Gaston baru saja masuk ke dalam rumahnya, ketika ponsel yang ia simpan di dalam saku celananya berdering tanda adanya panggilan masuk. Merogoh saku celana training-nya, Gaston menjawab sembari menjatuhkan tubuh pada sofa.
"Halo, Mike!"
"Kenapa kamu balik Indonesia tidak bilang-bilang?" tanya seseorang yang menjadi lawan bicaranya. Lelaki bule bernama Michael yang sudah cukup fasih berbahasa Indonesia.
"Sorry! Aku buru-buru."
"Jadi ... berapa lama kamu akan tinggal di sana?"
"Aku tidak tahu. Yang jelas dalam waktu yang lumayan lama dan tidak bisa diprediksikan."
"Kenapa bisa begitu? Ayolah, Gaston! Jangan kau buat aku begini. Aku bisa gila jika berjauhan terlalu lama denganmu. Sudah cukup beberapa bulan lalu kau meninggalkanku dan sekarang baru satu minggu kita bertemu ... kamu sudah kembali ke negara asalmu."
"Mike! Ini semua perintah papaku. Jadi, tolong mengertilah."
Ya, semenjak dia menerima tawaran proyek di Indonesia, lalu papanya juga ikut berulah dengan mengalihkan perusahaan padanya, Gaston jadi lebih sering tinggal di Indonesia. Dan rencananya, semua usaha yang telah dia rintis selama beberapa tahun lamanya di Amerika, akan dia pindahkan semua dan dihandle dari Indonesia.
"Baiklah jika seperti itu. Aku akan menyusulmu ke Indonesia. Tunggu aku!"
"Mike!"
Belum juga Gaston selesai berbicara, Mike sudah memutus panggilan telepon tersebut. Gaston mendesah frustasi. Jika boleh jujur, dia lebih suka tinggal di luar negeri. Tapi, tidak juga Gaston pungkiri, jika selama hampir setengah tahun belakangan dia sering bolak balik ke Indonesia, ada rasa enggan untuk kembali ke luar negeri meneruskan hidup yang sebelumnya. Diam-diam Gaston mulai betah dan nyaman di sini. Dikelilingi banyak orang-orang baik yang menjadi partner dalam pekerjaan, juga kehidupan sehari-harinya. Ditambah adanya Gea dan Gery yang juga salah satu alasan Gaston mau berlama-lama di sini.
Mengingat sahabatnya itu, mendadak Gaston ingin sekali mendatangi Gea. Sahabatnya itu sudah hamil besar. Sangat lucu di mata Gaston, dengan tubuh Gea yang kecil dan hanya perutnya yang membesar akibat ulah Gery. Ditambah sejak dia menikah satu minggu yang lalu, sama sekali belum menjumpai Gea. Bahkan pernikahan yang dilakukan mendadak dan sederhana di kampung Gelia, Gea dan Gery tidak bisa ikut hadir untuk menyaksikan acara sakral pernikahannya. Apalagi alasannya jika bukan karena kondisi Gea yang tidak memungkinkan bepergian jauh.
Tanpa memberikan kabar pada Gea, Gaston buru-buru mandi dan mengganti bajunya. Siang ini juga dia akan menyatroni rumah sahabat baiknya itu. Dia akan menculik Gea lalu mereka akan menghabiskan waktu bersama.
•••
Gelia duduk di meja makan sembari menikmati hasil masakan Gaston Tanuwijaya. Kepalanya manggut-manggut memuji kelezatan makanan yang terlihat simple tapi memiliki rasa yang tidak jauh beda dengan makanan yang dibeli di restoran.
Akan tetapi, baru sebagian yang dia makan, wanita itu harus dikejutkan dengan dering ponsel yang tadi dia letakkan di dalam kamar. Gelia tinggalkan makannya untuk gegas mencari keberadaan ponsel miliknya. Karena bagi Gelia, tidak akan pernah bisa hidup tanpa benda tersebut. Apalagi jika ada telepon seperti ini, Gelia sudah harap-harap menantikan adanya pekerjaan yang memanggil. Maklum saja, akhir-akhir ini perempuan itu sedang sepi job. Lebih tepatnya semenjak kembali ke Indonesia dan berkarir di negara asalnya ini. Sungguh, Gelia hampir frustasi karena uang yang dimiliki hampir habis.
Gelia menyambar ponsel yang tadi dia letakkan asal di atas kasur. Menjawab dengan cepat panggilan yang berasal dari salah satu rekan kerjanya sesama model di Agensi.
"Halo, Luh!"
Galuh Elisabeth adalah gadis cantik yang berasal dari Bali. Teman dekat yang bisa dikatakan sering sekali memberikan dia job.
"Lo udah di rumah, Gel?"
"Iya. Baru sampe. Kenapa?"
"Ada kerjaan dari Glory butik. Lo mau ambil nggak?"
"Kerjaan apa?"
"Model mereka ada yang kecelakaan. Padahal hari ini ada fashion show di Galaxy Mall. Kalau elu mau ... ikut gue ambil job ini. Mayan lah buat shopping nanti fee-nya."
Gelia pikir-pikir juga ngapain dia di rumah. Tadi saja kalau enggak karena Gaston yang membuatnya kepikiran, takut jika mengacau di rumahnya, mungkin Gelia sudah nyaman berada di salon kecantikan. Mana rambutnya sudah gatal ingin segera dikeramas dan creambath.
Kalau dia ambil job ini lumayan bisa dia gunakan untuk ke salon tanpa harus mengeluarkan uang pribadinya. Dengan mantap Gelia pun menjawab, "Baiklah. Aku ambil job-nya."
"Dua jam lagi acara dimulai. Mending lo segera berangkat sekarang. Gue tunggu di lokasi. Bye, Gel!"
Gelia lekas bersiap. Waktu dua jam sangat singkat baginya yang nanti harus make-up juga.
Berganti pakaian, menyambar tas, lalu keluar dari dalam kamar. Meninggalkan makanan begitu saja karena waktunya sangat mepet. Belum lagi kalau sampai terjebak di kemacetan. Bisa-bisa dia membutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk sampai di lokasi.
Setelah mengunci pintu, Gelia yang sedang menuju mobilnya malah dikejutkan dengan sapaan tetangga sebelah rumahnya. Siapa lagi jika bukan Gaston Tanuwijaya. Maklum saja, rumah tipe cluster yang mereka tinggali memiliki pagar pembatas yang hanya setinggi d**a orang dewasa.
"Eh, istri. Mau berangkat lagi?"
Gelia berdecak, memutar bola matanya malas menanggapi sosok lelaki yang masih membuatnya kesal meski tadi sempat dia puji sebab makanan.
"Apa, sih! Jangan sok kenal," jawab Gelia sinis sembari membuka pintu mobilnya. Bukannya sakit hati, Gaston malah makin gencar menggoda. Pria itu bersandar pada mobil dengan tatapan penuh pada Gelia.
"Enak nggak makanan yang tadi aku buat?"
"Biasa saja."
"Jangan lupa dihabiskan. Itu tadi aku memasak makanan spesial buat kamu."
"Nggak ada juga yang nyuruh kamu masak!" setelahnya, Gelia langsung masuk ke dalam mobil dan enggan mendengar ocehan Gaston.
"Hati-hati bawa mobilnya. Jangan ngebut-ngebut!" teriakan Gaston meski tak ditanggapi oleh Gelia.
Setelah mobil Gelia melesat meninggalkan rumah, barulah Gaston masuk ke dalam mobilnya sendiri. Mumpung belum terlalu sore, sepertinya dia akan membawa perempuan hamil itu untuk pergi jalan-jalan. Sengaja Gaston merencanakan demikian, karena sudah lama dia tidak adu mulut dengan Gery Ganesha. Merasa lucu saja jika Gery yang mencak-mencak karena cemburu padanya.
•••
Gelia mematut dirinya di depan cermin wastafel yang ada di toilet sebuah pusat perbelanjaan. Wanita itu telah selesai dengan dandanan yang cetar guna mengisi acara sebuah fashion show.
Wanita itu tidak sendiri tapi bersama Galuh. "Udah belum, Gel?" tanya Galuh yang keluar dari dalam bilik toilet.
"Udah."
"Ayo buruan! Tiga puluh menit lagi giliran kita yang akan tampil ke depan."
Gelia mengangguk. Keduanya keluar dari dalam toilet dan langsung menuju tempat acara yang diadakan secara terbuka pada atrium mall tersebut.
Baru juga Gelia duduk di salah satu kursi yang berada di belakang panggung, kedua netranya menangkap keberadaan dua orang yaitu lelaki dan perempuan. Yang mana si lelaki dengan posesif merangkul pinggang seorang perempuan yang sedang hamil.
Sialnya, mata Gelia justru tak bisa lepas dari keduanya yang terlihat seperti layaknya pasangan suami istri. Meski pada kenyataannya mereka berdua lebih menyerupai pasangan yang sedang selingkuh di matanya. Dan Gelia mendadak nelangsa sendiri karena berasa diselingkuhi oleh Gaston, sang suami yang tidak dia akui.