Suasana yang Asing

1508 Kata
8/1 “Jangan nangis Kak, dibeberapa momen kamu bisa terlihat tampan hanya saja jika momen mellow seperti ini kamu malah terlihat seperti suami yang ditinggal istri,” celetuk Reina setelah mereka melepas Yuuna berangkat bersama Indri untuk pergi ke ibu kota. Mendengar celetukan adiknya, Reza menatap sinis sang adik kemudian beberapa detik berikutnya bahunya runtuh, dan menghela nafas. “Kenapa kamu bilang begitu, sedangkan kenyataanya aku gugur sebelum berjuangan,” ucap Reza. Reina terkikik mendengar ucapan sang kakak. “Kamu,” ucap Reina mengatai sang kakak. Reza mendelit tidak suka karena dikatai oleh Reina. “Aku hanya merasa sedih bukan menangis Reina…” ucap Reza mengelak mengakui bahwa ia ingin menangis saat melihat Yuuna masuk ke dalam bus yang akan membawa Yuuna pergi bersama Indri ke ibu kota. “Aku khawatir kamu malah akan menghadapi ketakutanmu itu suatu hari nanti di sana Yuu… aku berharap kalian akan berdamai dengan keadaan dan takdir yang telah tertulis kalian bertemu dengan cara yang tragis itu,” batin Reza menatap kepergian bus yang sudah tidak lagi terlihat dijangkauan pandangnya . “Sudahlah Kak akui saja, aku memaklumi dan pernah berharap dia bersamamu kelak juga menjadi masa depanmu, tetapi entah kenapa aku malah ingin meralat itu dan membiarkan dia berdamai dengan takdirnya,” ucap Reina sambil tersenyum juga menatap jejak yang tidak terlihat dari angin yang sudah semua jejak dan bau kepergian Yuuna. “Saat pertama aku melihatmu kesakitan dan sekarat, entah dari mata hatiku langsung tergerak untuk membantumu. Kurasa bukan hanya karena kau sekarat itu tapi ada rasa yang tidak dapat aku artikan dalam waktu yang cepat. Tetapi setelah semua yang kita lalui aku akui aku jatuh pada kamu yang sudah banyak terluka, ” batin Reza mengakui perasaannya pada Yuuna hanya di dalam benaknya tanpa pernah mengungkapkannya melalui lisannya. “Jangan terlalu berharap kamu, nanti sakit waktu ditarik ke dunia nyata tanpa ada hal ini,” ujar Reza tanpa melihat sang adik, seperti ia sedang tenggelam di dalam pikirannya sendiri. Kenapa? Kan berangan saja tidak berbayar dan tidak ada yang melarang jadi… bebas! Weee…! ” balas menolak untuk berhenti berangan karena berangan adalah kegemarannya. Setelahnya Reina melangkah lebih dulu meninggalkan sang kakak untuk pergi menuju mobil mereka. “Kak! Ayo pulang! Dia tidak akan turun dari bus jadi jangan ditungguh!” teriak Reina dari beberapa langkah di belakang Reza. Membuat orang-orang yang berlalu lalang di terminal itu melihat kearah mereka. Reina tanpa tahu malunya, ia santai saja diperhatikan orang karena sudah mengundang pusat perhatian. Sedangkan Reza yang tersadari karena teriakan sang adiknya itu, merasa malu karena orang-orang sekitarnya memperhatikan mereka. Sadar menjadi pusat perhatian Reza langsung menundukkan kepala sopan pada yang lebih tua dan langsung menghampiri sang adiknya yang tidak tahu malu itu. “Kamu ini apa-apaan sih, aku rela digeret aja tadi dari pada kamu teriak-teriak begitu. Kita jadi pusat perhatian begini bikin malu…,” ungkap Reza karena mungkin saja telinganya sudah memerah karena menahan malu. Orang mengira mereka sedang berkonflik atau apapun yang ada dipikiran mereka. “Yeee… salah sendiri betah banget melamun dari tadi, sudah ayo kita pulang meratapi kepergian Yuuna lanjut di rumah saja,” ujar Reina mengajak  sang kakak untuk pulang ke rumah mereka dan melanjutkan kegalauan mereka atas kepergian Yuuna. Reza