Gaston dengan Gea tidak pernah berakhir dan malah makin akrab hingga kini Gea hamil anaknya Gery.
Gery sendiri adalah CEO di sebuah perusahaan yang bernaung di bawah Ganesha Group. Gery adalah mantan kekasih Gelia. Wanita yang baru satu minggu ini dinikahi oleh Gaston. Setelah putus hubungan asmara dengan Gelia, Gery menikah dengan Gea. Jangan ditanya ketika awal-awal dulu Gery mengenal sosok Gaston. Jelas pria itu cemburu akan kedekatan Gea dengan Gaston. Hanya saja, semakin Gery mengenal siapa Gaston sesungguhnya, rasa cemburunya pudar sudah. Malah sebaliknya, sekarang Gery justru mempercayakan istrinya pada Gaston.
Seperti halnya sore ini. Gery tidak mempermasalahkan ketika Gaston meminta ijin untuk membawa Gea pergi jalan-jalan. Asalkan tidak sampai membuat Gea kecapekan. Maklum saja. Usia kehamilan Gea sudah trimester ketiga. Sekitar tujuh bulan.
"Sedikit. Mau ngopi?" tawar Gea yang dijawab oleh gelengan kepala Gaston.
"No. Wanita hamil nggak boleh ngopi."
"Kata siapa?"
"Kataku, lah. Mending cari makan. Atau minuman lain selain kopi." Tentu saja Gaston akan menjaga Gea, termasuk itu adalah makan minum yang dikonsumsi oleh sahabatnya, jika tidak ingin mendapatkan amukan dari Gery jika memperbolehkan Gea makan dan minum sembarangan.
"Yaelah, Gas. Gue enggak lapar. Eum ... beli es krim aja yuk. Gue jadi pengen es krim durian."
"No. Es krim durian juga enggak boleh. Kalau mau, es krim yang lainnya saja asalkan bukan durian."
Gea cemberut. "Gue lagi ngidam, Gas."
"Jangan alasan. Ini semua demi kesehatan kamu dan anak kita."
Tangan Gea refleks memukul lengan Gaston. "Anak kita pala lu! Bikin sendiri sana. Udah ada Gelia juga yang siap nampung benih elu, kan."
Gaston hanya mengedikkan bahunya. "Ayo beli es krim." Sengaja Gaston mengalihkan pembicaraan agar Gea tidak membahas seputar pernikahannya dengan Gelia karena Gaston sendiri tidak tahu mau dibawa ke mana pernikahan yang dia lakukan dengan Gelia.
"Ayo!"
Dengan semangatnya Gea seperti anak kecil ingin menuju konter es krim.
"Ge, pelan-pelan jalannya. Kalau sampai ada yang lecet sedikit saja di elu ... gue bisa habis sama Gery."
Gea tak menanggapi karena menurutnya Gery dan Gaston sangat berlebihan memperlakukannya. Padahal dia sendiri tentu saja sudah sangat berhati-hati dan tahu harus bagaimana karena sedang hamil. Sayangnya, orang-orang di sekitarnya terlalu over protektif padanya.
Saat melewati atrium mall, yang sedang diselenggarakan acara fashion show, Gea yang tertarik pun mencoba untuk melihat bagaimana para model dengan tubuh seksi berlenggak-lenggok di atas catwalk, memamerkan gaun-gaun indah dan seksi. Melihat bagaimana mereka yang cantik-cantik, Gea merasa insecure dengan bentuk tubuhnya sendiri. Melar ke mana-mana dengan penambahan bobot tubuh mencapai lebih dari sepuluh kilo. Kulit juga terlihat kusam apalagi di daerah-daerah khusus seperti leher, lipatan ketiak, warnanya berubah menghitam. Di dalam benak hanya tertuju pada Gery. Apa selama ini sebenarnya sang suami merasa jijik padanya, tapi tidak ditunjukkan.
Gea tersentak ketika merasa sentuhan di bahunya. Tangan besar Gaston melingkar di sana. "Elu kenapa sih, Ge. Mendadak bersedih gitu. Mana kayak orang mau nangis. Lihat apa sih!"
Gaston pun ikut memperhatikan beberapa model di atas panggung. Dengan jarak beberapa meter darinya, kedua mata Gaston mulai menyipit merasa mengenali satu di antaranya.
"Gue insecure Gas sama para model di sana. Mereka cantik-cantik semua. Badannya bagus, kulitnya mulus. Lihat saja banyak sekali lelaki yang memuji kecantikan mereka. Enggak seperti gue yang udah mirip gajah bengkak. Gue harusnya sadar diri jika mungkin selama ini Mas Gery jijik sama gue. Sama halnya elu. Sebenarnya elu juga jijik kan sama gue? Ngaku aja lu, Gas!"
Panjang lebar Gea mendumel, nyatanya tidak ditanggapi juga oleh Gaston. Penasaran, kenapa sahabatnya itu tidak merespon. Ada juga kekesalan karena dalam benak Gea, Gaston pasti sedang terpesona pada para wanita cantik di sana.
Gea mendongak ingin melihat ekspresi wajah Gaston. Dan betulan, arah pandang kedua mata Gaston memang tertuju ke arah panggung.
"Gas! Elu ngeselin banget sih!" Gea mencubit perut Gaston membuat pria itu mengaduh kesakitan.
"Elu ish masih juga bar-bar. Sakit, Ge!" Gaston mengusap perutnya yang panas karena cubitan maut dari Gea.
"Lagian semua lelaki sama saja. Pasti nggak kedip kalau lihat wanita cantik. Elu juga. Gue pikir hanya cowok ganteng yang bisa bikin elu terpesona. Nggak tahunya elu juga suka sama cewek cantik. Elu udah normal lagi, Gas? Apa itu karena Gelia? Elu suka sama Gelia?"
"Ngomong apa, sih! Udah ayo!" Gaston memilih untuk membawa Gea pergi dari tempat ini sebelum wanita itu mengetahui akan keberadaan Gelia di antara sekian banyak model yang ada di panggung catwalk.
"Bentar, Gas. Itu bukannya Gelia, ya?" tunjuk Gea tepat pada keberadaan sosok Gelia.
Gaston membuang napas kasar karena terlambat menutupi penglihatan Gea. Dan benar saja. Gea menatap nelangsa melihat mantan kekasih suaminya terlihat jauh lebih cantik darinya. Rasa ketakutan merasuk ke dalam relung hati Gea. Gimana kalau Gery tahu jika Gelia secantik itu. Jangan-jangan Gery akan memilih untuk kembali ke perempuan itu. Sampai-sampai Gea melupakan fakta jika mantan kekasih suaminya, adalah istri sahabatnya.