12. Isu Pembubaran

1300 Kata
Mahdi membawa Riga cukup jauh meninggalkan ruang club. Mahdi sendiri bingung harus menjelaskan situasi club pada Riga dimulai dari mana. Karena Riga tidak berada di sekolah sampai belum lama ini, ia tidak mengetahui apa saja yang telah terjadi di sekolah selama setahun ini, pada club juga teman-temannya. “Sekarang katakan, apa pembubaran itu benar?” Riga tidak mengerti mengapa Mahdi membawanya pergi sejauh ini hanya untuk bicara, tapi karena apa yang ingin Riga ketahui kebenaran itu ada pada Mahdi ia bersabar mengikutinya. “Kamu tidak mendengarnya dari Wildan atau Iki?” Mahdi malah mengajukan pertanyaan. “Kenapa dengan mereka?” Tanya Riga yang semakin binggung. “Iki yang meminta Wildan membubarkan club dan Wildan mengurus permintaan itu ke pihak sekolah.” Tutur Mahdi mengatakan yang sebenarnya. “Apa? Tapi kenapa?” Teman-teman Riga sendiri yang begitu ia percayai melakukan ini pada club yang telah mereka jaga dan dirikan bersama. “Entah,” Mahdi memang tidak tahu alasan dibalik pembubaran club. “Yang pasti ide itu bukan dariku. Kau jelas sudah salah paham, aku selama kau pergi bergabung menjadi anggota agar club tetap bertahan dan tidak dibubarkan. Hanya itu tujuanku...” “Lalu Carol? Bagaimana dengannya?” Tanya Riga. Bila menyangkut Carol, Mahdi jadi berat untuk bercerita. Carol yang sebisa mungkin selalu Mahdi jaga dan perhatikan dari kejauhan. Bagaimana gadis itu melalui hari-hari sepi, mengatasi rasa kehilangan setelah kepergian Alpha seorang diri. Mahdi tidak memiliki cukup keberanian untuk mendekat karena ia tidak bisa melihat sisi Carol yang lemah tak berdaya. “Termasuk Carol, setelah kau pergi semua anggota club berhenti datang. Lalu club vakum dari segala aktivitas.” Mahdi dengan sengaja mendaftarkan diri dalam club yang telah ditinggalkan para pendirinya itu. “Jadi saat ini hanya aku yang tersisa? Tidak, maksudku hanya kau dan aku?” Riga terlalu sedih menghadapi kenyataan di depan matanya. Bagaimana bisa club berakhir seperti ini begitu ia kembali, sama sekali tidak terbayang olehnya. “Satu orang lagi dengan Elin, cewek yang kau lihat tadi di ruang club.” Jelas Mahdi. “Oh! Elin bergabung dengan club penelitian? Benarkah itu?” Seolah mendengar kabar baik di kala duka, Riga melihat seutas harapan. Benar, jika club vakum Riga bisa menghidupkannya kembali seperti sedia kala. Cukup itu yang ia katakan pada pihak sekolah, membatalkan pembubaran club. Mahdi heran kenapa Riga terlihat sangat senang. “Riga, aku minta kamu jangan katakan atau tanyakan apa pun pada Carol―” “Aku tahu! Aku bisa mengerti apa yang kamu khawatirkan. Wildan juga memintaku hal yang sama.” Saat bertemu dengan Wildan di rumahnya terakhir kali, Riga memang sudah bisa membaca duduk permasalahan ini. “Tapi aku tidak bisa mengerti apa yang Wildan pikirkan, terutama dengan Iki.” Jika mengingat dua temannya itu berubah jadi menutup diri dan menjaga jarak, Riga bingung harus berbuat apa. “Di, kamu selalu bersamanya ‘kan? Sebenarnya apa yang Iki sedang lakukan akhir-akhir ini?” Sampai Riga ingin bertemu saja sangat sulit, Iki selalu berada di luar jangkauan. Entah di mana akhir-akhir ini Iki menghabiskan waktunya. “Yaa memang benar aku sering bersama Iki. Tapi jika kau ingin mengetahui lebih banyak, orang yang selalu bersama Iki di luar sekolah adalah Cakra.” Karena Mahdi tidak bisa selalu bersama Iki bila di sekolah karena tugas dan jabatannya. “Cakra? Sejak kapan Iki menjadi dekat dengan Cakra?!” Sekarang Riga bisa meraba, karena itukah perubahan perilaku Iki membuat Wildan kewalahan. “Tidak ada yang bisa aku katakan Ga, sisanya kau bisa cari tahu sendiri.” Mahdi kembali ke ruang club, di mana ia meninggalkan Elin seorang diri. Dengan Riga menyusul di belakang. *** Kembali dalam ruang club, tempat di mana Elin ditinggalkan seorang diri. “Hai El, kita bertemu lagi.” Sapa Riga dengan senyuman ramah. “Kamu juga anggota club ini?” Melihat bagaimana Riga marah tadi, Elin rasa ia juga punya hubungan dengan club. “Benar, aku salah seorang yang mendirikan club penelitian ini. Kami yang dikenal sebagai empat sekawan mendirikannya