15. Ujian

1141 Kata
Pekan ujian tiba. Waktu kepindahan Elin memang belum lama terjadi, lebih buruknya lagi ia pindah mendekati penghujung semester. Tidak banyak waktu yang Elin punya untuk mengejar ketinggalan materi pelajaran dari sekolah lama. Semua sudah terlanjur jadi begini, ia tidak bisa selalu menyalahkan keadaan. Elin juga tidak berharap muluk-muluk, ia ingin mendapat nilai sedikit lebih baik dari batas kelulusan. “Good luck El!” Dukung Resca pada Elin yang terlihat gugup di kursinya. “Kamu juga ya Res!” Elin coba menenangkan diri dengan latihan pernapasan. Mengumpulkan udara di rongga d**a dan paru-paru lalu hembuskan secara perlahan, metode ini membantu meningkatkan fokus, mengurangi gugup dan mendapat lebih banyak oksigen ke otak. Bel tanda ujian dimulai berbunyi sangat nyaring hari ini di telinga Elin, bisa jadi itu hanya perasaannya saja. Jadwal ujian hari ini diisi tiga mata pelajaran yang masing-masing berdurasi 90 menit. Selama ujian berlangsung siswa tidak diperkenankan meninggalkan tempat duduknya, bila itu terjadi maka dianggap telah menyelesaikan ujian. Saat waktu berjalan masih setengah dari yang diberikan Carol sudah berdiri dari tempat duduknya meninggalkan ruang kelas. “Apa?! Kenapa Carol pergi?” Tanya hati Elin. Hanya Elin yang terlihat terkejut, sementara yang lain tetap bersikap biasa. Apa mungkin karena mereka sudah hafal melihat hal seperti ini. “Waktu baru berjalan separuhnya dan Carol sudah selesai mengerjakan semua soal!?” Jerit batin Elin merasa sangat iri dan terintimidasi. Belum selesai sampai di sana, Elin dibuat lebih terkejut lagi dengan orang berikutnya yang meninggalkan kursi berjalan keluar. “Iki juga?!! Tidak-tidak... Itu tidak mungkin.” Mengapa juga bila Iki orangnya Elin menyangkal mati-matian. Iki sekali pun ia tidak tertib pada peraturan, dirinya yang dahulu merupakan siswa top yang selalu masuk dalam jajaran nilai tertinggi di sekolah. Meski perilaku Iki yang sekarang seperti anak remaja yang sedang mengalami masa rebelous. Pihak sekolah masih menaruh harapan besar Iki bisa kembali menjadi siswa panutan terbaik yang pernah sekolah miliki bersama teman-temannya yang lain. Begitu juga harapan yang tidak pernah pupus Wildan pegang terhadap Iki. Kembali pada Elin yang mulai dilanda kepanikan karena berkejaran dengan waktu. Bila nervous Elin cenderung panik dan tangannya mudah berkeringat. Itu mengapa di hari penting Elin lebih mudah berbuat kesalahan atau lalai. Saat waktu ujian habis dan lembar kertas jawaban dikumpulkan. Elin hampir melewatkan kertas ujiannya dikumpulkan tanpa nama, kalau bukan Mahdi yang menyadari kesalahan itu. “Seharusnya kau lebih teliti dan periksa sekali lagi dengan benar.” Mahdi tidak percaya masih ada seseorang yang melewatkan hal paling mendasar seperti ini. “Terima kasih aku sangat tertolong.” Tidak disangka Mahdi peduli padanya sampai-sampai Elin merasa terharu. Cara bicaranya memang tidak ramah tapi Mahdi sebenarnya tipe yang perhatian dan hangat. Karena bisa saja Mahdi menutup mata dan bersikap acuh, seperti kesan pertama Elin pada penghuni sekolah elite ini. Ah, Elin jadi teringat Bibi petugas kantin. Perkataannya mungkin benar, semua siswa di SOPA pada dasarnya sama hanya mereka belum saling mengenal maka yang terlihat terkesan dingin dari luar pada kejauhan. *** Jika waktu dapat diputar ulang, apa Elin akan memilih untuk tetap diam menutup mata. Melakukan kebalikan dari yang ia kerjakan saat ini. Tetap berada di dalam kelas yang hening menyelesaikan lembar ujiannya dengan tenang, ketimbang tertahan berada di ruang pengawas ujian berstatus sebagai saksi. Elin tahu yang dia lakukan adalah hal yang benar tapi saat tersadar kemudian dia langsung menyesalinya. Sepuluh menit yang lalu... Keheningan di dalam ruang ujian seperti ini sudah berlangsung selama empat hari terakhir. Dikatakan bosan dan ingin segera berakhir adalah ungkapan yang tepat untuk isi hati Elin saat ini. Seharusnya Elin tidak meminta banyak, cukup jalani seperti biasa karena rasanya kali ini Elin seperti mendapat teguran dari sikapnya yang tidak bisa bersabar sedikit saja. Ya, saat Elin curiga terjadi kecurangan di ruang ujiannya, seharusnya ia memilih untuk tetap diam menutup mata. Beberapa anak memang menunjukkan gelagat mencurigakan, Elin merasa risih karena kode-kode interaksi rahasia mereka terjadi paling dekat di sekitarnya tepat di belakang. Elin mengangkat tangan meminta perhatian pada pengawas, dari sini semua terjadi begitu cepat. Pengawas menatap Elin. “Ya Evelin?” Kedua orang yang duduk dibelakang Elin terperanjat, menyembunyikan diri dari apa pun yang tengah mereka lakukan. Tentu mata pengawas menangkap gerakan gugup mereka. “Kalian yang di belakang! Angkat tangan kalian dan berdiri di belakang.” Tertangkap basah sedang melakukan kecurangan di tengah ujian berlangsung. Iki dan seorang anak bernama Dean dicurigai melakukan kecurangan. Buktinya jelas berada di tangan Iki, jawaban soal yang didapatnya dari Dean. Niat Elin ketika mengangkat tangan memang hendak mengadukan kecurangan ujian, ia tidak menyangkal hal itu. Tapi ketika pengawas memanggil namanya, Elin hanya terdiam lidahnya terasa keluh. Di tambah lagi sekarang ia ikut merasa gugup karena situasinya berubah jadi sangat serius dalam tekanan bercampur ketegangan. Dua guru pengawas berbisik mendiskusikan situasi untuk mengambil keputusan. Pengawas meminta kedua tersangka meninggalkan ruangan. “Evelin, kamu juga harus ikut bersama saya.” Pinta pengawas. Elin sangat terkejut sekaligus merasa cemas bercampur takut. “S-saya Pak? Kenapa?” Bibirnya dan tenggorokannya kering karena gugup dan panik, wajahnya seketika berubah pucat. “Nanti saya jelaskan, sekarang ikut saya dulu. Biarkan yang lain melanjutkan ujiannya.” Pengawas membawa Elin bersamanya. “T-tapi...” Elin tidak bisa menolak atau pun punya pilihan selain ikut dengan pengawas. “Tapi aku sendiri juga harus menyelesaikan ujianku...”Keluh Elin dalam hati. Lalu di sinilah ia sekarang sebagai saksi, berada di ruang pengawas bersama kedua orang tersangka Iki dan Dean. Tentang nasib dari kelanjutan sisa ujiannya, entah siapa yang tahu. “Kalian kami bawa ke sini sekarang untuk dimintai keterangan, sebaiknya kalian jawab dengan sejujurnya tanpa menutupi atau menyembunyikan apa pun. Kalian mengerti?” Satu persatu mereka diminta masuk ke dalam ruangan tertutup yang lebih privasi. Dean sebagai orang yang masuk pertama. Elin dan Iki menunggu giliran mereka. Iki menatap Elin garang, dari sorot mata Iki terlihat sangat marah pada Elin. Ya itu sudah sangat jelas jika Iki marah pikir Elin. Dia memang berniat mengadukan kecurangan atau karena Elin Iki jadi tertangkap basah. Alasan mana pun sama saja, intinya Iki tidak bisa lolos dan harus menjalani proses interogasi. “Kau! Bukankah sudah kukatakan untuk sadar tempatmu sendiri.” Iki bicara pada Elin. Dengan sangat Elin berharap Iki mengacuhkan keberadaannya, tidak mengajak bicara. Elin saat ini setengah mati menyesali perbuatannya dan benar-benar cemas dengan nasip dari sisa ujiannya. “Kau sudah mengacaukan semuanya. Bagaimana kau akan bertanggung jawab untuk semua ini?!” Tuntut Iki membuat Elin hilang kesabaran, tak habis pikir mengapa Elin yang harus mempertanggungjawabkan perbuatan curang Iki. “Yang harus bertanggung jawab di sini adalah kau sendiri karena perbuatanmu!” Elin berdiri, lagi-lagi tindakannya mengundang orang untuk memperhatikan. “Kalian pikir untuk apa kalian di sini! Masih punya cukup energi untuk adu mulut?!” Gertak pengawas, padahal hanya sebentar mereka ditinggalkan berdua. Dari luar ruang pengawas bisa terdengar suara bel tanda ujian berakhir. Disambung helaan nafas panjang Elin yang pasrah harus merelakan harapan lulus ujian dan bersiap untuk mengulang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN