11. Reuni Club

1181 Kata
Masih dengan sistem belajar maraton yang Elin lakukan, hari ujian tersisa kurang dari dua minggu lagi. Tapi kabar buruk datang dari Mahdi tentang club perkumpulan. Permintaan Elin bergabung menjadi anggota club disetujui oleh guru penanggung jawab Pak Alex, dan karena hal itu kali ini Elin yang mendapat teror. “Jangan karena alasan ujian kau mangkir dari kegiatan club.” Ketus Mahdi menyerahkan lembar kegiatan club pada Elin. Dia sama sekali tidak mengira Elin akan menyerahkan formulir keanggotaannya langsung pada penanggung jawab. Sekarang karena formulir itu sudah diproses, Elin resmi menjadi anggota club penelitian. “Kenapa? Kenapa club yang kabarnya vakum tiba-tiba punya jadwal kegiatan?” Gumam Elin terkejut melihat isi selembar kertas dihadapannya. Mahdi mencibir mendengar keresahan hati Elin yang masih dapat terdengar jelas. “Itu karena kau masuk menjadi anggota. Selama ini anggotanya hanya seorang yaitu aku, apa yang bisa dilakukan dengan club beranggotakan satu orang. Sekarang ceritanya berubah karena kehadiranmu!” Keluh Mahdi yang juga ingin sekali protes pada pihak sekolah kalau saja ia bisa. “Tapi aku bergabung dengan club ini karena berpikir tidak akan ada kegiatan club...” Ratap Elin. Mahdi hendak berlalu tapi Elin mencegahnya. “Tunggu dulu, bukankah biasanya kalau mendekati hari ujian kegiatan club diliburkan?” Tanya Elin berharap jadwal yang dibacanya salah. Mahdi bersikap cuek. “Kalau mau protes, kau ajukan sendiri pada pak Alex atau pihak sekolah.” Mahdi pergi meninggalkan Elin dalam kondisi mental terpuruk. Bukan begini seharusnya, sampai sekarang saja Elin merasa waktunya tidak cukup untuk persiapan ujian dan sekarang ia harus menghadiri kegiatan club. “Tidak adakah jalan lain?” Pikir Elin menolak untuk pasrah. Lalu terpikir ide untuk berganti club tapi apakah itu mungkin. Bila memang bisa, club apa yang harus dipilihnya kali ini. Seseorang yang bisa Elin tanyakan tentang ini adalah, “Res, Resca!” Panggil Elin. “Apa El?” Resca melepas earphone yang digunakan untuk berlatih bahasa asing. “Apa bisa jika siswa membatalkan keanggotaannya dalam club?” Tanya Elin tanpa membuang waktu. “Bisa saja asal ia bergabung dengan club lain.” Jawab Resca. Sudah Elin duga, memang harus tetap bergabung dengan club. “Lalu club apa kira-kira yang memiliki jadwal kegiatan paling santai?” Tanya Elin terdengar lebih konyol. Sama sekali tidak merasa aneh mendengar pertanyaan Elin. Resca berpikir, lalu menunjuk ke arah Carol. “Club JCW-Fc.” Sepasang alis Elin terpaut, memandang ke arah yang Resca tunjuk. “Apa itu JCW-Fc? Terdengar seperti federasi sepak bola.” Tutur Elin. “Club perkumpulan atau Fans club yang Carol miliki, diambil dari singkatan namanya Jasmine Caroline W. Anggotanya sekitar 150 orang, tapi kalau disensus mungkin jumlahnya melebihi itu.” Jelas Resca membuat Elin terkesan, rasanya tidak ada yang tidak Resca ketahui. “Fans club? Sampai seperti itu?” Sebesar itukah kekuatan popularitas yang Carol miliki. Resca belum selesai dengan penjelasannya. “Sebagian besar mereka memang keluarga besar SOPA tapi sisanya ada juga dari orang luar. Carol cukup terkenal di med-sos dengan pengikut hampir sepuluh juta orang, tentu semua fotonya yang tersebar hasil dari fan-cam.” “Dengan jumlah pengikut sebanyak itu berarti bukan lagi sekedar club perkumpulan?” Mungkin Carol bisa mencalonkan diri menjadi anggota dewan pikir Elin. Namun begitu sosok Carol di sekolah tetap seperti mawar terlindungi duri hingga sulit didekati. Sampai saat ini saja bila di kelas Elin hanya dapat melihat Carol dalam jarak pandang 10 hingga 15 meter. “Apa club seperti itu benar ada di sekolah?” Tanya Elin lagi. “Ada, tapi sudah dibubarkan. Karena permintaan dari orang yang bersangkutan.” Roman Resca sulit diartikan. “Tapi Carol tidak sekedar seperti apa yang terdengar. Rumit dan