bersama.” Aku Riga. Bagi empat sekawan club penelitian amat sangat berarti. Elin tidak menduga club yang hampir punah ini memiliki sejarah dan jalan cerita menarik dibalik keberadaannya. “Kamu yang mendirikan? Wuah! Siswa bisa mendirikan club?” Elin lebih terkesan lagi mendengar siswa bisa membentuk club sendiri. “Ya tentu saja! Seperti yang kamu ketahui ini hanya club perkumpulan, jadi mudah saja meminta ijin pihak sekolah.” Kenyataannya itu bukan perkara mudah. Karena Riga siswa dengan status spesial maka ia bisa melakukan hal itu. Ditambah dengan pengaruh dari latar belakang empat sekawan sebagai pendiri club. “Lalu apa tujuan pembentukan club penelitian ini? Aku masih belum bisa mengerti alasan keberadaan club ini.” Elin pikir karena telah hadir sendiri pendiri club tersebut di hadapannya, sekalian saja ia tanyakan apa pun yang terlintas di benaknya. “Oh! Kalau kamu ingin tahu, aku bisa menjelaskannya padamu.” Dengan senang hati Riga menyambut rasa penasaran Elin. “Itu yang aku minta pada Mahdi sejak tadi tapi dia hanya mengacuhkanku!” Protes Elin. Sementara Mahdi sudah menutup mulutnya sejak tadi, ia lebih memilih menyibukkan diri menyortir benda di ruang club untuk di tata ulang. Riga tertawa, tidak salah kesan pertama Riga pada Elin. Gadis itu memang menarik, awalnya Riga merasa tertarik karena ia siswi pindahan. Lalu secara kebetulan ia juga sedang bersama Iki di kantin. Jika kebetulan ini berlanjut dan terus terjadi hingga di mana sekarang mereka ternyata juga satu club, Riga jadi berpikir apa arti dari semua ini. “Hmm, kalau begitu. Sebaiknya dari mana aku mulai bercerita... Aku mendirikan club ini bersama sahabat baikku.” Sekitar 4 tahun lalu... Saat itu Iki, Riga, Carol dan Wildan yang dikenal sebagai empat sekawan di tingkat SD memasuki hari-hari mereka sebagai siswa SMP. Tidak seperti saat masih di SD, yang mana mereka selalu ditempatkan di kelas yang sama. Di SMP kelas mereka terpisah. Lalu Iki mulai merajuk dan berkata, “Kalau seperti ini kita tidak bisa bersama-sama seperti sebelumnya dan waktu kebersamaan kita mulai berkurang. Lalu semakin lama waktu berjalan hubungan kita akan semakin menjauh.” “Apa yang sebenarnya ingin kau katakan itu Iki?” Pinta Wildan agar Iki tidak berbelit-belit menyampaikan maksud hatinya. “Hehe...” Cengir Iki memamerkan jajaran gigi rapihnya. “Aku punya ide cemerlang kawan!” Cetusnya penuh semangat juga percaya diri. “Apa itu?” Tanya Carol tidak sabar menunggu karena Iki masih saja memutar perkataannya. “Ayo kita dirikan sebuah club!” Teriak Iki penuh semangat sampai berdiri dari posisi duduknya. “Club?!” Seru Wildan, Carol dan Riga kompak. “Benar club! Club yang bisa menjadi tempat kita berkumpul melakukan semua yang kita inginkan bersama tanpa khawatir mendapat keluhan orang tua kita. Karena ini adalah club yang akan tetap memberi kontribusi pada nilai sekolah kita, bagaimana?” Jelas Iki sangat terperinci dengan tujuannya. “Briliant!!” Riga memberi standing applause untuk ide Iki. Wildan dan Carol yang sebelumnya bersantai juga mulai merasa tertarik. “Apa semua itu mungkin Ki?” Tanya Carol meragukan rencana Iki bisa terwujud semudah itu. “Bagaimana Wil, apa menurutmu ideku ini memungkinkan bila diajukan sebagai proposal pada pihak sekolah?” Tanya Iki, di antara mereka Wildan yang lebih mengerti tentang peraturan sekolah. “Entah yaa,” Wildan coba mengingat. “Kalau melihat peraturan sekolah, pembentukan club itu mungkin saja bisa dilakukan asal proposal yang kita ajukan meyakinkan tentang tujuan dan memenuhi syarat yang diminta pihak sekolah.” “Apa? Syarat apa itu?” Iki baru mendengar tentang yang satu ini. “Itu bisa kita lengkapi terakhir. Yang terpenting adalah nama club yang akan kita buat dan tujuannya yang terdengar harus meyakinkan pihak sekolah Ki, dengan kata lain proposal club itu sendiri.” Kata Riga. Di benaknya ia sudah punya satu planning cadangan bila proposal club mereka ditolak pihak sekolah. Jika hanya karena satu dua alasan penolakan, Riga bisa menggunakan koneksi latar belakang status keluarganya di sekolah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN