Enam Puluh Enam

2430 Kata
Pertemuan itu diatur oleh Hakim Kojiro, dan meski dia tidak memiliki kewenangan untuk memerintahkan kehadiran di hari Jumat malam itu, kemampuannya untuk membujuk lebih dari cukup. Murasakibara Tetsu dan Yuval Bonjamin tiba di ruang kerja Hakim Kojiro tepat pukul delapan malam. Saito Hajime mengikuti mereka masuk, dan mereka bertiga duduk bersama di seberang meja tulis hakim itu. Eijun pun telah hadir di sana tiga puluh menit sebelumnya, bersama dengan Kazuya dan suasana ketika itu terasa sangat masam. Sama sekali tidak ada sambutan, tidak ada jabat tangan, tidak ada basa-basi. Tidak lama berselang, Mayor Kimura datang dan duduk seorang diri, menjauh dari meja. Hakim Kojiro yang seperti biasa menggunakan setelan gelap, kemeja putih dan dasi oranye, memulai dengan serius. “Semuanya telah hadir. Eijun memiliki informasi.” Eijun duduk di seberang Bonjamin, Tetsu, dan Saito, ketiganya hening dan bergeming, seolah-olah menunggu keputusan hukuman mati. Eijun memulai dengan mengatakan, “Kami berangkat dari Kanto tadi pagi sekitar jam lima dan berkendara menuju Shibuya. Harry Kazuya ikut dengan kami. Perjalanan itu memakan waktu hampir enam jam. Berbekal petunjuk yang diberikan Harry, kami sampai ke sebuah wilayah terpencil di sana, melewati jalanan yang dipenuhi hutan di kiri kanan, lalu jalanan setapak, setelah itu ke sebuah tempat yang dikenal penduduk setempat sebagai Gunung Takao. Lokasinya tersembunyi, terpelosok, penuh hutan. Harry harus bersusah payah mengingatnya terkadang, namun akhirnya dia mampu membimbing kami ke tempat di mana menurut pengakuannya, dia telah menguburkan Bella Stefa.” Eijun mengangguk pada Kazuya, yang menekan sebuah tombol di laptopnya. Di sisi terjauh ruangan, di sebuah papan putih, sehelai foto pelataran yang dipenuhi dengan semak belukar itu muncul. Eijun menambahkan, “Kami menemukan tempat itu dan mulai menggali.” Harry ada di sini, di Kanto pada musim gugur tahun 2002. Dia bekerja di perusahaan yang bernama R.S Yamanaka. Dia menyimpan sebuah kotak besar dari logam, yang dulunya dipakai untuk menyimpan peralatan hidrolis, di bak belakang truknya, dan dia menggunakan kotak itu untuk mengubur Bella Stefa. Foto berikutnya: bagian atas kotak peralatan itu dengan R.S Yamanaka tertera di atasnya. “Seperti yang dapat kalian lihat, kotak peralatan itu membuka di bagian atas dengan sebuah gerendel di sisinya. Gerendel itu diamankan oleh gembok kombinasi yang menurut Harry dibelinya di sebuah toko peralatan. Harry ingat nomor kombinasinya dan membukanya.” Foto berikutnya: Harry berlutut di dalam makam, menangani gembok. Wajah Tetsu pucat pasi, sementara Bonjamin dahinya dipenuhi dengan keringat. “Saat kami membuka kotak itu, inilah yang kami temukan.” Foto berikutnya: tulang belulang. “Sebelum kami membukanya, Harry memberitahu kami akan ada sebuntel pakaian di samping kepala gadis itu.” Foto berikutnya: buntelan pakaian di samping tengkorak. “Dia juga memberitahu kami kalau kami akan menemukan SIM Bella Stefa dan satu lembar kartu kredit yang tergulung di dalam pakaian itu. Dia benar.” Foto berikutnya: Kartu kredit Master Card yang bernoda, dijepret dari jarak dekat, sehingga nama Bella Stefa terbaca dengan mudah. “Harry memberitahu kami kalau dia membunuh gadis itu dengan cara mencekiknya, menggunakan sabuk kulit hitam dan bergesper perak milik gadis itu.” Foto berikutnya: seutas sabuk kulit hitam, sebagian telah membusuk, namun bergesper perak. “Aku punya salinan lengkap foto ini untuk dibawa pulang dan dipelajari semalaman. Pada saat ini, kami telah menelepon Serif dan menyerahkan tempat itu padanya.” Foto berikutnya: Serif bersama dengan tiga deputinya sedang mengamati sisa jasad gadis itu. “Tempat itu dengan cepat dipenuhi para polisi dan penyelidik, dan keputusan diambil untuk tetap meninggalkan jasad gadis itu di dalam kotak tersebut dan membawanya ke laboratorium kriminal di Shibuya, Dan di sanalah dia berada saat ini. Aku telah memberikan salinan ronsen gigi gadis itu kepada pihak berwenang di sana, salinan yang sama dengan yang secara tidak sengaja kalian berikan saat sedang asyik bermain dengan bukti penemuan sebelum persidangan. Aku telah berbicara dengan lab kriminal itu dan kasus ini mendapatkan perhatian utama. Menurut perkiraan mereka, identifikasi awal akan selesai malam ini. Kami menunggu telepon dari mereka, yang bisa datang kapan saja. Mereka akan memeriksa semua yang ada di dalam kotak peralatan itu dan berharap bisa menemukan bukti bagi pengujian DNA. Kemungkinannya, sangat kecil, namun DNA tidak penting. Sudah jelas siapa yang terkubur di dalam kotak itu, dan tidak diragukan lagi siapa yang melakukan pembunuhan. Harry menderita toksoplasmosis mematikan—itu satu alasan kenapa dia mengaku—dan dia serin mengalami kejang-kejang yang sangat parah. Dia pingsan di tempat dan dibawa ke rumah sakit di Shibuya. Entah bagaimana caranya dia berhasil meninggalkan rumah sakit itu tanpa terdeteksi, dan pada saat ini tidak satu orang pun yang tahu keberadaan dirinya. Dia berstatus tersangka, namun tidak sedang dalam penahanan ketika menghilang.” Eijun menatap Tetsu dan Bonjamin sedang dia sambil bernarasi, namun mereka tidak mampu membalas tatapan matanya. Tetsu memijit cuping hidung, sementara Bonjamin menggigiti kukunya, Ada tiga map hitam di tengah meja, dan Eijun dengan santai membagikannya, satu untuk Tetsu, satu untuk Bonjamin, dan satu lagi untuk Saito. Eijun melanjutkan, “Di dalam map itu, kaliam akan menemukan satu set lengkap foto, dan sejumlah informasi yang lain—catatan penangkapan Harry di Kanto, yang membuktikan bahwa dia ada di sini ketika pembunuhan itu terjadi. Sebenarnya, kalian mengurungnya di penjara bersamaan dengan saat Furuya Satoru ditahan. Di sana juga ada salinan catatan kejahatannya yang panjang dan riwayat hukuman penjaranya. Afidavitnya juga ada, namun kalian benar-benar tidak perlu membacanya. Isinya tentang detail penculikan, p*********n seksual, pembunuhan, dan pemakaman; cerita yang sama denagn, tidak diragukan lagi, yang telah kalian saksikan berkali-kali di televisi. Di sana pun ada sebuah afidavit yang ditandatangani kemarin sore oleh Hiro Akada, di mana dia mengatakan kalau dia berdusta di persidangan. Ada pertanyaan khusus?” Senyap. Eijun melanjutkan lagi, “Aku sengaja memilih bertindak demikian untuk menghormati keluarga gadis itu. Aku skeptis kalau kalian punya keberanian untuk menghadap Minami Stefa malam ini dengan menyampaikan hal yang sesungguhnya padanya, namun paling tidak kalian mempunyai pilihan itu. Benar-benar disayangkan jika Minami Stefa harus mendengarnya dari pihak kedua. Harus ada yang memberitahunya malam ini. Ada komenter? Apa saja, silakan.” Hening. Wali Kota berdeham dan bertanya dengan suara pelan. “Kapan ini akan diumumkan ke publik?” “Aku telah meminta pihak berwenang di Shibuya untuk merahasiakannya terlebih dahulu sampai besok. Pada jam sembilan pagi, aku akan mengadakan pertemuan pers.” “Astaga, Eijun, apa itu benar-benar perlu?” celetuk Wali Kota. “Ya, itu benar-benar perlu. Kebenaran wajib disampaikan. Apalagi kalau kebenaran itu sudah dikubur selama sembilan tahun oleh pihak kepolisian dan jaksa penuntut, jadi sudah tiba saatnya untuk menyampaikan kebenaran itu. Semua kebohongan akan terbuka. Sesudah sembilan tahun dan eksekusi seorang manusia yang tidak bersalah, dunia akhirnya akan tahu kalau pengakuan Furuya palsu, dan aku akan menjelaskan metode brutal yang digunakan Detektif Bonjamin untuk mendapatkannya. Aku berencana untuk menjabarkan secara detail kebohongan yang digunakan di persidangan—kebohongan Hiro Akada dan informan penjara yang dimanfaatkan dan bekerja sama dengan Bonjamin dan Tetsu—dan aku akan menggambarkan semua taktik kotor yang digunakan di persidangan. Aku mungkin memiliki kesempatan untuk mengingatkan semua orang kalau Tetsu berselingkuh dengan Hakim selama berlangsungnya persidangan, kalau ada yang lupa. Aku harap anjing pelacak itu masih hidup—siapa ya namanya?” “Yogi,” sahut Kazuya. “Bagaimana aku bisa sampai lupa? Aku harap Yogi tua masih hidup agar aku bisa menunjukkanya pada dunia dan menyebutnya sebagai anjing yang sangat bodoh. Menurutku pertemuan pers besok dimungkinkan bisa lama. Kalian semua diundang. Ada pertanyaan? Atau komentar?” Mulut Tetsu terbuka sedikit, seolah hendak melemparkan sahutan, namun kata-katanya gagal keluar. Eijun jauh dari selesai. “Dan agar kalian juga tahu apa yang akan terjadi beberapa hari ke depan, aku akan mengajukan paling tidak dua gugatan hukum pada hari Senin pagi, satu di sini di pengadilan ini, menyebut nama kalian semua sebagai terdakwa, bersama dengan kota, dan daerah. Yang satu lagi akan aku ajukan di pengadilan federal, gugatan perdata bersama selembar daftar panjang yang berisi tuduhan. Pun nama kalian akan disebutkan di situ. Aku mungkin akan mengajukan satu atau dua gugatan lagi, jika aku bisa menemukan sebuah alasan. Aku berencana untuk menghubungi Departemen Hukum dan meminta penyelidikan. Untukmu, Tetsu, aku berencana mengajukan keluhan kepada asosiasi pengacara dengan alasan pelanggaran etika, meski menurutku asosiasi tidak akan menaruh banyak minat, namun paling tidak kau akan terlindas dalam proses itu. Kau mungkin ingin mulai mempertimbangkan untuk mengundurkan diri. Untukmu, Bonjamin, pensiun sini sekarang sungguh bukan sebuah pilihan. Kau semestinya dipecat, namun aku agak skeptis Wali Kota dan pemerintah kota punya keberanian untuk melakukan itu. Pak Kepala, kau dulu hanya seorang asisten kepala saat penyelidikan ini menjadi keluar jalur. Namamu akan disebut sebagai terdakwa juga, namun jangan diambil hati. Aku tetap menggugat semua orang.” Kepala Polisi itu perlahan-lahan berdiri dan berjalan ke arah pintu. “Kau hendak pergi, Saito Hajime?” tanya Hakim Kojiro dengan nada yang sama sekali tidak diragukam kalau kepergian mendadak seperti itu tidak bisa diterima. “Pekerjaanku tidak mewajibkan aku untuk duduk dan mendengarkan b******n sombong sepertinya,” jawabnya ketus. “Pertemuan ini belum berakhir,” kata Hakim Kojiro dengan tegas. “Aku akan tetap tinggal jika aku jadi dirimu,” ucap Wali Kota, sedang kepala polisi itu pun tidak jadi pergi. Dia mengambil posisi di samping pintu. Eijun menatap Bonjamin dan Tetsu, lalu mengatakan, “Jadi, kemarin malam kalian sempat berpesta dengan meriah di tepi danau untuk merayakan; sekarang aku rasa pesta itu sudah bubar.” “Kami selalu menduga kalau Furuya mempunyai seorang rekanan,” Tetsu akhirnya berhasil mengucapkan kata-kata itu, meski suaranya terdengar lemah karena terbebani kekonyolan di dalamnya. Bonjamin dengan cepat mengangguk, siap menerkam teori baru apa saja yang mugkin dapat menyelamatkan mereka. “Demi Tuhan, Tetsu,” teriak Hakim Kojiro seolah tidak percaya. Eijun tergelak. Rahang Wali Kota menganga karena terkejut. “Sangat bagus!” teriak Eijun. “Hebat! Luar biasa cerdas! Mendadak teori baru, yang tidak pernah dsebut sebelumnya. Teori yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kebenaran. Mari kita sambut kebohongan itu! Kami memiliki sebuah situs Web, Tetsu, dan mitraku di sini, Kazuya, akan mencatat semuanya. Seluruh kebohongan kalian berdua, dari Gubernur, persidangan, mungkin bahkan dari Hakim Hirose tercinta, jika kami dapat menemukannya. Kalian telah berbohong selama sembilan tahun dengan tujuan untuk membunuh seseorang yang tidak bersalah, dan sekarang setelah kita mengetahui hal yang sebenarnya, dan seperti situasi saat ini di mana seluruh kebohongan kalian akan terbongkar, kau justru bersikeras melakukan apa yang telah dari dulu selalu kau lakukan. Berbohong! Kau membuatku ingin muntah, Tetsu!” “Hakim, bisakah kami pergi sekarang?” tanya Tetsu. “Tunggu sebentar.” Sebuah telepon genggam berdering dan Kazuya langsung menyambarnya, “Dari lab kriminal, Eijun.” Eijun berjalan mendekat dan mengambil telepon genggam itu. Pembicaraan begitu singkat, dan tidak ada yang mengherankan. Saat selesai, Eijun mengatakan, “Identifikasi positif, itu jasad Bella Stefa.” Hening. Seluruh ruangan disapu oleh kesenyapan sementara mereka memikirkan gadis itu. Hakim Kojiro akhirnya mengatakan, “Aku prihatin dengan keluarganya, Bapak-bapak. Bagaimana jika kita harus menyampaikan berita ini pada mereka?” Yuval Bonjamin berkeringat dan terlihat seperti sedang terserang sesuatu. Dia tidak memikirkan keluarga gadis itu. Dia memiliki seorang istri, rumah yang penuh anak, banyak utang dan reputasi. Murasakibara Tetsu bahkan tidak sanggup membayangkan pembicaraan dengan Minami Stefa tentang belokan kecil ini dalam kisah mereka. Tidak, dia tidak mau melakukannya. Dia lebih suka melarikan diri seperti pengecut daripada harus menangani perempuan itu. Mengakui kalau mereka sudah menjatuhkan keputusan bersalah dan mengeksekusi orang yang salah, pada ketika itu adalah hal yang jauh di luar penalarannya. Tidak ada sukarelawan, jadi Eijun mengatakan, “Sudah jelas, Hakim, itu bukanlah tugasku. Aku punya perjalanan kecilku sendiri, ke rumah keluarga Satoru untuk menyampaikan berita ini.” “Bonjamin?” tanya Hakim. Dia menggeleng. “Tetsu?” Dia pun menggeleng. “Baiklah, aku akan menelepon ibu Bella dan menyampaikan berita ini.” “Berapa lama kau bisa menunggu, Hakim?” tanya Wali Kota. “Jika berita itu tersebar keluar malam ini, seluruh kota akan hancur lebur.” “Siapa saja yang tahu, Eijun?” tanya Hakim. “Kantorku, kita bertujuh yang ada dalam ruangan ini, para pihak berwenang di Shibuya. Kami pun mengajak satu kru televisi tadi pagi, namun mereka tidak akan menyiarkan apa pun hingga aku beri izin. Jadi, untuk saat ini masih segelintir.” “Aku akan menunggu dua jam,” kata Hakim Kojiro. “Pertemuan ini dibubarkan.”   *** Minami Satoru ada di rumah bersama Akame dan beberapa orang teman. Meja dan konter dapur penuh makanan—kaserol, berpiring ayam goreng, kue tar dan pai, cukup banyak makanan untuk mengenyangkan seratus orang. Eijun lupa makan malam, jadi dia mengudap sementara dia dan Tristin menunggu teman-teman itu pulang. Minami Satoru sungguh kehabisan tenaga. Setelah sehari penuh menyambut para tamu di rumah pemakaman, dan menangis bersama sebagian besar dari mereka, dia benar-benar kelelahan, baik fisik maupun mental. Jadi, Eijun membuat keadaan semakin buruk dengan berniat menyampaikan berita itu. Dan dia tidak punya pilihan. Dia memulai dengan perjalanannya ke Shibuya dan menyelesaikan dengan pertemuan di ruang kerja Hakim Kojiro. Dia dan Tristin menolong Akame membaringkan Minami Satoru di ranjang. Perempuan itu sadar, namun hanya nyaris sadar. Mengetahui kalau keputusan bersalah Furuya Satoru akan segera dicabut, dan sebelum pemuda itu dimakamkan, sungguh terlalu berat.   ***   Sirene tidak bersuara sampai sepuluh meter sesudah jam sebelas malam. Tiga panggilan singkat ke 911 membuat mereka meraung. Yang pertama melaporkan kebakaran di sebuah pusat perbelanjaan di utara kota. Kelihatannya seorang telah melemparkan bom Molotov melalui jendela depan sebuah toko pakaian, dan seorang pengendara yang kebetulan melintas melihat nyala apinya. Panggilan kedua, tidak bernama, melaporkan ada sebuah bus sekolah yang terbakar, yang diparkir di belakang SMP. Dan ketiga, yang paling mengerikan, adalah dari sistem penyiaga kebakaran di sebuah toko pakan ternak. Pemiliknya adalah Ryusei, suami Minami Stefa. Para polisi dan tentara, yang telah bersiaga penuh, meningkatkan patroli dan pengawasan, dan selama tiga malam berturut-turut Kanto digemparkan oleh suara raungan sirene dan asap.   ***   Lama sesudah anak-anak mereka tidur, Ivan dan Kiki duduk di ruang tamu mereka yang gelap dan menikmati anggur dari cangkir kopi. Sementara Ivan menceirtakan kisahnya, semua detail itu keluar semua, dan dia teringat pada fakta, suara, dan bau itu untuk pertama kalinya. Hal-hal kecil mengejutkan dirinya—suara Harry yang muntah di antara rerumputan di tepi jalan tol antar kota, polisi lantas yang sengaja berlama-lama saat menuliskan surat tilangnya, tumpukan kertas kerja di meja panjang ruang pertemuan Eijun, wajah penuh ketakutan dari apra stafnya, bau antiseptik sel penahanan di bilik kematian, suara deringan di telingan Ivan saat menyaksikan Furuya meninggal, tukikan pesawat saat mereka tervang di atas Kanto dan sebagainya. Kiki memberikan pertanyaan terus menerus, pertanyaan yang beragam dan mendalam. Dia sungguh penasaran dengan petualangan suaminya itu, sama seperti Ivan, dan terkadang hampir tidak bisa percaya. Ketika botol itu kosong, Ivan meregangkan tubuhnya di sofa dan tertidur pulas.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN