Jejak Jalanan 2

1592 Kata
Jika ditanya oleh rekan kerjanya hubungan ia dengan Reza, Yuuna hanya akan menjawab mereka berteman walau pandangan dari seorang Reza seakan mengisyaratkan lebih dari sekedar teman. Ada rasa ingin melindungi di sana. Yuuna bukan orang yang mengibarkan bendera perangnya, bukan pula orang yang menurunkan benderanya. Ia hanya ramah pada orang yang sudah banyak membantunya itu walau awalnya ia takut menerima hati Reza atau juga dari Reina adik Reza. Bukan tidak ingin dikatakan tidak tahu terimakasih, ia hanya tidak mau menjadi beban dan membuat tempat mengharap yang tidak seharusnya ia tempatkan. “Biarlah apaun yang mereka katakan tidak salah, saya tau setelah kesusahan saya selama ini, hidup sederhana dan apa adanya adalah pilihan saya untuk tetap pada dekat_Nya,”  pasti penyemangat Yuuna untuk tetap tegar menghadapi upaya. “Bersabarlah hati jangan terlena dengan dunia karena dunia ini hanyalah tempat bersenda gurau belaka, hatimu tidak kuat untuk semuanya, cukuplah tidak menambah keadaan buruk,” batin Yuuna. “Yuuna kamu ada masalah?” tegur Harumi rekan kerja Yuuna yang melihat Yuuna terbengong beberapa saat seperti sedang menilai sesuatu yang berat. “Tidak Kak,” jawab Yuuna sambil tersenyum pada Harumi, Harumi mendapat jawaban Yuuna yang tidak bisa menutup Yuuna untuk bercerita walau ia tahu Yuuna sedang menutupinya, Yuuna memang orang yang sangat tertutup, dia hanya diam dan tesnya sendiri pernah terlintas di kepalanya untuk bertanya atau melibatkan orang lain jika bukan ia harus melakukan. “Jika Kakak lelah, aku bisa menggantikan Kakak tugas Kakak dulu,” tawar Yuuna pada Harumi. “Yuuna aku agak lelah ini, bagaimana jika kau membantuku ?!” Pinta Indri tiba-tiba saat keluar dari arah pintu dapur membawa roti yang akan diletakkan dibagian pengemasan dan diantar pada alamat pemesan. “Itu maumu Dri!” jawab Harumi dengan nada tinggi tapi ia hanya bercanda. “Sirik saja kamu Rum…” kesal Indri. Mereka melakukan adu mulut seperti dua orang yang saling berhubungan tetapi nyatanya selalu begitu, karena begitulah cara mereka berkomunikasi untuk mengalirkan rasa sayang satu sama lain. “Aku akan membantumu Kak, tapi bagian pengemasan,” jawab Yuuna, awalnya Indri senang karena mengira Yuuna akan berbaik hati membantunya di dapur mengingat bagaimana senangnya Yuuna saat berada di dapur dan diajari membuat roti dan kue-kue lain. “Tidak masalah, kamu memang yang terbaik Yuuna, adik favouriteku…” ujar Indri sambil tersenyum bangga. “Tapi maaf kak hanya sampai jadwal kerjaku hari ini habis, karena aku harus… ada kerja lagi,” jelas Yuuna terus terang. Indri tersenyum berdoa Yuuna karena Yuuna tampak ragu mengucapkan ucapannya tadi. “Benarkah itu pekerjaan…? Ha? Ha? Ha? Atau pekerjaan menemani Bapak ajudan tadi jalan-jalan…? Uhhh adik kecilku… ”goda Indri sambil meletakkan kue yang masih panas di meja pengemasan. Yuuna yang digoda oleh Indri hanya bisa tersenyum lembut dan terdengar kikikan dari Harumi yang melihat wajah malu Yuuna. "Ada urusan urusan saja dengan adik Kak Reza," balas Yuuna agar tidak terjadi kesalah pahaman pada Indri dan Harumi yang dapat saja berujung malah akan mengejeknya lagi. Baiklah, kalau begitu kamu bantu Kakak dulu, ”pinta Indri akhirnya. Yuuna tersenyum sambil berjalan mendekati tempat Indri berada yaitu bilik meja pengemasan. “Baiklah,” jawab Yuuna masih dengan senyum lembutnya. Yuuna membantu Indri untuk mengemas kue pesanan dari pelanggannya, cukup banyak maka dari itu ia butuh bantuan tangan lain agar pekerjaannya cepat diselesaikan dan pesanan dapat diantar ke alamat pemesan atau penerimanya. Beberapa menit memang Yuuna fokus dengan pekerjaannya begitu pula Indri, Indri adalah orang yang akan fokus bekerja saat pekerjaannya masih belum terselesaikan maka dari itu selama pengemasan bersama Yuuna, Indri tak sama sekali mengajak Yuuna untuk berbicara dan situasi itu adalah situasi yang Yuuna sukai saat bekerja bersama Indri atau ia sedang membantu Indri, karena dengan itu ia tidak perlu bersusah untuk berpikir menjawab pertanyaan atau membalas obrolan Indri padanya. Sungguh Yuuna banyak berubah setelah kejadian enam bulan lalu itu, ia lebih banyak diam dan irit berbicara, selalu bertindak dengan hati-hati dan selalu ada rasa segan bahkan menolak jika dibantu oleh orang lain. Yuuna memang masih dalam bayangan kejadian naas enam bulan lalu itu, ia pun tidak lari dari kenyataan itu secara utuh, buktinya ia masih berada di kota yang sama, kota tempat ia mengalami kejadian naas itu dan tidak melarikan diri secara fisik. “Kamu tidak perlu takut, itu bukan salahmu, itu sudah takdirnya,” ujar Reza untuk menenangkan Yuuna yang ketakutan. “Tap-tapi dia meninggal karenaku, dan kakak itu kritis juga karenaku. Seharusnya aku saja yang berada di posisinya salah satu dari mereka, kenapa ak-aku yang selamat…” racau Yuuna sambil memeluk dirinya sendiri ketakutan. Rambut panjang hitam miliknya menutupi seluruh punggungnya karena ia duduk meringkuk. “Tidak ada yang bisa mengira kejadian itu, walau ia tidak mengalami kejadian naas itu tetap saja Tuhan akan menjemput ajalnya saat itu!” terang Reza agar Yuuna sadar dengan takdir yang tidak bisa dihindari itu. Yuuna tercengang sejenak ia berpikir. “Bolehkah aku pergi dari semua ini? Maafkan aku yang tidak bisa bertanggung jawab, aku sendiri tidak memiliki apapun…” lirih Yuuna mengatakan fakta tentang dirinya yang bahkan tidak tahu kemana akan pulang saat itu. Ia hanya tinggal bersama kakak angkatnya yang bahkan ingin menjualnya dan penyebab utama kejadian naas itu terjadi. Tidak mungkin lagi untuknya kembali ke rumah Romi dan ia pun takut pada Romi. “Kamu tidak perlu pergi dari kota ini, jika kamu takut pada Junna yang nanti akan sadar dari kritisnya. Junna tadi pagi sudah dipindahkan ke rumah sakit lain oleh nyonya besar,” tutur Reza menjawab sebuah keresahan yang ada pada Yuuna. “Jadi kau bisa tenang, tidak ada yang akan menuntutmu, karena kamu juga korban di sini,” jelas Reza lagi. Tepat satu bulan lalu, Yuuna pergi ke jalan yang menjadi saksi bisu kejadian naas itu. Kejadian yang menjadi penyebab Syahilla meninggal dunia serta kecelakaan yang menimpa Junna dan dirinya sendiri. Yuuna memang tidak berani untuk pergi ke makam Syahilla jadilah ia pergi ke jalan dimana Syahilla tergeletak tak berdaya dengan darah yang mengalir deras dari lehernya yang terdapat luka yang membelah tenggorokannya. Yuuna menaruh bunga di jejak jalanan itu, ia sangat ingin pergi ke makam Syahilla untuk meminta maaf  tetapi ia tidak berani. “Yuuna? Yuuna Jovanka Nan cantik jelita….? Hey!” panggil Indri sambil melambaikan tangannya di depan wajah Yuuna dan memanggil-manggil nama Yuuna yang ternyata melamun sambil tangannya terus bekerja menutup dengan rapat kemasan kue yang sudah Indri letakkan di dalamnya. “Eh? Ya Kak?” sahut Yuuna tersadar dari lamunannya. “Kamu banyak pikiran ya? Kamu bekerja sambil melamun,” terang Indri dengan wajah khawatirnya. “Tidak, aku hanya sedikit kelelahan sepertinya,” balas Yuuna sekenanya ia beralasan. “Ah… kalau begitu kamu segera pulang saja, lagi pula jam kerjamu hari ini sudah selesai,” kata Indri. Yuuna menatap Indri, Indri yang paham dengan maksud tatapan dari Yuuna langsung saja menyelanya, “tidak apa, lagi pula ini tinggal sedikit lagi dan sebentar lagi Jaeo akan tiba untuk mengantar pesanan ini.” “Baiklah, terimakasih Kak Indri,” balas Yuuna, kemudian ia beranjak dari bilik pengemasan itu untuk pergi ke loker belakang dan segera mengambil tas yang ia letakkan di lokernya. “Yuuna…” panggil Harumi yang baru saja masuk ke ruangan loker itu. “Ya?” sahut Yuuna dengan mengalihkan pandangannya untuk melihat Harumi yang berada di sebelah lokernya. “Kamu langsung pulang ke rumah?” tanya Harumi yang juga sedang mengambil tasnya di loker. “Sepertinya iya,” jawab Yuuna sambil tersenyum menunggu Harumi selesai berkemas tasnya. “Kalau begitu ayo kita pulang bareng…!” sentak Harumi yang langsung menutup pintu lokernya dan mendekat ke Yuuna dan merengkuh bahu Yuuna. Mereka berdua memang memiliki umur yang tidak jauh berbeda, Harumi yang sudah 18 tahun sedangkan Yuuna 17 tahun. Hal itu membuat Harumi lebih dekat dengan Yuuna dan juga tentang rumah kontrakan mereka yang sama. Jadilah Yuuna, Harumi dan satu lagi bernama Mika menyewa sebuah rumah kontrakan yang cukup luas jika hanya di tinggali oleh tiga orang. Mika tidak bekerja bersama mereka karena Mika bekerja sebagai pegawai kantoran, karena Mika dan Harumi adalah sahabat dari kecil jadilah mereka tinggal bersama juga, sedangkan Yuuna baru saja bergabung sekitar 6 bulan lalu setelah ia dikenalkan oleh Reza dengan Ibu Jamal pemilik toko roti tersebut. Semenjak itu Yuuna kenal dengan Harumi dan Harumi mengajak Yuuna untuk tinggal di kontrakannya saja dan membagi tiga p********n uang sewa. Karena Yuuna yang tidak bisa memilih dan tidak enak hati untuk menolak kemudian ia menerima tawaran Harumi dan beruntung Mika pun setuju menerima Yuuna dengan baik menjadi teman satu rumahnya. Yuuna mengikuti langkah Harumi keluar dari ruang loker, ternyata di toko Jaeyo sudah datang dan sedang mendapat arahan cerewet dari Indri. Jaeyo sendiri hanya mendengarkan dan termangut-mangut membantu Indri untuk menyelesaikan pekerjaannya tadi menggantikan posisi Yuuna tadi. Harumi dan Yuuna tersenyum melihat Indri yang sedang memberikan arahan tetapi malah seperti mengomel tanpa henti pada Jaeyo, sedangkan Jaeyo sendiri sebenarnya sudah tahu kemana saja ia akan mengantar pesanan-pesanan itu karena ia sendiri adalah kurir pengantarnya yang tentu saja sudah tahu kemana akan mengantar pesanan-pesanan tersebut. “Kak Indri… sudah, aku sudah hafal jadi hemat energy Kakak karena jam kerja Kakak hari ini bertambahkan?” ucap Jaeyo berusaha menghentikan Indri untuk terus berbicara. “Ah, iya juga kamu benar. Tapi kamu tidak lupakan kemana mengantar lima kotak donat ini? Alamat penerima satu kotak roti Almon ini? Sepuluh kotak berbagai rasa ini? Dua kotak roti abon sapi ini? Jangan sampai salah alamat seperti waktu itu, nanti costumer akan jera memesan kue di toko kita dan membuat Bu Jamal sedih...” tutur Indri panjang lebar. Membuat Yuuna, Harumi begitu pula Jaeyo menghela nafas dengan ekspresi yang berbeda-beda. Jaeyo mengakui ia pernah melakukan kesalahan tapi itu adalah masa pertama kalinya ia bekerja menjadi kurir di toko itu, karena terlalu grogi membuat ia blank dan melakukan kesalahan, salah mengantar pesanan pada penerimanya. “Kak… Jae kami pulang dulu… selamat bekerja…!” pamit Harumi lebih dulu, ia sudah menggandeng tangan Yuuna untuk mengikutinya beranjang pulang. “Kak Indri, Jae… kami pulang duluan…” pamit Yuuna kemudian ditugaskan untuk siap diseret oleh Harumi. “Ya! Hati-hati di jalan kalian! ” teriak Indri kasus. Sedangkan Jae hanya melambaikan pada kedua gadis yang sudah diambang pintu toko untuk keluar. Kembali pada kejadian dimana Jaeyo harus menghadapi wanita cerewet di lapangan. Beruntung Jaeyo memiliki kesabaran yang sudah teruji untuk menghadapi kecerewetan dan keusilan Indri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN