Pada pukul 16.20, Mahkamah Banding Sirkuit Kelima menolak mengabulkan permohonan sakit jiwa Furuya. Biro Hukum Eijun lekas mengajukan ke Mahkamah Agung Pusat, sebuah petisi untuk surat perintah certiorari, atau lebih dikenal dengan cert; permohonan agar Mahkamah Agung meninjau banding itu dan mempertimbangkan alasan-alasan petisi. Jika cert itu diterima, maka eksekusi Furuya akan dihentikan, dan waktu akan berlalu sementara debu mengendap dan berkas-berkas selanjutnya menyusul diajukan. Namun apabila cert itu ditolak, maka permohonan itu akan mati, begitu juga pada pemohonnya, kemungkinan besar. Tidak ada tempat lain untuk mengajukan banding.
Di Gedung Mahkamah Agung di Tokyo, “pegawai kepaniteraan kematian” menerima cert itu secara elektronis dan meneruskannya ke setiap kantor kesembilan hakim.
Sama sekali tidak ada kabar tentang petisi Harry ditunda di Mahkamah Banding Kriminalitas Kanto.
Saat pesawat King Air itu mendarat di Nagano, Eijun menelepon kantornya dan diberitahu tentang penolakan oleh Sirkuit Kelima. Hiro Akada masih harus menemukan jalannya menuju kantor Hukum Agnes di Toei. Gubernur telah menolak memberikan penangguhan dengan gaya spektakuler. Tidak ada kebakaran baru di Kanto, namun Pasukan Nasional tengah dalam perjalanan. Sebuah telepon yang suram, namun Eijun memang telah memperkirakannya.
Dia, Misaki, Martha Tristin, dan Ivan melompak ke dalam minivan yang dikemudikan seorang penyelidik yang pernah dipakai Eijun sebelumnya, dan mereka pun melesat pergi. Penjara itu lima belas menit jarak tempuhnya. Ivan menelepon Kiki dan berupaya menjelaskan apa yang sedang terjadi dalam hidupnya, namun penjelasan itu kian menjadi rumit, dan ada orang lain yang ikut mendengarkan. Kiki sungguh-sungguh bingung bukan kepalang dan yakin kalau Ivan tengah melakukan sesuatu yang bodoh. Ivan berjanji untuk menelepon kembali beberapa saat lagi. Misaki menelepon ke kantor dan berbicara pada Kento Himura. Harry telah bangun dan bergerak, namun masih tertatih-tatih. Dia mengeluh sebab dia belum berbicara pada satu reporter pun. Dia tadinya berharap bisa menceritakan kisahnya pada semua orang, dan kelihatannya tidak satu orang pun yang mau mendengarkan dirinya, Eijun dengan panik berupaya menghubungi Hiro Akada, namun sia-sia. Martha Tristin seperti biasa membawa buku catatannya.
***
Pada pukul setengah lima, Hakim Kepala Seiji Yamashita mengadakan rapat dengan Mahkamah Banding Kriminalitas Kanto, secara teleconference, untuk mempertimbangkan petisi Harry dalam kasus Furuya Satoru. Mahkamah tidak terkesan dengan Harry. Secara umum perasaan yang ada ialah kalau Harry hanya pencari publisitas dengan kredibilitas yang sangat diragukan. Sesudah berdiskusi singkat, dia mengumpulkan suara. Keputusan itu bulat; tidak satu hakim pun memilih untuk memberikan pengampunan kepada Furuya Satoru. Pegawai Kepaniteraan pengadilan mengirimkan surel keputusan itu ke kantor jaksa penuntut umum, para pengacara yang memperjuangkan banding Furuya; kepada Chiba Fukushi, pengacar Gubernur; dan kantor-kantor Biro Hukum Robert Eijun.
Van itu hampir sampai di penjara saat Eijun menerima telepon dari Kazuya. Meski dia telah mengingatkan dirinya sendiri sepanjang sore kalau pengampunan itu hampir mustahil, dia tetap merasa terpukul. “Dasar j*****m!” bentaknya. “Tidak mempercayai Harry. Ditolak, ditolak, ditolak, kesembilannya. Dasar para manusia j*****m!”
“Apa yang terjadi sesudah ini?” tanya Ivan.
“Kita maju ke Mahkamah Agung Pusat. Agar mereka melihat Harry. Berdoa bagi sebuah mukjizat. Kita telah kehabisan pilihan.”
“Apa mereka menyebutkan sebuah alasan?” tanya Martha Tristin.
“Tidak. Mereka tidak perlu. Masalahnya, kita begitu ingin mempercayai Harry, sedang mereka, kesembilan hakim itu, tidak memiliki minat sedikit pun untuk mempercayainya. Mempercayai Harry akan merusak tatanan sistem. Permisi sebentar. Aku harus menghubungi Agnes. Hiro kemungkinan ada di klub telanjang, asyik memangku dan mencumbu seorang penari.”
***
Tidak ada penari telanjang, tidak ada pemberhentian atau pembelokan, hanya dua kali salah jalan. Hiro, memasuki kantor hukum Agnes pada pukul 16.30 dan pengacara itu telah menunggunya di pintu. Agnes adalah seorang pengacara perceraian yang tangguh, dan jika tengah bosan, terkadang secara sukarela menangani kasus pembunuhan berat sebagai pihak pembela. Dia mengenal Eijun dengan baik, meski sudah satu tahun lebih mereka tidak saling berkomunikasi.
Dia memegang lembaran afidavit itu dan sesudah sepotong, “Senang bertemu denganmu” yang tegang, membimbing Hiro menuju sebuah ruang pertemuan kecil. Dia mau bertanya pada Hiro dari mana saja dia, kenapa dia begitu lama sekali, apa dia mabuk, apakah dia sadar kalau mereka telah kehabisan waktu, dan kenapa dia berbohong sembilan tahun silam dan menyembunyikan fakta itu hingga saat ini. Dia sebetulnya mau menguliti Hiro selama satu jam, namun sayangnya tidak ada waktu; ditambah Hiro tidak bisa diramalkan dan suasana hatinya relatif berubah-ubah, menurut keterangan Eijun.
“Kau bisa membaca ini, atau aku akan memberitahumu apa isinya,” katanya sambil melambaikan afidavit itu.
Hiro Akada duduk di kursi, membenamkan wajahnya di tangan, dan menjawab, “Katakan saja padaku.”
“Afidavit ini menyebutkan namamu, alamatmu, dan beberapa informasi lain. Di sini ditulis kalau kau memberi kesaksian pada persidangan Furuya Satoru pada suatu tanggal di bulan Oktober 2003; kalau kau memberi kesaksian penting bagi pihak penuntut, dan dalam kesaksianmu itu kau memberitahu kepada dwan juri kalau pada malam gadis itu menghilang, sekitar pada waktu yang bersamaan, kau melihat sebuah van Ford hijau berputar secara mencurigakan melintasi halaman parkir tempat mobil gadis itu sedang diparkir, dan kalau pengemudi van itu sangat mirip dengan van yang dimiliki Furuya Satoru. Masih ada lebih banyak detail, namun kita tidak punya waktu untuk mengatakan semua detail itu. Kau mengerti perkataanku, Hiro?”
“Ya.” Mata Hiro masih terpejam, dan dia kelihatannya menangis.
“Kau saat ini mencabut kesaksian itu dan bersumpah kalau kesaksian itu tidak benar. Kau mengatakan kalau kau berbohong di persidangan. Kau paham, Hiro?”
Dia mengangguk pertanda setuju.
“Lalu di sini pun ditulis kalau kau menelepon tanpa nama pada Detektif Bonjamin, dan memberitahu dia kalau Furuya Satoru adalah pembunuh Bella Stefa. Satu kali lagi, banyak sekali detail, namun aku tidak akan membacakannya, Menurutku, kau paham semua ini, Hiro, bukankah begitu?”
Hiro Akada melepaskan tangannya dari wajah, mengusap air mata dan mengatakan, “Aku telah hidup bersama ini begitu lama.”
“Kalau begitu perbaikilah, Hiro.” Agnes menjeplakkan afidavit itu di meja dan mengulurkan pena kepadanya. “Halaman lima, kanan bawah. Cepat.”
Hiro menandatangani afidavit itu dan sesudah dinotarill, afidavit itu dipindai dan disurel ke kantor Kelompok Pembela di Nagasaki. Agnes menunggu konfirmasi, tapi surelnya malah mental. Dia menghubungi seorang pengacara di Kelompok Pembela—surelnya masih belum diterima. Ada masalah dengan koneksi internet. Agnes mencoba mengirimnya satu kali lagi, dan satu kali lagi surel itu tidak diterima. Dia meneriaki seorang karyawan yang mulai mengefaks kelima halaman itu.
Hiro Akada, yang mendadak terabaikan, lalu meninggalkan kantor tanpa diketahui. Padahal dia berharap paling tidak seseorang akan mengucapkan terima kasih padanya.