Pagi kembali datang, Cecilia kembali ke kamarnya saat matahari mulai terbit. Jangan pikir ada adegan romantis yang terjadi secara tidak sengaja. Mereka berdua hanya sebatas tidur, Cecilia lebih memilih tidur di sofa daripada di kasur yang empuk. Saat terbangun malam hari, Darren melihat posisi tidur Cecilia yang tidak nyaman, dia meringkuk di sofa yang sempit itu. Pria itu menggelengkan kepala dan bergumam pelan,” Kenapa dia begitu keras kepala sekali?”
"Cecilia, saya kehilangan dompet karena dicopet kemarin. Segera urus surat kehilangan agar saya dapat membuat kartu identitas dan kartu bank dalam waktu dekat." Cecilia yang sedang sarapan mendongakkan wajah kepada Darren dan mengulas senyum sinis.
"Jadi Bapak tidak akan sembarangan lagi berbicara dengan orang asing walaupun orang itu terlihat ramah," sahutnya dengan nada sinis yang membuat Darren kesal karena tidak dapat membalas perkataannya yang memang tepat.
"Cepat kamu urus saja surat kehilangan. Untunglah iPhone saya tidak dicopet jadi saya masih bisa menelepon pihak bank untuk memblokir kartu ATM saya," sahut Darren setelah menghabiskan segelas kopi hangat.
"Baik," ucap Cecilia sambil meneruskan sarapan paginya.
Darren yang sudah menyelesaikan sarapan langsung membuka tablet untuk mempelajari beberapa proposal yang dikirimkan oleh Irene. Gadis itu untuk sementara waktu menggantikan posisi Cecilia sebagai sekertaris sang ayah.
Suara rintihan yang terdengar dari mulut Cecilia membuat Darren menoleh ke arah gadis itu dan melihat jika Cecilia sedang mengusap bagian punggungnya dengan ekspresi kesakitan. Tadinya Darren ingin bertanya apakah retakan pada pinggangnya itu apakah masih menyisakan nyeri, tapi mengingat kelakuannya yang pasti akan mengajak ribut membuat Darren mengurungkan niat itu.
Lagipula jika sesuai dengan rencana seharusnya Cecilia akan mengunjungi dokter ortopedi pada besok hari, biarlah saat itu Darren akan menceritakan kepada dokter mengenai apa yang dia lihat saat ini.
"Copet tidak tahu diri! Bisa-bisanya dia menggunakan cara licik seperti itu!" umpat Darren yang berusaha mengalihkan rasa sakit Cecilia dengan mengajaknya berdebat.
"Namanya juga copet, Pak. Makin canggih saja cara yang digunakan olehnya," sahut Cecilia dengan nada sinis.
Diam-diam Darren tersenyum tipis melihat Cecilia memakan umpan yang dia lemparkan. Darren juga segera menimpali perkataan gadis yang sudah memberengut kesal itu dan tak lama keduanya terlibat dalam perdebatan sengit yang harus mereka sudahi saat Bli Nyoman mendatangi meja mereka.
Cecilia berkata kepada Bli Nyoman agar mengantarkannya dan Darren ke kantor polisi terdekat untuk mengurus surat kehilangan. Bli Nyoman dengan berapi-api menyumpahi sang pencopet dan mengatakan jika ada temannya yang menjadi petugas kepolisian yang membuat Darren tersenyum lega saat mendengarnya, karena laporannya pasti akan cepat ditindaklanjuti.
"Maka dari itu kita tidak boleh terlalu percaya dengan orang asing yang baru kita temui. Karena tidak semua memiliki niat baik," ceplos Cecilia saat mereka sudah membuat laporan kehilangan melalui teman Bli Nyoman.
"Siapa yang mengira ibu-ibu akan menjadi penjahat," dengkus Darren yang segera melihat ke arah lain karena tidak ingin emosinya tersulut saat melihat Cecilia.
"Ya itulah penjahat," ucap Cecilia sebelum mereka menuju ke lokasi pembangunan resort.
Siang berganti malam dan begitu juga sebaliknya. Hari ini adalah jadwal kontrol Cecilia ke dokter ortopedi. Darren dan Cecilia hanya memantau pembangunan resort sampai jam makan siang tiba dan bergegas ke rumah sakit. Melihat dari raut wajah Cecilia yang meringis membuat Darreh yakin jika retakan di punggungnya masih menyisakan rasa nyeri yang menyiksa.
Cecilia awalnya tidak setuju jika Darren ikut masuk ke ruangan praktek dokter. Perdebatan kecil sempat terjadi sebelum akhirnya Darren mengeluarkan kalimat pamungkas yang membuatnya tidak berkutik.
"Ayah memerintahkan saya untuk mengawasi kamu. Ayah takut jika sekretarisnya yang bandel ini tidak mendengarkan apa yang telah dia nasihatkan," Cecilia sempat mendengkus lalu membiarkan Darren mengikutinya.
Darren duduk di samping Cecilia saat dokter pria berusia 60 tahunan itu melihat hasil ronsen pada punggung dan kedua kaki Cecilia sehari sebelum gadis itu diperbolehkan untuk pulang. Raut wajah sang dokter yang serius dan menghela nafas berkali-kali membuat Darren yakin jika hasil ronsen Cecilia tidak baik.
"Kamu ini benar-benar merasa jagoan rupanya. Bisa-bisanya membiarkan kondisi punggung yang sudah parah ini selama bertahun-tahun. Memangnya kamu mau tidak dapat beraktifitas lagi jika seandainya syaraf di punggung kamu ada yang putus. Dan lagi kedua kaki kamu akan mengalami cedera berulang jika kamu memakai sepatu hak tinggi dalam jangka waktu panjang."
Darren meringis saat mendengar perkataan dokter yang cukup keras itu. Tapi anehnya, Cecilia masih merasa tenang seakan ucapan dokter itu tidak berarti apa-apa, padahal raut wajah dokter Gusti sudah tidak sedap untuk dilihat.
"Nyatanya selama ini saya tidak apa-apa, Dok. Lagipula saya sangat sibuk dalam pekerjaan," Darren mengembuskan nafas berkali-kali saat mendengar bantahan yang dilontarkan Cecilia.
"Memangnya pekerjaan lebih penting daripada kesehatan kamu!" bentak sang dokter yang sudah kehilangan kesabarannya.
"Cecilia...Lebih baik kamu keluar dan tunggu di mobil dengan Bli Nyoman. Saya yang akan berbicara dengan Dokter Gusti. Jangan membantah karena ini perintah." Titah Darren sambil menatap tajam Cecilia.
"Jadi bisa Dokter ceritakan apa yang terjadi dengan personal asisten saya?" tanya Darren dengan hati-hati agar tidak memancing kemarahan sang dokter kembali.
"Jarang sekali ada bos yang memperhatikan karyawannya. Cedera pada punggungnya sudah sangat parah yang pastinya akan menimbulkan efek nyeri hebat. Apakah Cecilia pernah mengeluh sakit pada punggungnya?" tanya dokter Gusti dengan emosi yang sudah mereda.
Darren dengan cepat memberitahukan sang dokter mengenai apa yang dia lihat saat sarapan kemarin, di mana Cecilia merintih kesakitan sambil mengusap punggungnya berkali-kali. Dokter Gusti hanya mengangguk saat pria itu selesai berkata dan menuliskan beberapa resep pada secarik kertas. Bahkan sang dokter mewanti-wanti agar punggung Cecilia tidak boleh terkena benturan keras yang pastinya akan memperparah cedera gadis itu.
Setelah mengucapkan terima kasih dan pamit kepada dokter Gusti, Darren bergegas menuju ke apotik untuk menebus obat-obat tersebut yang ternyata baru dapat diambil beberapa jam kemudian.
"Kita kembali ke penginapan dulu saja, baru setelah makan malam kita kembali ke sini untuk mengambil obat kamu," ucap Darren setelah memasuki mobil.
Cecilia yang seperti biasanya berkutat dengan tabletnya hanya menatapnya sekilas lalu kembali fokus pada layar yang sedang menunjukkan grafik saham. Darren yang jengah dengan tingkah gadis itu segera mengambil iPhone dan mulai mengerjakan laporan untuk dia serahkan kepada sang ayah nanti setelah mereka kembali ke Jakarta.
Jarum jam berputar sangat cepat, tidak terasa waktu makan malam sudah tiba. Bli Nyoman akan menjemput keduanya tepat jam 6 sore, sementara jam sudah menunjuk di angka 5:30. Darren yang sudah selesai bersiap langsung keluar dari kamar dan menuju lobi. Matanya mengedar ke sekeliling dan tidak mendapati keberadaan Cecilia.
Dengan tidak sabaran Darren menelepon Cecilia berkali-kali yang tidak kunjung menerima panggilan. Bli Nyoman yang menghampirinya juga mencari keberadaan dari gadis itu. Akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan Cecilia yang mungkin sedang terlelap dan akan membelikannya makanan saat perjalanan pulang nanti.
"Pak, kenapa seperti tidak ada selera makan?" tanya Bli Nyoman saat pria itu hanya mengaduk makanannya.
"Saya jadi tidak tenang meninggalkan Cecilia sendirian di hotel, mungkin lebih baik saya bungkus saja makanan ini untuk dimakan di hotel. Oh ya, Bli, kita ke rumah sakit dulu untuk mengambil obatnya Cecilia," jawab Darren, lalu meminta pelayan untuk membungkus makanannya dan memesan satu porsi sup ayam beserta nasi.
Akhirnya Darren kembali ke hotel tepat jam 7 dan segera menuju ke kamar Cecilia untuk mengantarkan makanan gadis itu. Gadis itu harus makan sebelum minum obat-obatan yang sudah pasti sangat keras itu. Berulang kali dia mengetuk pintu namun gadis itu tak kunjung membukakan pintu.
10 menit berlalu dan Darren masih berdiri di depan pintu kamar Cecilia. Perasaan resah mulai menghantui diri pria berkulit eksotis itu. Apa yang sedang terjadi dengan Cecilia? Tidak biasanya dia bersikap seperti ini. Tidak mungkin rasanya ada orang yang dapat tidur berjam-jam jika tidak terjadi sesuatu. Pikir Darren yang mulai cemas.
"Cecilia! Cecilia! Cepat buka pintunya!" Akhirnya Darren menggedor pintu kamar Cecilia dengan lebih keras disertai dengan teriakan.
Tidak dia pedulikan orang-orang yang menatapnya aneh dan mulai berkasak kusuk di belakang pria itu. Yang ada di dalam pikirannya hanya bagaimana cara agar dia dapat segera masuk ke kamar Cecilia dan memastikan keadaannya.
"Cecilia. Apa kamu mendengarkan saya?" Darren kembali bertanya dengan suara yang lebih kencang.
"Mas, pacarnya tidak keluar dari tadi sepertinya. Bagaimana kalau saya meminta manajer untuk memberikan kunci cadangan agar Mas bisa masuk dan memastikan keadaan pacarnya," sebuah saran dari petugas hotel membuat Darren menoleh ke arahnya.
"Kalau begitu di mana manajer hotel ini? Cecilia tidak merespon panggilan saya sejak tadi sore," ucap Darren yang segera mendekat ke arah perempuan berusia 30 tahun itu.
Tak lama 2 orang pria berlarian kecil menuju ke depan kamar Cecilia yang ternyata adalah manajer dan salah satu petugas hotel. Setelah Darren menjelaskan duduk perkaranya seorang pria yang lebih tua hanya mengangguk lalu meninggalkan tempat ini dan kembali dalam rentang waktu 15 menit kemudian.
"Mas, ini kuncinya," ucap sang manajer sambil mengulurkan anak kunci ke tangan Darren.
Dengan hati berdebar pria itu memutar anak kunci dengan perlahan, sementara petugas hotel wanita tetap berada di belakangnya untuk memastikan apa yang terjadi dengan Cecilia. Ruangan kamar yang gelap langsung menyambut keduanya saat berhasil membuka pintu itu. Petugas hotel dengan cepat menekan saklar lampu dan membuat ruangan ini menjadi terang benderang.
Darren mengedarkan pandangan ke sekitar kamar tapi tidak menemui dimana keberadaan Cecilia. Dengan kasar pria itu menghempaskan tubuh di sofa kamar gadis ini. Petugas hotel menawarkan agar ikut mencari Cecilia di kamar mandi yang hanya Darren tanggapi dengan anggukan.
"Ya Tuhan! Mbak bangun!" teriakan dari petugas hotel membuat jantung Darren terasa berhenti berdetak. Ada apa dengan Cecilia?