dalam...” Ya, Elin juga bisa merasakan sesuatu yang kompleks tanpa nama. “Memang kamu ikut club apa El?” *** Ide untuk berganti club hanya dorongan sesaat karena terbawa suasana saja. Elin tidak benar-benar akan melakukannya karena bisa saja ia mendapat yang lebih buruk dari sekarang. Kegiatan pertama Elin di club. Entah apa yang dilakukan dengan club yang dari namanya saja sudah terdengar aneh dan mencurigakan ini. Berdasarkan informasi yang Elin dengar dari Resca, club yang vakum sejak kehilangan sang ketua ini tetap ada tanpa dibubarkan. Lalu sisa anggota yang lain mengundurkan diri atau tidak pernah hadir lagi. “Apa benar-benar hanya ada kita berdua anggota di club ini?” Protes Elin pada Mahdi yang tidak menanggapi. “Lalu apa yang kita lakukan?” Padahal Elin memilih club ini karena kevakumannya. Seperti disebutkan di awal, Elin tidak ingin direpotkan dengan kegiatan club. Ruang club penelitian terletak di sudut sekolah bagian belakang. Seperti saat kesan pertama tampak tidak terawat dan tidak terlihat aktivitas di sana. Di waktu sebelumnya Elin berada di ruang club, ia tidak begitu memperhatikan sekitar ruangan karena sibuk berdebat dengan Mahdi. “Kita harus mulai dengan mengatur ulang ruangan ini.” Perintah Mahdi. Ruang club membentuk persegi panjang dengan sisi lebar dinding terdapat pintu masuk. Dan sisi lebar satunya jendela bergorden cream menghadap taman belakang sekolah. Sementara sisi panjangnya terdapat whiteboard menggantung di dinding, tepat dihadapan Elin yang duduk pada sofa merapat di dinding sisi panjang satunya. Ada juga rak buku, sebuah lemari pendingin mini, meja computer yang membelakangi jendela, dispenser air, almari kayu, bupet kaca dan sebuah pintu bertuliskan ‘toilet’. Di whiteboard tertulis agenda club yang memudar. Tidak luput dari pandangan Elin sebuah akuarium bulat yang kosong tanpa isi, hanya tersisa jejak air mengering pada kaca akuarium. Semua interior ditata berdasarkan konsep sekehendaknya saja. Yang terpikir oleh Elin adalah ruang club ini tidak biasa dengan selera yang unik. “Kegiatan apa yang biasa club ini lakukan?” Tanya Elin masih penasaran. “Apa pun yang dianggap menarik.” Jawaban ambigu yang Mahdi berikan. “Kenapa anggota lain mengundurkan diri?” Tanya Elin karena Resca tidak memberitahu banyak informasi tentang club penelitian. Mahdi tidak pernah merasa memberitahukan informasi apa pun tentang club pada Elin. Maka Mahdi menduga Elin sudah mendengar dari seseorang. “Kalau begitu kamu juga seharusnya sudah mendengar tentang club ini yang vakum sejak kehilangan ketua dan mungkin tidak akan lama lagi dibubarkan sekolah.” “Dibubarkan sekolah?” Elin baru saja masuk dan club akan dibubarkan. Jika benar demikian bukankah ia harus mencari club lain sebagai pengganti. “Dibubarkan? Apa maksudmu Di?” Riga muncul di ambang pintu membuat Mahdi dan Elin terkejut karena kehadiran orang lain di sana. “Riga? Kau dengar ucapanku barusan...” Mahdi panik karena tidak terbayangkan situasi ini akan terjadi padanya. “Kau masuk menjadi anggota untuk membubarkan club ini? Atas hak apa?” Riga menjadi emosi dan nada suaranya meninggi. “Tunggu, kau salah paham! Dengarkan penjelasanku dulu...” Ragu Mahdi bicara di dalam ruang club karena keberadaan Elin di sana. “Ikut denganku.” Mahdi membawa Riga menjauh, mencari tempat yang lebih privasi untuk bicara empat mata. Semua berawal satu tahun lalu ketika Riga pergi untuk mengikuti program pertukaran pelajarnya di London. Saat itu Mahdi memang bukan bagian dari anggota club penelitian. Sejak awal dibentuk dan sampai sebelum Mahdi bergabung menjadi anggota, club penelitian selalu terdiri dari lima sekawan. Iki, Riga, Wildan, Carol mendirikan club dan Alpha sebagai ketua, keanggotaan tersebut tanpa perubahan formasi selama bertahun-tahun dari jaman SMP.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN