18. Penyelidikan

1194 Kata
Mengakui semua yang selama ini Iki perbuat di belakang teman-temannya bukanlah bagian dari rencana Iki. Adakah cara untuk Iki bisa berdalih dan keluar dari situasinya saat ini. Iki masih belum bisa bicara terus terang tentang tujuan dan rencananya. Tidak bisa sebelum Iki dengan pasti mengetahui siapa kawan-siapa lawan di pihaknya. “Sudah lama aku mendengar praktek kecurangan saat ujian di sekolah kita. Karenanya aku sudah membuat rencana jauh sebelum ini dan mempersiapkan jalan keluar. Ah, maksudku argumen kuat dan alibi agar aku tidak terseret atau menjadi kambing hitam.” “Membuat rencana jauh sebelum ini? Sejak kapan?” Mahdi yang hampir selalu bersama Iki sama sekali tidak menyadari. “Apa termasuk dengan sengaja membuat nilai-nilaimu jatuh selama ini? Untuk membuat alibimu sendiri?” Wildan berpikir Iki sudah gila, bermain-main dengan nilai sekolah. “Ya, mungkin kau berpikir aku sudah gila.” Aku Iki. “Tapi kelompok mereka bukan lawan yang mudah. Mereka itu profesional, terorganisir, karena hal ini sudah terjadi sejak lama tapi tidak pernah menjadi pembahasan. Dan―” Iki berhenti, hampir dirinya menghubungkan situasi yang terjadi sekarang dengan kejadian di masa lalu. Iki belum seratus persen yakin dugaannya benar bahwa kepergian Alpha ada kaitannya dengan kasus ini. Itu mengapa Iki masih belum bisa jujur. “Jangan katakan, itu juga alasan mengapa kamu mulai masuk club motor Cakra? Apa begitu Iki?” Riga merasa telah menyatukan satu bagian puzzle pada tempat yang tepat. Dean memang bukan bagian dari club motor Cakra, tapi lingkup pertemanan Cakra yang merata di seluruh angkatan memiliki pengaruh besar. “Setidaknya dengan kejadian kali ini pihak sekolah akan mulai mengusut dari Dean.” Meski sebenarnya target Iki bukan Dean dan teman-temannya tapi orang yang berada di belakang Dean. Iki bertaruh dengan resiko besar, bila pihak sekolah gagal menarik keluar orang yang berada di balik layar maka usha Iki berakhir sia-sia dan pemain yang berada dalam bayangan akan segera memutuskan ekornya demi menyelamatkan diri. "Sudah kukatakan pada kalian apa yang kuketahui, sekarang biarkan aku pergi.” Pinta Iki. Wildan tidak akan terkoceh dengan muslihat Iki. “Masih belum. Kau belum menceritakan keseluruhannya Iki, kenapa kamu mencoba menyembunyikan penyelidikanmu tentang Alpha? Alasan kamu memulai semua ini karena apa yang terjadi pada Alpha!?” Iki seperti bom waktu yang siap meledak kapan pun dan Wildan memilih meledakkan bom itu dengan memutus kabelnya. “Alpha? Apa maksudmu Wil?” Tanya Mahdi. Bukan hanya empat sekawan yang tidak bisa melupakan Alpha, Mahdi pun merasakan hal yang sama walau dari sudut pandang yang berbeda. Sosok Alpha bagi Mahdi adalah seseorang yang akan selalu bersanding di sebelah Carol. Di mana Carol berada seharusnya Alpha selalu ada bersama, di sisinya. Tidak ada seorang pun yang akan bisa menggantikan posisi itu. Tapi kemudian ia pergi meninggalkan Carol tanpa berkata apa-apa. *** Tidak banyak orang mengetahui kepergian Alpha, karena ia tidak pernah mengatakannya bahkan pada empat sekawan sekalipun. Di hari ia pergi orang pertama yang Alpha temui adalah Iki, sahabat yang sudah bagaikan separuh bagian dirinya. Rival abadi dalam peringkat di sekolah juga cinta... Di saat itu Alpha senang menggoda Iki dengan sebutan ‘rival percintaan’. Salah satu penyesalahan terbesar Iki yaitu, ia sama sekali tidak menyadari tindakan ganjil yang samar dalam keseharian Alpha adalah salam perpisahan darinya. Hari itu Iki sedang berada di club seorang diri, lalu Alpha datang mencarinya. Iki tidak pernah melupakan senyuman Alpha hari itu, karena jika diamati dengan baik walau wajah Alpha tersenyum tapi tatapan matanya terlihat sedih seperti ingin menangis. Wajah tersenyum dengan sorot mata kesepian. Ya, Alpha sering menunjukkan ekspresi demikian. “Iki, boleh aku ambil foto bersama kita saat karyawisata terakhir kali?” Tanya Alpha pada Iki yang sibuk dengan buku bacaannya. “Foto kita saat karyawisata?” Iki berhenti membaca, menatap Alpha. “Iya ini...” Alpha sudah memegang satu lembar foto di tangan, ia coba tunjukkan pada Iki dari kejauhan. Iki bangkit dari posisi duduknya mendatangi Alpha. “Ah! Carol baru saja selesai mencetaknya. Aku juga belom lihat hasilnya, mana-mana?” Iki antusias bergabung dengan Alpha melihat hasil foto yang Carol tinggalkan di atas meja. Senyuman misterius Alpha kembali terlihat. “Waktu yang membuatku paling merasa bahagia adalah di saat berada bersama kalian. Aku selalu ingin mengucapkan terima kasih padamu Ki, yang sudah mengajaku bergabung di club.” “Ya ampun Al! Itu ‘kan pembahasan entah kapan. Aku juga sama denganmu, sejak ada kau aku merasakan kesenangan berlipat lebih dari sebelumnya. Aku menikmati semua waktu yang kita habiskan bersama.” Iki terbawa suasana mengenang saat-saat bahagia mereka di foto itu. Alpha terkekeh melihat Iki yang tertawa ceria seperti bocah polos. “Sungguh? Tidak biasanya kau bicara jujur Ki.” Goda Alpha. “Kau yang mulai!” Iki mendorong Alpha menjauh merasa jengkel. “Iki!” Panggil Alpha, seraya memeluk. “Hei!” Iki kaget Alpha tiba-tiba memberinya pelukan erat. “Ada apa ini?! Kamu kenapa Al?” Canggung memang tapi Iki tidak sampai hati menolak pelukan itu karena Alpha terasa sedikit berbeda. Iki sudah merasa ada yang tidak beres dengan Alpha. Dari terakhir kali Alpha dengan memaksa ingin Iki datang bertemu dengannya di larut malam. Malam itu Iki menemui Alpha, ekspresi wajahnya terlihat penat dan lelah. Mereka memang bicara tapi Alpha tidak mengatakan permasalahan apa yang mengganggu hati dan pikirannya pada Iki. Dan malam itu Iki sedikit kesal karena pola yang sama terus berulang, Alpa meminta Iki untuk datang bertemu tapi tidak menceritakan apa pun. “Kali ini apa Al? Kenapa kamu tidak jujur saja ceritakan padaku?!” Alpha tetap diam. “Kau tahu, sejak kamu masuk ke asrama makin hari sikapmu semakin aneh. Kamu jadi tertutup padaku, hanya diam saat teman-teman bertanya, juga sering mengalihkan pembicaraan pada hal lain.” Sudah sering kali Iki mengatakan hal yang sama. “Itu bukan kesalahan kalian...” Ucap Alpha dengan suara lirih. “Iki, jika aku tidak ada nanti jangan terlalu menyalahkan dirimu. Salahkan aku karena aku kalah.” Iki semakin jengkel bila Alpha mulai menunjukkan sisi pesimis seperti ini. “Apa maksudmu dengan tidak ada? Jangan mudah asal bicara begitu! Kau punya niat meninggalkanku, hah?” Alpha terkekeh, membuat Iki yang bersamanya mulai merasa cemas. “Iki... Semua orang pasti akan pergi suatu hari nanti...” “Lagi-lagi kau bicara sesuatu yang sulit aku mengerti. Sampai kapan kamu akan menyimpannya sendiri? Selagi aku bersikap baik, cepat katakan saja semua!” Iki tidak ingin bermain permainan kata lagi, pikirannya jadi terbayang hal yang buruk. “No-no! Seperti time capsul yang kita kubur Iki, aku sembunyikan semua darimu agar bisa kau gali nanti.” Alpha tersenyum menatap wajah Iki lekat-lekat, satu kesenangannya adalah saat membuat Iki jengkel padanya. “Jika aku tidak bisa, aku harap kamu orangnya yang bisa meneruskan jalanku. Kalau kau pasti bisa melakukannya lebih baik dari diriku. Karena kau adalah Ikizhi, rival peringkat dan percintaanku.” Alpha merangkul Iki erat. “Lupakan! Kamu mabuk ya?” Iki tidak tahan dengan suasana melo-drama seperti ini. “Haha.. Kamu harus mengingat dengan baik perkataanku ini.” Alpha berdiri. “Aku Alpha percaya padamu Iki!!” Teriaknya pada kesunyian malam. Alpha kembali menatap Iki. “Jaga Jasmine juga untukku...” Iki tertawa melihat tingkah konyol satu sahabatnya itu. “Kau saja yang menjaganya sendiri, kau lakukan sendiri dan bahagiakan dia!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN