7/2
Yuuna terkekeh karena ulah Mika yang kadang savage tidak tertolong dan satu kondisi Mika menjadi seorang pelawak yang membuat orang yang berada di dekatnya sakit perut atau merasa bingung dengan tingkah Mika. Tapi walau begitu Mika sering dianggap sombong karena tampang preman wanita dari Mika memang kuat terlihat, Mika terlihat angkuh dan berkelas tapi aslinya ia lembut, baik, dan juga lucu.
“Yuu…” panggil Mika pada Yuuna yang duduk di sampingnya. Sekali-kali Mika menyenggolkan bahu miliknya ke bahu kurus Yuuna.
“Hmm…” balas Yuuna dengan deheman karena ia sedang mempelajari buku kimia yang sempat ia beli saat ia pergi dengan Reina dan baru sempat ia buka saat sudah selesai berkemas. Saat ini Yuuna dan Mika sedang melakukan me time dengan kegiatan masing-masing tetapi tetap duduk bersama.
“Yuu…” panggilnya sekali lagi.
Mendengar panggilan yang kedua kalinya dari Mika Yuuna akhirnya mengangkat kepalanya dan menoleh kearah Mika. “Apa?” tanya Yuuna dengan ekspresi bertanyaanya. Ia bingung Mika jadi suka sekali menganggilnya berkali-kali, hari ini entah sudah berapa kali Mika menganggilnya berkali-kali dengan alasan yang berbeda-beda dan kali ini apalagi alasan dari Mika.
“Cuma manggil, kamu fokus banget ngerjain soalnya sampai aku dianggurin,” rajuk Mika pada Yuuna karena ia merasa diacuhkan oleh Yuuna yang jika sudah bertemu dengan buku Kimia, Matermatika, ataupun Fisika ia akan lupa dengan sekitarnya dan berusaha keras untuk menyelesaikan soal-soal yang materinya sudah ia pelajari sebelumnya.
“Apa menariknya Kimia, Fisika, sama Matematika itu sih… yang bikin pusing di suruh ngitung malah melogika, saat disuruh melogika malah menghitung,” rengut Mika pada Yuuna. Yuuna melihat Mika dengan dahi berkerut. Ia benar-benar tidak pernah mendengar istilah yang baru saja Mika ucapkan itu.
“Mereka cantik,” balas Yuuna singkat sambil tersenyum manis pada Mika. Mika sampai melotot, membulatkan matanya karena Yuuna mengatakan tiga ilmu itu cantik.
“Huh? Yang benar saja Yuu… Kimia cantik? Fisika cantik? Matematika cantik?” tanya Mika satu persatu mengabsen tiga cabang ilmu itu.
“Iya… hahaha… aku bercanda Mika… aku suka saja menyelesaikan persoalan yang ada di Kimia, Fisika dan Matematika. Mereka menyelesaikan masalahnya menggunakan rumus yang memang suka ketentuan dari penyelesaiannya,” tutur Yuuna sebagai alasan mengapa ia suka mempelajari tiga cabang ilmu itu.
“Tapikan tetap saja memusingkan,” bantah Mika karena Yuuna seakan mengagumi rumus-rumus penyelesai masalah dari soal-soal tersebut.
“Apapun itu masalahnya tetap akan ada hal yang memusingkan dalam prosesnya, misalnya lapar, lapar saja bikin pusing, lapar rumusnya untuk kenyang yaitu makan tetapi untuk medapatkan makanan tentu saja ada udasa, nah usaha itu adalah rumusnya yang dinamakan peroses, dan hasil akhirnya adalah kenyang,” jelas Yuuna pada Mika, dan Mika melongo sebegitu komplitnya pikiran Yuuna hanya untuk sekedar makan, karena bagi Mika makan ya makan saja yang penting kenyang. Ia tidak pernah memikirkan proses selagi ada uang untuk membeli makanan maka ia makan dan kenyang.
“Tapikan sederhananya, punya uang saja sudah bisa makan, yang penting kenyang dan puas,” tutur Mika.
“Iya, itu juga dinamakan proses, karena suatu rumus tidak hanya punya satu cara atau jalan. Kadang satu soal itu bisa diselesaikan dengan dua rumus yang berbeda atau dua cara yang berbeda dengan hasil yang sama. Sebagai contoh memasak dan membeli bahkan ada diberi tetapi tidak mungkin semua soal makan akan terus diberi. Kenyang juga tidak sembarang kenyang, makanlah sekedar untuk hidup bukan hidup untuk makan,” jelas Yuuna lagi dengan senyumannya menjelaskan selembut mungkin pada Mika.
“Aaaaa iya juga… itu sebuah prinsip. Jangan hidup untuk makan tapi makanlah untuk hidup, kamu pintar sekali Yuu…” ucap Mika setuju pada Yuuna. “Jadi begitulah yang membuat kamu suka dan sangat menikmati proses menyelesaikan masalah-masalah soal-soal itu,” kata Mika sambil menatap Mika.
“Benar, untuk kenyang lebih lama maka nikmati prosesnya. Nikmati saat menyelesaikan persoalan itu dengan rumus yang ada dengan begitu kita akan ingat dan paham membuat ilmu itu lebih bertahan lama dimemori kita,” ungkap Yuuna. “Alasan signifikan tentang aku suka Kimia, Fisika, dan Matematika…” kata Yuuna dan ia menggangungkan ucapannya. Sedangkan Mika menatap Yuuna lengkat karena ia penasaran.
“Karena aku tidak punya kesempatan untuk sekolah, jadi mau tak mau aku harus terus berpikir agar otakku tidak kaku, aku tidak mau jadi bodoh karena otakku lumpuh tidak pernah dibuat berkerja keras,” tutur Yuuna dan ucapan Yuuna tadi sukses membuat Yuuna melongo.
“Yang benar saja… aku malah menghindari mata pelajaran itu saat sekolah dulu, mereka mengerikan dan membuat pusing dan aku pernah melihat seseorang yang satu ruangan ujian denganku saat ujian matematika SMA, dia malah muntah saat melihat soal-soal yang sungguh membuat pusing kepala karena tidak mengerti,” tutur Mika. Ia tergelak saat mengingat teman satu ruangan ujiannya pernah sampai muntah-muntah melihat soal-soal yang berteret di kertas ujian matematika.
“Sungguh dia muntah-muntah karena melihat soal-soal matematika?” tanya Yuuna ia bingung, seburuk itulah soal-soal yang ia sukai itu dimata orang lain. “Mungkin sajakan saat ujian itu kondisi tubuhnya tidak baik, dan tidak bisa dibawa berpikir keras,” seru Yuuna di sela-sela tawa Mika yang sulit berhenti.
Kemudian Mika diam lalu berkata, “iya bisa saja, tapi itu timingnya sangat pas jadi pengawas pun mengira ia pusing karena soal-soal itu. Tapi kalau boleh terus terang, soal-soal matematika itu memang sulit dimengerti, saat percobaan penyelesaian soal yang sama diselesaikan dengan cara ini dan saat latihan soalnya berbeda atau rumus penyelesaiannya yang berbeda yang jelas lebih panjang dari pada saat percobaan, sungguh mengesalkan!” geram Mika mengingat masa sekolahnya dulu, masa sekolah yang menyenangkan yang tidak pernah Yuuna rasakan untuk menjejak jenjang SMA.
Yuuna terkekeh mendengar geraman atau sebuah curahan hati dari Mika tentang soal matematika.
Alasana Yuuna satu mengapa ia selalu mengerjakan soal-soal Kimia, Fisika ataupun Matematika. Karena ia jatuh cinta pada materi-materi yang menuntut orang yang membacanya untuk berhitung, memikirkan, mengkhayalkan, dan mengingat serta memahaminya. Menurut Yuuna memang sebagian besar dari tiga jenis pelajaran itu menghitung tetapi tidak jarang ada kalanya yang membaca materi itu harus melogikakan sesuatu yang ada di dalamnya. Membandingkan logika khayalan dengan sebenarnya terjadi secara ilmiah dengan terhitung dari rumus atau formula dari ilmu itu, dan teruntuk Kimia yang sangat Yuuna sukai adalah melihat lambang-langbang senyawa yang bertebaran itu menurutnya sangat menarik, senyawa-senyawa yang dipecah dan disatukan menjadi hal berbeda dan baru, suatu unsur yang ternyata tersusun dari unsure-unsure berbeda dan kemudian barulah membentuk unsure baru yang dapat kita lihat. Begitulah kira-kira pikiran Yuuna. Lalu untuk Biologi, Yuuna menyukainya hanya saja karena ia jarang mempehatikan sekitarnya dan ia tidak begitu mendalami tentang ilmu alam satu itu, Yuuna jadi jarang terlihat bersama buku Biologi.
Yuuna itu tidak sekolah, maksdunya ia tidak menempuh sekolah tinggi ia hanya sampai SMP karena orang tua angkatnya meninggal dunia saat ia baru saja lulus SMP. Tetapi, minat Yuuna, ketertarikannya pada materi menghitung yang berkaitan dengan alam membuat Yuuna diam-diam sering terlihat bersama buku-buku tiga ilmu itu. Saat ada senggang maka Yuuna akan menghabiskan fokusnya hanya untuk buku di depannya. Dia menjadi lebih pendiam dan jarang berbicara banyak pada orang lain jika ia sudah me time dengan bukunya. Baiklah Yuuna sejatinya memang pendiam juga jadi sahabatnya tidak terlalu menuntut untuknya berbicara banyak.
“Untuk malam ini, boleh aku tidur bersama kalian?” tanya Yuuna, Yuuna ingin tidur bersama sahabat sekontrakannya bersama. Entahlah alasan Yuuna tidak ia sebutkan tetapi yang pasti hatinya ingin bersama-sama sahabatnya itu dulu.
Mika tersenyum lembut dan menganggukkan kepalanya. “Tentu saja, nanti kita tunggu pulang Harumi, kita akan menghabiskan waktu bersama. Duh kenapa aku jadi mellow begini,” ucap Mika karena dirinya merasa dadanya sesak saat teringat Yuuna akan pergi besok pagi.
“Aku mungkin susah untuk mengunjungi kalian, tapi kita tetapla sahabat,” ucap Yuuna, ia tidak bisa pungkiri perasaannya sangat sesak akan perpisahan itu. Yuuna sudah terlalu terbiasa bersama dengan sahabat-sahabatnya itu walau hanya beberapa bulan karena memang hidup Yuuna beberapa tahun belakang ia hanya sendiri dan berteman dengan rekan kerjanya di tempat kerja sebelumnya.
“Tentu saja! Awas saja kalau nanti kamu lupa pada kami… kami tidak akan datang kepernikahanmu!” ancam Mika pada Yuuna. Berbicara tentang pernikahan umur Yuuna yan baru saja 18 tahun itu tidak pernah sedikitpun ia memikirkan tentang perasaannya yang lebih pada tentang cinta, pacaran apalagi sebuah pernikahan. Jadi bagaimana Yuuna bisa menjawab ancaman dari Mika.
“Sudah-sudah aku tidak sekejam itu pada sahabatku, yang penting jika kamu punya kesempatan kabarilah kami. Tempat itu terlalu jauh untuk kami kunjungi juga, jika aku sudah menjadi kaya aku akan sering berkunjung ke ibu kota,” tutur Mika dengan semangat dengan cita-cita yang memang dari dulu dia dambakan adalah menjadi orang kaya.
“Aamii… maka dari itu kamu harus bekerja keras lagi untuk menjadi orang kaya itu, aku sangat bangga jika memiliki sahabat yang bisa mencapai cita-citanya yang ingin menjadi orang kaya itu tapi ingat dengan usaha sendiri karena itu rumus hidupnya,” ujar Yuuna dan memperingatkan tentang rumus hidup yang Yuuna pelajari dari istrilah perumusan soal matematika, fisika dan kimia.
“Tentu saja… aku juga tidak ingin mencari suami kaya karena yang kaya itu suamiku bukan aku lagi pula, mana tau kekayaan suamiku itu ternyata kekayaan orang tuanya, yang ada nanti aku malah disiksa oleh mertuku sendiri,” ungkap Mika dengan segala khayalannya. Yuuna hany bisa geleng-geleng kepala dan mengelus d**a dengan semua khayalan itu. Selagi berkhayal tidak berbayar mengapa tidak? Itulah balasan Mika jika ia membantah khayalan indahnya.
“Ya sudah mari kita berkhayal sama-sama, menjadi kaya dengan usaha sendiri untuk menikmati hasil proses hidup kita selama ini…” ucap Yuuna sambil tersenyum lebar membuat bahagia Mika yang sama-sama tengah duduk bersila di lantai kamar Yuuna.
“Kamu yang terbaik…” balas Mika kemudian ia merengkuh tubuh yang lebih muda darinya itu untuk masuk kepelukannya.
Yuuna tersenyum dan membalas renkuhan dari Mika, menyalurkan perasaan mereka masing-masing. Mika menepuk-nepuk punggung Yuuna dengan lembut.
“Kamu pasti berhasil Yuu… aku tau kamu kuat jadi berjuanglah karena tidak ada yang menyalahkanmu tentang masa lalumu,” bisik Mika saat mereka masih berpelukan.
Yuuna menganggukkan kepalanya yang saat itu sedang bertopang pada bahu Mika. Mika merasakan anggukan itu dan ia tersenyum. “Adik yang penurut,” ucap Mika dan memusut puncak kepala Yuuna dengan lembut.