Waktu sudah menunjukka pukul sepuluh malam. Andhini sudah berbaring di atas ranjang walau matanya masih saja belum mampu untuk terpejam. Wanita itu masih memikirkan penyakit yang saat ini tengah menghinggapinya. Reinald yang baru kembali dari kamar mandi langsung menyusul istrinya ke atas ranjang, berbaring di samping Andhini dan memeluk istrinya itu dengan hangat. “Sayang, ada apa? Mengapa kamu masih belum tidur juga?” tanya Reinald seraya membelai lembut rambut Andhini. Andhini menggeleng, “Aku tidak tahu, Mas. Aku takut.” “Takut apa, ha?” Reinald terus membelai puncak kepala istrinya itu dengan penuh kasih sayang. “Entahlah, Mas. A—aku ... Ah sudahlah, sebaiknya kita tidur saja.” Andhini memasukkan wajahnya ke dalam dekapan Reinald lebih dalam lagi. Dengan susa payah, Andhini menah