mendelit lalu pergi ke sisi pintu kemudi mobil mereka lalu membuka pintu mobil bagian kemudi itu. “Ayo pulang,” seru Reza pada Reina yang masih di posisinya tadi. Reina terkikik melihat perubahan sang kakak yang tiba-tiba jadi seorang Reza seperti biasa setelah ia sedih atas kepergian Yuuna. “Kakakku menyeramkan,” gumam Reina lalu ia membuka pintu mobil di sampingnya dan duduk di samping kursi kemudi yang ditempati oleh Reza. Kemudian Reza mengemudikan mobilnya untuk keluar dari area terminal dan pergi. Sedangkan Harumi sudah kembali bekerja setelah ia mengantar Yuuna di terminal dan melepas kepergian sahabatnya itu pergi ke ibu kota. Harumi merasa kesepian saat ini, saat ia sedang menjaga kasir yang biasanya ditempati ia bersama Yuuna tapi hari ini hari pertama ia menjaga kasir sendirian dan rekannya yang lain masih pada pekerjaan masing-masing. Di dalam kesepian Harumi, ia mengingat kembali kebersamaan mereka, dirinya, Mika, dan Yuuna. Untuk pertama kalinya mereka tidur bersama dan ia merasa itu juga menjadi yang terakhir kalinya. Entahlah perasaan Harumi mengatakan bahwa ia dan Yuuna tidak akan bertemu lagi. Itu hanyalah sebuah perasaan dirinya karena ia merasa kehilangan sahabatnya itu walau mereka baru beberapa bulan saja bersama. “Yuu… nanti kalau sudah sampai sana jangan sungkan ngirim surat kabar ya…,” pinta Harumi pada Yuuna yang berbaring di sampingnya. Posisi mereka tepatnya adalah Yuuna berasa di tengah, Mika di sisi kiri, dan Harumi sendiri berada di sisi kanan kasur 6 kaki milik Mika. “Iya, tapi kalian jangan lupa untuk membalasnya…,” pinta Yuuna juga. Sambil tersenyum ia menatap langit-langit kamar Mika yang bercat putih. Ini kali pertama mereka tidur bersama setelah pertemuan dan setelah mereka tinggal bersama di kontrakan ini beberapa bulan lalu. “Tentu saja, pokoknya juga jangan sombong-sombongan! Tak ada pokoknya! Jika nanti suatu hari kami ke ibu kota kamu harus nampung kami untuk sementara ya Yuu…,” pinta Mika sambil melihat wajah Yuuna yang berbaring di sisi bahu kanannya. “Iya, tapi jangan lupa member kabar padaku dulu jika tidak mana aku tau kalau kalian ada di ibu kota,” balas Yuuna dengan raut yang jarang terlihat di wajah Yuuna jika ia berada di luar rumah. Yuuna tidak segan untuk menunjukkan wajah-wajahnya di depan Harumi dan Mika karena Yuuna sudah menganggap mereka sebagai teman. “Doain aku semua lancar saat di sana, aku sebenarnya takut karena itu kota orang dan aku hanya bersama kak Indri yang biasanya aku bersama kalian dan juga ada Reina dan Reza,” tutur Yuuna dengan pikiran menerawang tentang lingkungan yang baru nantinya, tempat barunya, orang baru, suasana baru serta asing. “Tidak apa-apa, kami akan mendoakanmu. Berjuanglah karena ini salah satu jalan yang memang kamu inginkan kan dulu agar kamu bisa mencoba untuk keluar dari zona yang membuatnya nyaman sekaligus tertekan ini,” ucap Mika, ia mengerti keadaan Yuuna, bukan saja dirinya tapi semua sahabat Yuuna mengerti keadaan Yuuna yang dirundung rasa bersalah dan ketakutan. Salah satu ketakutan yang menghantuinya adalah kembalinya Romi. Memang Romi masih di dalam penjara tetapi tidak menutup kemungkinan setelah masa tahanannya habis Romi kembali datang dan membalas dendam, yang padahal bukan salah Yuuna, Junni ataupun Syahilla, semua terjadi karena memang kesalahan Romi bersama teman-temannya itu. “Tentang Romi, kurasa memang sepantasnya aku tidak berada di sini. Aku takut suatu hari saat dia benar-benar sudah bebas, dia akan kembali dan menggangguku lagi, itu akan membuat masalah pada orang-orang sekitarku,” tutur Yuuna membicarakan tentang sang kakaknya itu, baru itu ia mengatakan tentang Romi pada orang lain karena ia ragu untuk mengatakannya jika bersama Reza atau Reina. “Jangan takut, karena selama ia di dalam penjara, kamu bisa membuat dirimu menjadi kuat dan tidak mudah untuk menyerah jika Romi kembali,” ucap Harumi memberikan nasehat pada Yuuna. “Jadilah lebih kuat Yuuna, kami mendukungmu. Semoga yang terbaik menjadi jalanmu untuk ke depannya,” ucap Mika menimpali ucapan Harumi. “Terimakasih… kalian memang yang terbaik, aku ragu untuk dapat membalas kebaikan kalian selama ini, entah kenapa perasaanku sedikit gelisah mengingat kata ibu kita,” ungkap Yuuna. “Ssssttt…!” desis dua sahabat itu kompak menaruh jari telunjuk mereka berdua ke depan bibir Yuuna sehingga Yuuna otomatis mengatup rapat bibirnya. “Jangan berbicara seperti itu, kamu tau kamu itu sudah seperti rezeki bagi kami, karena dengan begitu kita bisa saling berbagi, berbagi kasih, material, tempat tinggal, dan juga berbagi cerita,” papar Harumi sambil tersenyum pada Yuuna. “Iya, jangan berkata begitu. Kami bisa jadi tempat pulangmu jadi jangan merasa kau tidak punya tempat pulang setelah pergi dari sini, kamu tau kami tidak pernah merasa berat sekalipun setelah bertemu dengan kamu,” ungkap Mika dengan senyumannya, senyuman khas seorang kakak yang sangat menyayangi sang adik saat sang adik dalam mode transisi, transisi dari senang ke sedih atau galau. Yuuna menarik kedua sudut bibirnya menekuk ke bawah ia terharu dengan dua sahabatnya itu. “Aku bersyukur telah dipertamukan dengan kalian…,” seru Yuuna yang terharu dan matanya berkaca-kaca siap untuk menumpahkan air bening dari kelenjar air matanya. “Uuu…tututu… sudah-sudah jangan nangis… lebih baik kita segera tidur karena kamu besok akan ke terminal dan menempuh perjalanan panjang bahkan menyebrangi lautan,” ucap Mika lagi. “Hu uh… samudra mana tak tau juga si Mika, suka aneh,” ketus Harumi sedangkan Yuuna sendiri paham dengan maksud Mika. Pada dasarnya Harumi memang orang yang jarang memakai pakaian formal karena ia membenci peraturan sedangkan Harumi sendiri seorang yang lelet.   “Hidup kita terus saja setiap detiknya, yang jelas kita semakin tua dan mendekati dengan kematian jadi tidak aneh dengan cara apapun seseorang meninggal dunia, jika sudah waktunya tetap dia akan rohnya meninggalkan jazadnya,” tutur Mika, ia tidak langsung mengatakan qadar umur seseorang yang seharusnya Yuuna tidak pergi khawatir tentang pembunuhan itu dan juga Romi yang mungkin akan datang kembali. Satu yang pasti, jalani hidupmu senyamanmu dan lupakan sejenak masalah dan semua yang menekanmu. “Istirahatlah…,” ujar Mika. “Ayoo kita istirahat, Mika jangan keluarkan lagi kata-kata bijaknya hemat untuk besok,” tegur Harumi kemudian kemudian mengatur tubuh Yuuna yang ada di sisi kiri bahunya. “Bolehkan malah ini aku begini?” tanya Harumi memanta izin pada Yuuna. Yuuna mengatasinya dengan senyum dan satu kali anggukan. Melihat itu Harumi tersenyum dan Mika pun tersenyum, sebagai yang paling tua Mika memang lebih memiliki sifat dewasa dari Harumi dan Yuuna. “Aku bakal kangen kamu nanti,” lirih Harumi, karena mereka berdua memang sangat dekat baik di rumah maupun di tempat kerja mereka dan besok mereka harus berpisah. “Aku juga,” ujar Mika tak kalah lirihnya.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN