Dengan persetujuan Hakim Kojiro, pertemuan pers itu dilangsungkan di ruang sidang utama di Gedung Pengadilan yang tepatnya berada di Jalan Utama pusat kota Kanto. Ejun awalnya berencana mengadakan pertemuan itu di kantornya, namun saat jelas kalau sangat banyak orang yang akan hadir, dia lantas mengubah pikirannya. Dia ingin memastikan setiap reporter yang ada bisa tertampung, namun dia tidak ingin bahwa jika ada sekumpulan orang tidak dikenal yang penasaran berkeliaran di sekitar terminal busnya.
Tepat jam 09.10 pagi, Eijun melangkah ke podium di hadapan meja Hakim Kojiro dan mengamankan kerumunan orang yang hadir. Banyak kamera dan alat-alat perekam dinyalakan untuk menangkap setiap patah kata yang diucapkan. Eijun menggunakan setelan jas yang terdiri dari tiga bagian, miliknya yang paling bagus, dan meski kelelahan, dia masih penuh semangat. Dia tidak sedikit pun punya celah untuk membuang waktunya, dan langsung ke inti pertemuan. “Selamat pagi dan terima kasih karena telah hadir di sini,” katanya. “Jasad tulang belulang Bella Stefa ditemukan kemarin pagi di sebuah daerah terpencil di selatan Shibuya, tepatnya di daerah Kaijo. Saya hadir di sana bersama beberapa anggota staf saya, ditemukan oleh seorang laki-laki yang bernama Harry Kazuya. Harry membimbing kami ke tempat dia menguburkan mayat Bella Stefa hampir sembilan tahun silam, dua hari sesudah dia menculik gadis itu di Kanto. Dengan menggunakan catatan gigi lab kriminal di Shibuya berhasil membuat identifikasi positif kemarin malam. Lab kriminal itu saat ini bekerja dua puluh empat jam untuk memeriksa jasad Bella Stefa, dan pekerjaan mereka seharusnya akan rampung sekitar dua hari lagi.” Dia berhenti sebentar, meneguk sedikit air, dan mengamati kerumunan. Tidak ada suara. “Saya tidak terburu-buru, teman-teman. Saya berencana untuk membongkar semuanya secara lengkap, lalu saya akan menjawab semua pertanyaan dari kalian.” Dia mengangguk pada Kazuya, yang duduk di dekatnya sambil memangku laptopnya. Di layar besar di samping podium, muncul foto tempat pemakaman itu. Eijun mulai menggambarkan secara rinci tentang apa yang mereka temukan, dengan diperjelas oleh tampilan foto demi foto. Sesuai kesepakatan dengan pihak berwenang di Shibuya, dia tidak menampilkan jasad Bella Stefa. Tempat pemakaman itu diperlakukan sebagai tempat kejadian perkara. Dia tidak menampilkan foto surat izin mengemudi dan kartu kredit Bella Stefa, pun sabuk yang dikenakan Harry untuk mencekiknya. Dia berkisah tentang Harry dan memberikan penjelasan ringkas tentang status kehilangannya. Belum ada surat perintah yang dikeluarkan untuk menangkap Harry, jadi dia masih bebas berkeliaran.
Terlihat jelas kalau Eijun sangat menikmati momen itu. Semua gerak-geriknya disiarkan secara langsung. Para penontonnya terpukai, terperangah, dan lapar untuk setiap detail informasi. Dia tidak bisa disela atau ditantang dalam tahap mana saja. Itu pertemuan persnya, dan dia akhirnya mendapatkan kesempatan bicara. Benar-benar momen impian seorang pengacara.
***
Ada beberapa ketika pagi itu saat Eijun tercekat dengan sebuah topik, dimulai dengan penuturannya yang sangat mengharukan tentang Furuya Satoru. Meski demikian, para penontonnya menolak untuk bosan. Dia alasannya sampai pada kejahatan itu, dan ini menimbulkan Bella Stefa, seorang gadis murid SMA yang sangat cantik.
Minami Stefa tengah menonton. Telepon yang berdering membangunkannya. Mereka sudah melek, sembari suntuk untuk mengurusi kebakaran di toko pakan ternak Ryusei, kebakaran yang dengan cepat diatasi dan semuanya bisa memunculkan kerusakan yang jauh lebih penting. Itu sudah pasti kebakaran yang disengaja, tindakan minimal yang jelas dilakukan oleh para begundal kulit hitam yang membalas dendam terhadap keluarga Bella Stefa. Ryuse masih ada di tokonya.
Dia menangis saat melihat wajah anak perempuannya, ditampilkan oleh manusia yang sangat dibencinya. Dia menangis, marah, dan pilu. Minami Stefa terasa bingung, dan sungguh tak habis pikir. Telepon semalam dari Hakim Kojiro sudah melambungkan tekanan darah dan mengirimnya ke Unit Gawat Darurat. Ditambah kebakaran itu, Minami Stefa boleh dibilang kacau balau.
Dia telah mengajukan banyak pertanyaan pada Hakim Kojiro—makam Bella Stefa? Jasad tulang belulang Bella Stefa? Pakaian dan surat izin mengemudinya, sabuk dan kartu kreditnya, dan jauh-jauh di Shibuya? Bella Stefa tidak dibuang di Sungai Merah di dekat Hateruma? Dan yang terburuk—Furuya bukan pembunuhnya?
“Itu benar, Ryusei,” kata hakim itu dengan sabar. “Semua itu benar. Maaflan saya. Saya mengerti berita ini benar-benar mengejutkan.”
Mengejutkan? Minami Stefa tidak sanggup mempercayai itu semuanya, dan selama berjam-jam menolak untuk mempercayainya. Dia hanya bisa tidur sebentar, tidak makan apa-apa dan masih mencari jawaban saat dia menyalakan telvisi dan melihat Eijun, si burung merak, yang tampil secara langsung di CNN, membicarakan anak perempuannya.
Ada para reporter di luar, di jalanan mobil, namun rumah mereka telah dikunci, setiap tirainya ditutup, kerai diturunkan, dan salah seorang sepupu Ryusei berjaga di beranda depan dengan senapan laras pendek. Minami Stefa jenuh sekali dengan media. Dia tidak punya komentar. Sean Najwa menginap di sebuah motel di selatan kota, kesal karena Minami Stefa tidak mau mengobrol dengannya di hadapan kamera. Laki-laki itu telah membuat dirinya terlihay konyol. Dia mengingatkan Minami Stefa pada kesepakatan mereka, kontrak yang sudah ditandatangani dan Minami Stefa menyahut, “Tuntut saja aku, Najwa.”
Minami Stefa yang menyaksikan Robert Eijun, untuk pertama kali mengizinkan dirinya memikirkan hal yang tidak terbayangkan itu. Apakah Furuya tidak bersalah? Apakah dirinya sudah membenci orang yang salah selama sembilan tahun? Apakah dia telah menyaksikan orang yang salah dihukum mati?
Dan bagaimana dengan penguburan Bella Stefa? Saat ini, sesudah anak perempuannya ditemukan, Bella Stefa harus dikuburkan dengan layak. Namun gereja mereka sudah lenyap. Di mana mereka akan mengadakan upacara penguburan Bella Stefa? Minami Stefa menyeka wajahnya dengan lap basah dan menggumam sendiri.
***
Pada akhirnya, Eijun hingga ke topik tentang pengakuan itu. Di sini dia memanas dan hatinya dipenuhi amarah tertahan. Sangat efektif. Ruang sidang itu sunyi senyap. Kazuya memproyeksikan foto Detektif Yuval Bonjamin dan Eijun mengumumkannya dengan gaya dramatis. “Dan ini adalah arsitek utama dari pernyataan bersalah yang keliru itu.”
Yuval Bonjamin tengah menonton di kantornya. Dia menghabiskan malam yang sangat meresahkan di rumah kemarin. Sesudah meninggalkan ruangan Hakim Kojiro, dia pergi berkendara begitu lama dan berusaha membayangkan sebuah akhir yang lebih membahagiakan bagi mimpi buruk itu. Tidak ada yang muncul. Sekitar tengah malam, dia duduk bersama istrinya di depan meja dapur dan mencurahkan seluruh perasaan: kuburan itu, tulang belulang, kartu identifikasi, gagasan tak terbayangkan kalau “sudah pasti” mereka menangkap orang yang salah; Eijun dan setiap gugatan hukumnya, juga ancamannya tentang penggugatan dengan gaya main hakim sendiri yang akan membayangi Bonjamin sampai keliang lahat dan kemungkinan besar pemecatan dirinya, biaya hukum, serta penilaian orang. Bonjamin menumpahkan segunung kesedihan kepada istrinya yang malang, namun tidak seratus persen mengatakan hal yang sebenarnya. Detektif Bonjamin tidak pernah mengakui, dan tidak akan pernah mengakui, kalau dia telah memaksa Furuya mengaku.
Sebagai kepala detektif dengan enam belas tahun pengalaman, dia menghasilkan nafkah 6 juta yen sdalam setahun. Dia mempunyai tiga gadis remaja dan seorang anak berumur sembilan tahun, satu kredit pemilikan rumah, dua kredit pemilikan mobil, dan rekening tabungan sejumlah 87 ribu yen. Jika dipecat, atau pensiun, dia mungkin berhak mendapatkan sejumlah kecil uang pensiun, namun dia tidak akan sanggup bertahan secara finansial. Dan hari-harinya sebagai polisi tamat.
“Yuval Bonjamin ialah polisi b***t dan dikenal senang memaksakan segala pengakuan palsu,” kata Eiijun dengan keras, dan Bonjamin hanya mengernyit. Dia ada di meja tulisnya, di ruangan kantor kecil dan terkunci, seorang diri. Dia sudah memerintahkan istrinya untuk mematikan semua televisi di rumah, seolah entah bagaimana mereka bisa menyembunyikan cerita itu dari anak-anak. Dia mengumpati Eijun, lalu memperhatikan dengan ngeri saat pengacara licin itu menjelaskan pada dunia bagaimana persisnya dia, Bonjamin, mendapatkan pengakuan Furuya.
Hidup Bonjamin sudah tamat. Dia mungkin lebih baik mengakhirinya sendiri.